Konten dari Pengguna

Kebijakan Pajak Alternatif Tanpa Menaikkan PPN

Donny M Siradj
Ketua Perkumpulan Profesional & Pengusaha Nahdliyin (P2N)
9 Desember 2024 12:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Donny M Siradj tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjalan usai mengikuti rapat yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/10/2024). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjalan usai mengikuti rapat yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/10/2024). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pemerintah menghadapi dilema besar dalam rencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025.
ADVERTISEMENT
Satu sisi, sebagai salah satu sumber utama penerimaan negara, PPN punya peran vital dalam pembangunan. Tetapi di sisi lain, menaikkan PPN bisa berdampak fatal pada perekonomian masyarakat.
Dampak paling besar tidak hanya terjadi dalam bentuk menurunnya daya beli, tetapi juga akan dialami oleh pelemahan pertumbuhan UMKM dan masyarakat kelas menengah.
Dalam artikel ini, saya akan mengkaji implikasi kenaikan PPN ini dan menawarkan solusi alternatif untuk mendukung penerimaan negara tanpa memberatkan rakyat.
Urat Nadi Pembangunan
Hingga saat ini, pajak memang masih menjadi urat nadi pembangunan. 80 persen dari penerimaan negara bersumber dari pajak.
Tidak salah bila dikatakan bahwa berbagai program pemerintah, dari infrastruktur hingga pelayanan publik, masih sangat bergantung pada pajak.
ADVERTISEMENT
Yang menyedihkan adalah bahwa penerimaan pajak kita masih menghadapi tantangan besar, terutama masalah rendahnya tax ratio, yaitu rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Standar minimum Bank Dunia, rasio penerimaan pajak sebesar 15 persen, sementara saat ini, tax ratio Indonesia berada di kisaran 10 persen. Rasio pajak kita juga jauh di bawah lebih rendah dibandingkan negara maju yang rata-rata mencapai 34 persen.
Karena itulah, pemerintah merasa perlu menaikkan tarif pajak seperti PPN untuk menaikkan rasio pajak. Namun, yang perlu diingat adalah tarif PPN bukan satu-satunya cara untuk menaikkan rasio pajak.
Ada banyak negara yang berhasil meningkatkan rasio pajaknya tanpa membebani masyarakat dengan tarif tinggi.
Sejumlah pendekatan yang dipakai oleh negara-negara lain, dan bisa kita contoh antara lain adalah dengan pendekatan broad base, low rate, yaitu memperluas basis pajak dengan tarif yang rendah.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, basis pajak saat ini hanya mencakup sekitar 69 juta wajib pajak dari total populasi 280 juta. Masih besar ruang untuk perluasan dan extensifikasi wajib pajak.
Kebijakan Alternatif
Melihat besarnya protes dan penolakan dari masyarakat, pemerintah perlu mengkaji kebijakan alternatif untuk meningkatkan rasio pajak.
Memaksakan kenaikan PPN, bukan saja memperlambat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga bisa berdampak pada protes publik berkepanjangan, yang bisa berdampak pada instabilitas politik.
Tentu saja, masyarakt bukan tidak mau membayar pajak. Tetapi tingkat kepercayaan mereka pada pemerintah kini sedang berada di titik nadir.
Untuk itu, pemerintah perlu terlebih dulu membuat kebijakan yang mampu meningkatkan tingkat kepercayaan masyarkat sebelum mengambil kebijakan yang berdampak langsung pada ekonomi mereka.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk menaikkan rasio pajak, pemerintah perlu mengkaji kebijakan-kebijakan alternatif. Ada banyak kebijakan alternatif yang bisa diambil dan terbukti telah berhasil di banyak negara.
Di antara banyak opsi kebijakan alternatif, ada empat langkah yang bisa dipertimbangkan.
Pertama, pendekatan Broad Base, Low Rate. Perluasan basis pajak (Tax Base). Fokus kebijakan ini pada intinya adalah menurunkan tarif pajak tetapi memperluas basis pajak. Jika dilakukan dengan tepat, langkah ini dapat menjadi solusi untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat.
Kedua, Tax Amnesty dan Repatriasi Aset. Bagaimanapun, program pengampunan pajak selama ini cukup berhasil dalam menarik aset yang disimpan di luar negeri kembali ke Indonesia. Kebijakan ini dapat diulang untuk mendukung penerimaan negara.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Reformasi Administrasi Pajak. Banyak wajib pajak yang masih mengeluhkan birokrasi dan layanan pajak. Karena itu, perlu dilakukan digitalisasi sistem perpajakan dan perbaikan regulasi.
Langkah ini akan meningkatkan efisiensi serta kepatuhan wajib pajak. Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap wajib pajak besar yang belum sepenuhnya patuh.
Pada intinya adalah kebijakan pajak harus adil dan inklusif. Harus dipastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak mengorbankan masyarakat, terutama UMKM yang telah menjadi urat nadi dan tulang punggung perekonomian negara, berkontribusi terhadap 60% dari produk domestik bruto (PDB) dan 97% dari total job creation.
Masayarat sadar bahwa pajak penting untuk mendukung pembangunan nasional, tetapi menaikkan tarif pajak di saat tidak tepat, akan membuat mereka menolak kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Pajak bukan hanya persoalan angka, tetapi yang lebih penting dari itu adalah masalah nasib banyak manusia.
Karena itu, rencana pemerintah menaikkan PPN patut dipertimbangkan kembali. Menaikkan PPN bukanlah satu-satunya solusi untuk meningkatkan penerimaan negara.
Dengan memperluas basis pajak, menerapkan kembali program tax amnesty dan repatriasi, dan melakukan reformasi perpajakan, pemerintah dapat mencapai target penerimaan tanpa membebani masyarakat.