Ke Kota Perbatasan Belu, diplomat menginspirasi sepenggalan, terinspirasi sepanjang jalan.

Dody Harendro
PNS Kemlu RI Interisti
Konten dari Pengguna
17 Agustus 2018 23:48 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dody Harendro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kisah heroik Johanes Ande Kala atau Joni yang menaklukkan tiang bendera setinggi 10 meter, menyulut air mata ratusan peserta upacara di Hari Kemerdekaan RI ke-73 di Kota Perbatasan, Atambua, Kabupaten Belu, NTT.
Ketegangan, kebingungan, kekhawatiran membuat situasi lebih buruk seketika memuncak ketika seorang murid SMP bertelanjang kaki mulai memanjat tanpa pengaman apapun.
ADVERTISEMENT
Tiang semakin bergoyang, Joni mulai lelah, beberapa petugas spontan terpanggil untuk membantu mencegah tiang tidak bergoyang, bahkan inspektur upacara, Wakil Bupati Belu, J.T. Ose Luan, telah meminta Joni untuk turun.
Cerita selanjutnya telah viral dan bahkan Joni akan segera bertemu RI1. Sejumlah 32 diplomat madya, yang sedang melakukan pegabdian di Kota Perbatasan menjadi bagian dari undangan Pemda untuk meramaikan upacara dan pesta rakyat setelahnya, semakin jatuh cinta dengan Belu. Para diplomat ini juga telah terkesima setelah sebelumnya berbagi insipirasi di SD, SMP, SMA dan Institut Ilmu Sosial dan Politik Fajar Timur.
Seluruh diplomat mengaku terkesan dengan kecerdasan anak-anak sekolah dari berbagai jenjang ini. Kota Belu yang berarti sahabat ini dikaruniai generasi muda yang telah memiliki modal kuat dalam hal Kemampuan bahasa Inggris, pengetahuan umum, dan kepercayaan diri. Walaupun lapangan berbatu dan berdebu, bangunan kelas retak dan kusam, anak-anak ini tetap sangat riang dan optimis menatap setiap hari berganti.
ADVERTISEMENT
Namun, Atambua, ibu kota Kabupaten Belu, di Pulau Timor yang berbatasan langsung dengan Timor Leste ini, masih sangat perlu perhatian lebih Pemerintah Pusat dan kerja keras Pemerintah Daerah. Presiden RI telah berkunjung delapan kali ke NTT dan tiga diantara juga ke Belu, pembangunan dan perbaikan sesuai nawacita ketiga, "...membangun Indonesia dari pinggiran.." telah terlihat, walaupun masih sangat banyak keprihatinan.
Dalam sesi berbagi pengalaman dengan ratusan Kepala Sekolah dan Guru se-Atambua, terungkap bahwa ketersediaan guru sesuai kualifikasi Sarjana Strata Satu masih jauh dari kebutuhan. Pengalaman dan tips para diplomat memperoleh beasiswa, baik di dalam, di luar negeri maupun berwirausaha untuk membiayai pendidikan sendiri mendapat sambutan antusias.
Namun, kesulitan dasar seperti anggaran terbatas yang berdampak pada fasilitasi akses internet dan buku-buku yang minim untuk peroleh informasi menjadi penghalang utama. Masalah lainnya adalah kondisi ekonomi para pengajar yang diantaranya hanya menerima gaji sejumlah 10% dari UMR Jakarta 2018. Walau demikian, semangat para guru untuk mencerdaskan sekitar 70.000 siswa-siswi Belu tidak terhalang bukit-bukti berbatu dan efek ketimpangan pembangunan tersebut.
ADVERTISEMENT
Ibu Maria, guru yang mengajar di salah satu sekolah di kaki gunung di tengah kesulitannya ternyata berhasil mendidik anak-anaknya, diantaranya mendapat beasiswa LPDP, diterima di IPDN maupun lulus tes kepolisian.
Sementara Bapak Yanto, sangat simpati dan menaruh perhatian besar pada anak-anak negara tetangga, RDTL, yang menyeberang ke Belu, namun tidak bisa bersekolah karena belum terdapat sistem persamaan ijazah. .
Setelah Joni, sebenarnya terdapat dua momen mengharukan lainnya. Pertama adalah suara emas salah satu senior Joni di barisan paduan suara menyanyikan lagu Gugur Bunga yang menguras emosi. Menghanyutkan pada momen renungan makam pahlawan tengah malam sebelumnya ketika banyak lilin menyala di kubur tanpa nama.
Lalu, kedua ketika upacara penurunan bendera, dimana hantu kejadian pagi pasti masih membayangi. Setelah para Paskibra berhasil menjalankan tugas dengan sempurna dan berbaris keluar dari lapangan upacara, seketika terdengar teriakan histeris ramai ekspresi kelegaan yang sangat menyentuh.
ADVERTISEMENT
Kisah Joni menjadi pemuncak kegiatan pengabdian yang berubah menjadi momen-momen pencerahan. Seperti pepatah 'Kasih anak sepenggalan, kasih ibu sepanjang jalan', maka satu minggu berada di Kota Perbatasan adalah bentuk kasih ibu pertiwi yang selalu konsisten untuk mengingatkan anak-anak bangsa, pentingnya saling peduli dan merendahkan hati.