Merawat Bahasa Ibu Internasional

Abdulah Wisesa
Wakil Sekretaris Dewan Kesenian Indramayu (DKI), membidangi pada Pengembangan Bahasa dan Sastra di Lembaga Basa dan Sastra Dermayu (LBSD), dan aktif di Lembaga Kebudayaan Indramayu (LKI). Pelayan sayur yang mencintai kata antaraksara
Konten dari Pengguna
22 Februari 2022 10:30 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdulah Wisesa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lembaga Kebudayaan Indramayu dan Lembaga Bahasa dan Sastra Indramayu, dalam Peringatan Dina Basa Mimi Sejagat 2022, Senin (21/2/2022). Foto: Istimewa/Sukamto
Bangsa yang mempunyai pengaruh besar dalam bahasa di antarbangsa Indonesia. Setiap pulau memiliki bahasanya sendiri dan setiap daerah juga memiliki bahasa sendiri. Di Indonesia ada nuansa keberagaman yang mengikat tak kurang dari 270 juta jiwa dalam balutan 1.340 suku bangsa dan 718 bahasa daerah. Hari ini, bahasa asing merupakan tuntutan yang harus dikejar agar mampu bersaing di ranah global. Namun, bahasa daerah tak boleh sirna, menjadi khazanah kekayaan bangsa yang harus dirawat dan digaungkan ke ranah internasional. Tak perlu khawatir, karena bahasa Indonesia mampu untuk mempersatukan perbedaan dalam lingkup kebhinekaan.
ADVERTISEMENT
Bahasa Ibu
Indonesia kaya akan bahasa, yakni bahasa Ibu. Kita bersyukur hidup di negara yang memiliki bahasa persatuan secara konstitusi dan tentunya indah dengan alam yang memesona. Di negara lain, ada yang tidak memiliki bahasa persatuan atau bahasa resmi dari negara tersebut di antaranya Amerika Serikat, Meksiko, Ethiopia, dan negara lainnya. Sulitlah bagi yang tidak memiliki fondasi bahasa.
Berbahasa tidak bisa dijadikan tolok ukur. Artinya, ketebalan iman berbahasa dapat diukur atau tidaknya dari pola keseharian. Oleh karenanya, seseorang menempatkan bahasa yang tepat di mana seseorang bertutur dalam bahasa. Terkadang, dalam tempat bekerja juga kita diwajibkan berbahasamempertahankan Bahasa Ibu Internasional.
Dalam bukunya Ajip Rosidi, Korupsi dan Kebudayaan, mengatakan, "Rasa nasionalisme atau rasa kesadaran kebangsaan itu tidak ada hubungannya dengan mempergunakan bahasa Indonesia dalam lingkungan keluarga atau bicara dengan sekampung." Oleh sebab itu, berbicara bahasa Ibu atau bahasa Indonesia, belum bisa atau belum tentu menipiskan iman rasa kenasionalannya. Besar kemungkinan, orang yang berbicara berbahasa yang resmi seperti mendapatkan rasa kenasionalan melalui bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bahasa Indonesia memanglah bahasa persatuan dalam negara Indonesia. Kebanyakan orang sudah lalai akan bahasanya sendiri, yaitu bahasa daerah. Kebanyakan orang, berbahasa Indonesia lebih tinggi bahasanya, dan seperti yang disebutkan di atas, seperti mendapatkan rasa nasional melalui bahasa Indonesia. Apalagi bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa asing. Hal seperti ini dianggap lebih mudah dituturkan oleh mereka yang senang gaya berbahasa yang tak teratur atau sekadar untuk berlagak saja.
Pemertahanan dan Perayaan Bahasa
Pada tanggal 21 Februari dinyatakan sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Pada tahun ini, tepatnya hari Senin. Pernyataan ini ditetapkan oleh UNESCO pada 17 November 1992. Oleh sebab itu, banggalah yang mempunyai bahasa resmi secara de facto. Bahasa Ibu yang kita dengar sejak kecil diajari oleh kedua orang tua dengan bahasa Ibunya, dengan bahasa daerahnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak kenal dengan Ajip Rosidi kelahiran Majalengka, Jawa Barat, beliau mempertahankan bahasa Ibunya. Sehingga beliau mendirikan Rancage. Tiap daerah, selalu mengirim karya bahasa Ibunya untuk diikutsertakan dalam lomba Rancage. Hal ini tak lain untuk mempertahankan sastra daerah. Setelah Ajip Rosidi meninggal dunia, Anugerah Sastera Rancage tetap berjalan.
Pelajaran bahasa di sekolah seolah hanya untuk gaya berbicara, untuk pengembangan sastra dan lainnya lumayan, tetapi kurang kuat. Hal ini ditegaskan Ajip Rosidi (2009: 157) "Pelajaran bahasa hanya sebatas agar orang dapat berbicara yang walaupun tidak tersusun baik, asal bisa dimengerti oleh lawan bicaranya sudah dianggap cukup. Kesastraan tidak dianggap penting. Maka meskipun diakui oleh pakar—termasuk pakar asing—bahwa kesusasteraan daerah Nusantara itu kaya dan indah, tidaklah dianggap cukup berharga untuk diajarkan di sekolah secara intensif".
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, sepanjang tahun di Indramayu ikut merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional yang digagas oleh budayawan, yakni Supali Kasim. Acara dimeriahkan dengan bahasa yang digunakan bahasa Indramayu, dari mulai pidato, monolog, baca puisi, tembang klasik, stand up comedy, baca cerpen sampai doa.
Pada tahun 2021, para pegiat bahasa Jawa Dermayu sepakat bahwa dalam acara Hari Bahasa Ibu Internasional dikenakan denda lima ribu, apabila yang tampil atau yang bertanya memakai bahasa Indonesia. Hal ini semata-mata untuk melestarikan dan tetap menjaga bahasa Ibu. Bukan bermaksud apa-apa. Dan pernyataan itu disepakati oleh semua yang hadir.
Pada kesempatan tahun ini, pegiat bahasa Indramayu menggandeng pemerintah kabupaten untuk merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional yang tepatnya tanggal 21 Februari 2022. Pemkab Indramayu menyambut baik dalam acara ini. Tentunya membawa semangat baru dalam upaya (perlindungan) mengampanyekan bahasa Ibu atau bahasa Mimi pada media pemerintahannya.
ADVERTISEMENT
Sering menyaksikan ketika orang pulang ke kampung halaman, bahasa Ibu yang dahulunya diajarkan atau bahasa daerahnya kini tak diacuhkan lagi. Sudah banyak menggunakan bahasa persatuan. Barangkali sudah terbiasa dengan bahasa Indonesia. Setiap bahasa mempunyai tempatnya masing-masing. Bukan berarti untuk meninggalkan bahasa Ibu. Semoga kita masih sanggup.