Konten dari Pengguna

Bagaimana Kalau Direbus?

Abdulah Wisesa
Wakil Sekretaris Dewan Kesenian Indramayu (DKI), membidangi pada Pengembangan Bahasa dan Sastra di Lembaga Basa dan Sastra Dermayu (LBSD), dan aktif di Lembaga Kebudayaan Indramayu (LKI). Pelayan sayur yang mencintai kata antaraksara
28 Februari 2022 10:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdulah Wisesa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sepiker Musala Al-Islam, Bulak Lor Jatibarang Indramayu. Foto: istimewa/Toing (27/2/2022)
zoom-in-whitePerbesar
Sepiker Musala Al-Islam, Bulak Lor Jatibarang Indramayu. Foto: istimewa/Toing (27/2/2022)
ADVERTISEMENT
Taukah Anda, bahwasannya TOA tidak ada dalam KBBI, loh. Banyak dari kita bahwa TOA disebutnya pengeras suara. Pada kenyataannya, pernyataan ini kurang tepat. TOA adalah nama merek dagang elektronik. Lantas yang termaktub dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) apa? Tentunya sepiker yang artinya pengeras suara. Kosakata sepiker serapan dari bahasa Inggris, yaitu speaker.
ADVERTISEMENT
Sepiker dan anjing tidaklah salah karena keduanya termasuk kelas kata nomina atau benda. Bahkan untuk digunakan bagaimana pun tak salah. Oleh sebab itu, siapa yang salah? Para penggunanya yang tidak mengerti atau menyalahi aturan yang berlaku, azan subuh dikumandang di masjid pada pukul sembilan pagi, misalnya. Dalam hal ini, sepiker tidak salah, tetapi yang mengumandangkanlah yang kurang tepat.
Sampai kapan berakhirnya pembahasan masalah sepiker dan anjing berakhir? Sudah redakah? Barangkali mereda dengan sendirinya atau ada tindakan yang intens, misalnya klarifikasi sekaligus meminta maaf kepada khalayak ramai melalui media. Hal ini bukan berarti menyudutkan Gus Yaqut.
"Zaman sekarang beda dengan zaman dahulu, zaman sekarang ongkosnya mahal'' penggalan lirik lagunya Iwan Fals-Penyanyi Jalanan. Zaman sekarang jangan ditanyakan lagi dengan berita, tinggal klik, maka terbukalah apa yang ingin diketahui. Berita apa saja sedang populer atau menarik untuk dikomentari. Sebagian dari pengguna media sosial selalu cepat menjustifikasikan: ini kurang beradab disampaikan, ini tidak pantas ditampilkan, di mana-mana cas-cis-cus. Sebagian pengguna lainnya tidak menjustifikasikan, tetapi mencari referensi atau tabayun. Kebanyakan dari kita yaitu ikut merayakan ketidaktahuan.
ADVERTISEMENT
Anjing Menurut Syekh Nawawi Banten
Pada umumnya orang mengecap anjing menjijikkan, najis, dan tentunya haram untuk dimakan. Pada umumnya pula, kebanyakan umat Islam sangat berhati-hati apabila di sekitarnya ada anjing. Pasalnya, anjing termasuk binatang yang tingkat najisnya paling tinggi. Akan tetapi, dengan najisnya yang mahaberat, anjing memiliki nilai baik menurut Syekh Nawawi Banten.
Pada kitab fikih mazhab Imam Syafii, anjing ialah binatang yang dihukumi najis yang tidak ringan. Lantas apa saja yang diambil positifnya pada binatang yang menggonggong? Berikut Syekh Nawawi Banten dalam fikih yang bermazhab Imam Syafii dalam kitab Kasyifatus Saja, yaitu pada pasal Fi Bayani Al-Ayan An-Najisah.
ADVERTISEMENT
Sepuluh poin yang nilainya berpengaruh baik antara hamba kepada Sang Pencipta. Alangkah baiknya seorang tokoh atau kita untuk becermin dahulu sebelum menyampaikan kepada khalayak ramai. Tentunya menyampaikan dengan eufemisme yang baik. ''Cermin tidak menipu penampilan" kata pengarang novel Salah Asuhan, Abdul Muis.
Analogi Azan yang Kurang Tepat
Kumandang azan bukan sekadar menandakan masuknya waktu salat saja, melainkan untuk bayi yang baru lahir, orang kesurupan, ketika bepergian jauh (musafir), dan seterusnya. Saat ziarah, pernah menyaksikan jamaah lain mengumandangkan azan sebagai zikir. Lafaz-lafaz azan menggemuruh dalam sunyi.
Pada media sosial ramai dengan azan yang dianalogikan dengan anjing. Oleh karena itu, sebagian dari kita tak acuh dengan ramainya berita mengenai azan. Sebagiannya lagi acuh dengan ketidakwajaran yang disampaikan oleh Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Entah video itu dipotong atau tidak, tetaplah kurang tepat.
ADVERTISEMENT
Aturan mengenai azan sebenarnya sudah diatur pada tahun 1987. Hanya saja ketidaktahuan kita akan informasi tersebut. Hal ini berawal dari surat edaran salah satu poin penting—diatur dalam surat edaran untuk mengatur durasi takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala pada saat malam takbiran yang dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara bagian luar sampai pukul 22.00 waktu setempat. Dari sini, mencuat sampai mengenai azan.
Pada SE Menag No 5. Tahun 2022, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala dengan tujuan meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga. Dengan demikian yang dimaksud dari Menag yaitu mengatur volume sesuai kebutuhan, maksimal 100 dB.
Seandainya waktu Gus Dur melontarkan Al-Quran itu porno pada masa sekarang atau sudah adanya media sosial, besar kemungkinan seperti yang dialami Menag: digoreng sampai matang. Mengingat kekurangan minyak goreng yang belum pulih di negara yang kaya ini, bagaimana kalau direbus saja?
ADVERTISEMENT
Puisi Bagian dari Obat
Berangkat dari sepiker yang masih hangat setelah direbus, teringat puisinya K.H. A. Mustofa Bisri atau yang biasa akrab dipanggil Gus Mus dari Rembang, Jawa Tengah. Puisi bagian dari obat untuk menenteramkan jiwa yang sedang lelah. Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah juga pernah membacakan puisinya Gus Mus dan hampir saja dilaporkan oleh Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) karena penggalan puisi pada bait "Kau bilang Tuhan sangat dekat. Kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara setiap saat." Puisi setidaknya untuk wawas diri.
Kau ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana
Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kafir
ADVERTISEMENT
Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin plan
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau serimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku takwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau mencontohkan yang lain
Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggil-Nya dengan pengeras suara setiap saat
ADVERTISEMENT
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap wallahualam bissawab
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah kuplilih, kau bertindak sendiri semaumu
ADVERTISEMENT
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana
Rembang, 1987.
Perspektif menghadapi kehidupan bukan sekadar enaknya kongko-kongko di lepau. Ada waktunya untuk tidak enak dalam menjalani seni kehidupan. Jalan tidak seterusnya mulus, suatu saat akan berlubang.
ADVERTISEMENT