Dua Masjid Agung di Kopenhagen

Donna IF
Pembelajar. Pernah tiga tahun belajar (ke)hidup(an) di Denmark, dan sangat terinspirasi.
Konten dari Pengguna
14 Juli 2018 1:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Donna IF tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dua Masjid Agung di Kopenhagen
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Foto: Kubah dan menara masjid Imam Ali (sumber: Flickr)
Eropa dalam sejarahnya pernah menjadi pusat kekristenan (christianity) dunia. Hingga saat ini, Kristen masih menjadi agama terbesar di benua Eropa.
ADVERTISEMENT
Denmark adalah salah satu negara Eropa yang berlandaskan tradisi kekristenan. Sesuai yang tertera dalam konstitusi bahwa agama negara adalah Kristen Lutheran, aliran tersebut dianut oleh hampir 80% penduduk Denmark. Tak heran jika di negara berpenduduk sebanyak 5,7 juta orang itu sangat banyak dijumpai gereja. Menariknya, karena rata-rata memiliki arsitektur yang indah, gereja juga telah menjadi objek wisata atau ikon beberapa kota di sana.
Bukan cuma gereja, ternyata Denmark juga mempunyai tempat ibadah bagi pemeluk agama-agama lain. Meskipun hanya ada satu agama negara, kebebasan beragama di Denmark dijamin oleh konstitusi. Agama yang juga dianut oleh sebagian penduduk di sana, antara lain adalah Islam, Katolik, Kristen Ortodoks, Yahudi, Budha, Hindu, dan Sikh.
ADVERTISEMENT
Islam adalah agama dengan jumlah penganut terbanyak kedua di Denmark. Menurut hasil penelitian yang dirilis pada bulan Oktober 2017, penduduk Denmark beragama Islam berjumlah lebih dari 300.000 orang, atau sekitar 5,3% dari total populasi. Sebagian besar Muslim di sana berlatar belakang pendatang dari Turki, lalu diikuti Suriah, Irak, serta negara-negara lainnya di Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika.
Berdirinya Masjid Bermenara
Saat ini terdapat kurang lebih 170 masjid di negara Nordik itu. Setiap masjid biasanya didirikan oleh komunitas tertentu, yang secara alamiah terbentuk berdasarkan latar belakang bangsa atau negara asal. Selama berpuluh-puluh tahun masjid di Denmark hanya menggunakan gedung biasa, tanpa arsitektur dan ornamen yang khas. Namun pada tahun 2014, untuk pertama kalinya di negara itu berdiri masjid yang dilengkapi dengan menara. Letaknya di ibu kota Denmark, Kopenhagen.
ADVERTISEMENT
Masjid itu diberi nama Hamad Bin Khalifa Civilisation Center (HKCC), dan disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di Eropa. Tidak hanya masjid, di dalam kompleks seluas 6.700 meter persegi itu juga terdapat fasilitas publik, seperti ruang pertemuan, teater mini, dan pusat kebugaran.
Dua Masjid Agung di Kopenhagen (1)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Hamad Bin Khalifa Civilisation Center (sumber: Wikimedia Commons)
Berselang satu tahun, masjid Imam Ali yang juga memiliki menara dan kubah didirikan di Kopenhagen. Masjid ini berukuran 2.100 meter persegi dan memiliki dua buah menara setinggi 32 meter. Jika jemaah masjid HKCC umumnya merupakan kelompok Sunni, jemaah yang beribadah di masjid Imam Ali adalah kelompok Syiah.
Faktanya, kedua masjid tersebut berada di distrik yang sama, Nørrebro, dan berjarak hanya sekitar sepuluh menit satu sama lain dengan menggunakan moda sepeda atau mobil. Nørrebro memang dikenal sebagai salah satu area di Kopenhagen yang banyak dihuni oleh penduduk Muslim. Di area seluas 3,82 kilometer persegi (kira-kira sama dengan kelurahan Duri Kepa di Jakarta Barat) tersebut, banyak terdapat tempat makan dan toko daging halal, serta toko serba ada yang menjual berbagai produk asal Timur Tengah dan Asia.
ADVERTISEMENT
Berdirinya dua masjid agung di ibu kota negara, HKCC dan Imam Ali, merupakan momen yang sangat bersejarah, sekaligus bentuk pengakuan terhadap eksistensi dan harapan komunitas Muslim di Denmark untuk mendapatkan tempat ibadah seperti yang dimiliki oleh saudara-saudaranya di tempat lain. Lepas dari persoalan keyakinan, simbol kubah dan menara bisa jadi mengobati kerinduan mereka akan nuansa islami di kampung halaman.
Berbeda Tak Berseteru
Meskipun terdiri dari komunitas-komunitas yang berbeda latar belakang bangsa dan paham, tidak tampak ada perseteruan di antara Muslim di Denmark.
Sebagai sesama kalangan “minoritas” jauh dari negeri asal, masing-masing komunitas Muslim di sana seperti teralihkan dari perbedaan dan perdebatan yang memisahkan mereka. Para jemaah sudah cukup sibuk dengan aktivitas yang memperkuat tali persaudaraan dalam komunitas atau masjidnya sendiri, yang merupakan support system terpenting setelah keluarga. Di sana mereka saling berbagi pengetahuan, memberdayakan, dan bersama-sama menurunkan ilmu agama kepada generasi mudanya.
ADVERTISEMENT
Terutama saat ini, ketika label negatif banyak diberikan kepada Muslim di Eropa, bersama-sama mereka bisa berjuang melawan stigma untuk dapat terus diterima di tengah-tengah masyarakat Denmark, yang kini sudah menjadi tempat mereka menetap.
Nyatanya, alih-alih menjadi eksklusif, kedua masjid agung itu justru mengedepankan identitas sebagai masjid yang “terbuka bagi semua”.