Konten dari Pengguna

Kampanye Anti-Vaksin AS Mendiskreditkan China

Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
11 Juli 2024 16:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Donny Syofyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sama seperti negara-negara lain dunia, Filipina juga terpukul keras oleh pandemi. Rakyatnya mengalami salah satu lockdown terpanjang di dunia dan kehilangan banyak nyawa. Sementara petugas kesehatan berjuang keras melawan musuh yang tak terlihat, ancaman diam-diam lainnya muncul di media sosial.
ADVERTISEMENT
Unggahan seperti ini mulai bermunculan: "China adalah virus yang sebenarnya. COVID berasal dari China dan vaksinnya juga berasal dari China." Unggahan tersebut berasal dari Juli 2020. Masih banyak lagi yang serupa. Setidaknya 300 akun menyebarkan disinformasi tentang pasokan pandemi China.
Akun-akun ini dijalankan oleh militer AS sebagai bagian dari operasi rahasia yang dimulai pada masa kepresidenan Donald Trump tahun 2020 dan dilanjutkan oleh penggantinya, Joe Biden, hingga musim semi 2021.
Operasi ini dirancang sebagai kampanye psikologis yang bertujuan untuk mendiskreditkan pasokan masker, alat tes, dan vaksin dari China.
Cara kerjanya seperti ini. Semuanya direncanakan di Pentagon, markas besar Departemen Pertahanan AS, dan dilaksanakan oleh pusat operasi psikologis militer AS di Tampa, Florida.
ADVERTISEMENT
Belum jelas apakah kampanye Amerika ini efektif, tetapi tidak diragukan lagi bahayanya. Keraguan terhadap vaksin meningkat tajam di Filipina.
Orang-orang tidak percaya pada vaksin dan menolak pergi ke pusat vaksinasi. Frustasi dengan lambatnya kemajuan, Presiden Rodrigo Duterte mengeluarkan ancaman: "Pilih vaksin atau saya akan memenjarakan Anda. Anda harus divaksinasi, jika tidak, saya akan memerintahkan semua kepala desa untuk mendata orang-orang yang menolak divaksinasi. Jika tidak, saya akan menyuntik mereka dengan Ivermectin, yang ditujukan untuk babi."
Bukan hanya Filipina. Kampanye disinformasi ini memiliki mandat luas. Militer AS juga diizinkan menargetkan media sosial China dengan cara serupa. Serangkaian akun palsu dibuat untuk mempengaruhi opini publik melawan pemerintah China.
Militer Amerika juga memperluas operasi mereka ke Asia Barat dan Asia Tengah. Sebagai contoh, mereka menargetkan umat Muslim di wilayah ini dengan menyebarkan teori bahwa vaksin Sinovac dari China mengandung gelatin babi, sehingga haram atau dilarang menurut hukum Islam.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, vaksin China terbukti tidak efektif, tetapi kampanye Amerika telah memberikan amunisi baru bagi Beijing. "Kami telah mencatat laporan yang relevan.
Fakta telah berulang kali membuktikan bahwa AS telah memanipulasi media sosial untuk menyebarkan informasi palsu, mempengaruhi opini publik untuk mencoreng citra negara lain.
Ini adalah praktik yang konsisten dilakukan oleh AS, dan China dengan tegas menentangnya," kata seorang pejabat China. Meskipun demikian, AS tetap menantang.
Laporan mengatakan Pentagon tidak memiliki rencana untuk menghentikan upaya propagandanya; bahkan, mereka berencana untuk melipatgandakannya.