news-card-video
11 Ramadhan 1446 HSelasa, 11 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Sekitar Kontroversi Vaksin Campak dan Rubella

Dr Sampurno
Ketua BPOM 2001-2006. Dosen Magister Bisnis Farmasi Universitas Gadjah Mada dan Universitas Pancasila
29 Agustus 2018 3:50 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr Sampurno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Vaksin MR (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Vaksin MR (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Penyakit campak dan rubella merupakan salah satu penyebab kematian balita di Indonesia dan negeri ini memiliki kasus penyakit tersebut nomor sembilan terbesar di dunia.
ADVERTISEMENT
Apabila tidak ada upaya perlindungan yang efektif, penyakit ini akan mengancam keselamatan jiwa berjuta-juta anak Indonesia. Penyakit tersebut sampai sekarang belum ada obatnya. Satu-satunya pilihan adalah pemberian vaksin kombinasi campak dan rubella untuk memberikan kekebalan pada anak-anak.
Virus Rubella dan Penyakit Cacat Bawaan
Pada tahun 1960-an untuk pertama kalinya diisolasi virus rubella dari jaringan bayi yang diaborsi karena ibu dan janin terinfeksi virus rubella liar yang menimbulkan risiko cacat lahir serius dan fatal.
Virus yang diisolasi tersebut dikonfirmasi sebagai penyebab congenital rubella syndrome (CRS) yakni infeksi pada janin dalam kandungan yang disebabkan oleh virus Rubella. Janin yang mengalami CRS akan mengalami aborsi/keguguran atau lahir mati, gangguan pertumbuhan otak, dan kelainan jantung bawaan serta sejumlah penyakit fatal bawaan lainnya.
ADVERTISEMENT
Virus tersebut kemudian “ditanam dan dibiakkan” di berbagai sel termasuk sel ayam bertunas, berbagai sel mamalia. Pilihan terbaik ternyata pada Human Diploid Cell (HDC) karena virus berhasil mengalami pelemahan menjadi strain vaksin dan terbukti aman ketika diberikan pada manusia.
HDC adalah teknologi kultur virus yang awalnya diambil dari jaringan fibroblast paru-paru bayi yang diaborsi karena infeksi Rubella. Dengan bioteknologi dibuat jaringan sehingga sel tersebut seragam. Dengan teknologi itu kultur virus tidak lagi diambil dari jaringan sel manusia.
Penggunaan HDC untuk bahan tumbuh virus rubella dinyatakan aman, bebas dari kontaminasi dan stabil secara genetik. Virus kemudian akan diisolasi dari tempat tumbuhnya dan dipurifikasi dengan proses yang panjang untuk menghasilkan virus murni dan aman.
ADVERTISEMENT
Teknologi produksi vaksin campak saat ini menggunakan embrio telur unggas/ayam atau menggunakan jaringan sel HDC, sedangkan vaksin rubella hanya menggunakan HDC.
Sekarang ini strain vaksin measles dan rubella (Vaksin MR) untuk seluruh dunia berasal dari WHO yaitu Rubella Wistar A 27/3, measles Edmonstone Zagreb. Strain ini sudah melalui proses yang panjang mulai passage pelemahan, pemurnian, dan standarisasi mikrobiologi sebagai indukan atau master seed. Seed strain ini yang distandarkan secara klinis setelah menjadi produk dan digunakan di seluruh dunia.
Vaksin MR Haram atau Halal?
Vaksin MR yang digunakan di Indonesia diimpor dari Serum International India (SII) dengan menggunakan master seed atau indukan yang diperoleh dari WHO. Permasalahannya adalah Vaksin MR produksi SII tersebut difatwa oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai produk haram karena mengandung unsur babi/porcine.
ADVERTISEMENT
Menurut fatwa MUI vaksin MR yang diimpor dari India itu boleh digunakan berdasarkan kedaruratan, karena tidak ada pilihan lain. Sejujurnya fatwa MUI ini menimbulkan keraguan bagi sementara kalangan umat Islam karena tidak adanya ketegasan.
Komponen kritis yang menimbulkan kontroversi tersebut adalah tripsin yang digunakan untuk memisahkan virus dari selnya ketika proses pembuatan vaksin.
Sebenarnya pada proses pembuatan vaksin MR, tripsin ini harus dihilangkan/dilenyapkan dengan ultrafiltrasi dan khromatografi sampai tidak ada trace dari residu tripsin dalam bentuk DNA babi.
Untuk melacak DNA babi ini dilakukan pengujian dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Metoda PCR ini memperbanyak atau replikasi DNA secara enzymatic tanpa menggunakan organisme.
Ilustrasi Vaksin MR (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Vaksin MR (Foto: Shutterstock)
Vaksin MR tidak ada DNA Babi?
ADVERTISEMENT
Dengan menggunakan teknologi PCR akan diketahui ada tidaknya elemen porcine bahkan akan dapat terindentifikasi sampai trace DNA babi.
Apabila dengan teknologi PCR tidak diketemukan DNA porcine, bisa dipastikan Vaksin MR negatif dari DNA porcine. Sebab jika masih ada DNA babi maka PCR akan memperbanyak DNA babi tersebut sehingga dapat teridentifkasi.
Vaksin MR buatan SII itu diinformasikan telah dilakukan pengujian laboratorium dengan PCR dan dipastikan tidak terdapat trace porcine, dengan kata lain bebas dari DNA babi.
ADVERTISEMENT
Seharusnya MUI mengumumkan secara terbuka kepada publik hasil pengujian Vaksin MR yang dilakukan dengan PCR, apakah masih ada trace atau residu porcine dalam produk akhir Vaksin MR.
Jika hasil pengujian laboratorium negatif porcine, katakan Vaksin MR tidak mengandung babi. Apabila terlacak trace DNA porcine katakan bahwa Vaksin MR mengandung babi. Jadi jelas dan tegas untuk masyarakat luas.
Dalam konteks untuk memberikan fatwa terhadap Vaksin MR, seyogyanya MUI selain merujuk pada dalil fikih, juga melakukan kajian bioteknologi pembuatan vaksin.
Semestinya MUI juga mengkaji telaahan yang dilakukan oleh ulama-ulama di banyak negara Islam dan sebaiknya mengundang juga para ahli bioteknologi muslim untuk didengar pendapatnya. Dengan demikian fatwa MUI akan lebih komprehensif mencakup perspektif fikih dan IPTEK vaksin.
ADVERTISEMENT
Perlu dikemukakan bahwa Bio Farma di Bandung saat ini sedang mengembangkan vaksin-vaksin baru dengan menggunakan material non-animal origin, tidak hanya bebas dari porcine dan bahan non-halal lainnya, tetapi juga aman dari risiko penyakit yang dibawa dari bahan hewan.
Ke depan, Indonesia memang tidak perlu tergantung dari vaksin impor yang bermasalah kehalalannya.