Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Bismillahi Rahmanir Rahim
1 September 2018 5:59 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Donny Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Katakanlah (Muhammad): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
ADVERTISEMENT
Q.S Ali Imran ayat 31.
Tidak ada titik yang benar-benar tercapai, karena titik itu akan terus nyambung ke garis yang melewatinya. Semua pencapaian siapapun, apapun, di dunia ini tidak akan pernah berhenti pada satuan waktu. Mau tidak mau apa yang kita lakukan abadi. Kholidina Fiha Abada.
Jika cita-cita kita benturkan dengan titik pencapaian, misalnya cita-cita menjadi seorang pilot, maka itu bukan cita-cita. Cita-cita itu proses berikutnya setelah meraih titel tertentu. Pandangan mudahnya, perkataan “selamat anda sudah menjadi seorang menteri” misalya, itu lebih baik diucapkan disaat dia sudah selesai mendedikasikan waktu dan tenaganya menjadi seorang menteri. Teringat ucapan Abdullah Hehamahua yang tidak pernah mengucapkan selamat kepada setiap kenalannya yang menjabat menjadi pejabat negara, sampai dia menyelesaikan masa tugasnya.
ADVERTISEMENT
Untuk hidup? Ada titik “penyelesaian tugas hidup”? Bahkan setelah matipun, apakah selesai sudah tugas kita? Sudah tidak ada proses berkelanjutan lagi? Walau sudah tidak berjalan-jalan di dunia, bukankah masih ada 3 amalan yang menembus ruang dan waktu, yang bisa merubah kondisi kita setelah dikubur? Karena sebenarnya, dan sesungguhnya kita selalu kekal dan abadi.
Kalau dibungkus dalam pertanyaan, apa yang kita bawa ke proses keabadian? Tidak bisa mundur. Apa yang enak kita bawa kemana-mana di alam ini dan alam nanti, dan alam-alam seterusnya? Apa nama barang itu, yang efektif dan efisien bisa kita bawa, bisa kita pakai untuk segala hal, tidak menyusahkan saat kita membawanya, bahkan dengan barang itu, orang lain pun bisa kita bagi, dan yang paling penting barang bawaan kita itu tidak akan pernah habis dan serta merta ikut kekal dan abadi?
ADVERTISEMENT
Bagi saya yang mengenal Tuhan, dan saya yang diciptakanNya, maka sudah pasti saya membawa “Dia” kemana-mana. Entah dalam bentuk apa. Tidak penting. Karena Dia bisa menjadi apapun yang Dia suka. Dia bisa maju mundur ke masa-masa lain, bisa membangun sekaligus menghancurkan, pokoknya terserah-serah Dia.
Tetapi kita tidak pernah disuapi tentang bagaimana indahnya Dia. Sepengalaman saya, Dia seringkali di seram-seramkan, kalau benar Dia suka, kalau salah Dia marah. Kenapa tidak diceritakan ke telinga, bahwa Tuhan itu dasarnya Cinta. Karena cinta juga sudah agak berkurang nilainya. Kalau cinta harus galau, cabe-cabean, monyet-monyetan, lagu galau, mencumbu, ita-itu.
Lupa atau tak tau, ibumu mengandungmu itu cinta. Ayahmu banting tulang berkeringat darah itu cinta. Kakak yang memandikan adiknya, memakaikan baju dan melindunginya saat bermain, itu cinta. Adik yang mengalah dan memberikan makanan yang disukai ke kakaknya, itu cinta. Tetangga yang rela datang membawa makanan enak, itu cinta. Rekan kerja yang rela menyisihkan waktunya untuk mendidik rekan kerja lainnya agar bisa bertahan di pekerjaan, atasan yang rela meluangkan waktu dan tenaga berlebihnya agar bawahannya sejahtera, itu cinta. Suami-istri yang rela menunggu kehadiran buah hati, dengan terus menerus berusaha dan berdoa kepada Tuhan, dan pada akhirnya hanya bisa dikasih anak angkat, dan dengan pemberian anak angkat itu, suami-istri mencurahkan semuanya walaupun bukan dari darah dagingnya, apalagi kalau bukan cinta? Kalau ada yang mendedikasikan waktunya di alam, dengan melestarikan hewan-hewan yang terancam punah, apa namanya kalau bukan cinta? Ada kakek yang menanam pohon berhektar-hektar luasnya, sampai sungai kering bisa mengalir lagi berkat jasanya, sendirian, demi penduduk sekitar, itu apa namanya kalau bukan cinta? Kalau Kanjeng Nabi Muhammad berkata “Ummati Ummati Ummati” sambil menitikkan air mata, apa namanya kalau bukan cinta? Kenapa cinta kita kerdilkan? Kenapa cinta harus sinetron dan lirik lagu galau? Bukankah dengan kita membawa cinta kemana-mana itu obat bagi segala penyakitmu penyakitku penyakitnya? Dalam Bismillahi Rahmanir Rahim apa yang terkandung didalamnya? Cinta.
ADVERTISEMENT