Krisis Populasi di Jepang

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
13 September 2023 5:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Donny Syofyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Populasi Jepang menurun. Jepang baru-baru ini menerbitkan data yang menunjukkan bahwa angka kelahiran pada tahun 2022 kurang dari delapan ratus ribu jiwa. Ini bukanlah angka kelahiran yang diinginkan Jepang sampai tahun 2030.
ADVERTISEMENT
Angka kelahiran berjumlah separuh dari angka kematian tahun lalu. Ini berarti populasi Jepang menyusut sekitar 800.000. Hal ini telah menyebabkan kekhawatiran bagi Perdana Menteri Jepang dengan menyatakan bahwa negara Jepang akan hilang dari peta dunia.
Dalam beberapa bulan terakhir krisis populasi menjadi perhatian semua orang di Jepang. Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, mengatakan bahwa waktu untuk mengatasi krisis ini adalah sekarang atau tidak sama sekali, now or never. Dia telah berjanji untuk menggandakan jumlah dana untuk anak-anak dan keluarga.
Sebuah badan pemerintah baru yang memusatkan diri mengatasi krisis populasi telah didirikan pada April lalu. Mari kita mulai lihat angka-angkanya. Kelahiran tahun lalu turun di bawah 800 000. Ini adalah yang terendah sejak sensus dimulai pada tahun 1899.
ADVERTISEMENT
Sebagai perbandingan, kelahiran pada tahun 1970-an lebih dari 2 juta. Tingkat kesuburan telah turun menjadi 1,3, jauh di bawah 2.1 yang dibutuhkan untuk sebuah populasi yang stabil. Baik tingkat kelahiran dan populasi telah menurun selama bertahun-tahun hingga sekarang.
Ilustrasi ayah di Jepang. Foto: Shutterstock
Para peneliti mengatakan populasi Jepang bisa anjlok hingga 53 juta jiwa pada akhir abad ini. Mengapa ini terjadi? Pertama membesarkan anak itu mahal, terutama di Jepang di mana biaya perawatan anak telah meningkat tetapi ekonomi sebagian besar stagnan sejak awal 1990-an. Upah mengalami penurunan di Jepang secara nyata. Lalu ada urbanisasi.
Kota-kota memiliki ruang terbatas dan kurangnya tunjangan perawatan anak. Faktor lain adalah penolakan Jepang terhadap imigran. Negara-negara seperti Kanada dan Australia mendorong imigrasi untuk meningkatkan dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja di negara masing-masing. Jepang secara historis menolak migran. Ini turut memperburuk demografi Jepang.
ADVERTISEMENT
Tapi mengapa krisis populasi Jepang sangat akut? Negara-negara seperti China dan Korea Selatan dan bahkan banyak negara Barat juga memiliki tingkat kelahiran yang rendah. China bahkan mengalami penurunan populasinya tahun lalu untuk pertama kalinya sejak 1960-an.
Perbedaannya terletak pada demografi Jepang. Jepang adalah negara tertua kedua di dunia setelah Monako. Sekitar 29% dari populasi Jepang berusia 65 tahun atau lebih. Usia rata-rata di Jepang adalah sekitar 49 tahun dan terus meningkat.
Pejalan kaki yang mengenakan masker di tengah wabah virus corona, di Tokyo, Jepang. Foto: Kim Kyung-Hoon/REUTERS
Ini memengaruhi demografi Jepang di tahun-tahun datang ini. Kelimpahan orang-orang tua dan kelangkaan anak muda sangat potensial menghancurkan ekonomi Jepang.
Kebijakan dan program pemerintah untuk mengatasi masalah populasi sejauh ini banyak dikritik karena dianggap bersifat jangka pendek. Kebijakan yang ada di antaranya keringanan pajak untuk keluarga atau keringanan pinjaman bagi mahasiswa dan wanita bekerja yang punya anak-anak.
ADVERTISEMENT
Kebijakan-kebijakan ini gagal memberi insentif untuk memiliki keluarga besar di luar daerah perkotaan. Pemerintah juga disebut konyol, misalnya, ketika Narise Ishida, anggota Partai Demokrat Liberal Konservatif (LDP) pernah menyampaikan bahwa kurangnya anak-anak bukan karena tingginya biaya hidup di Jepang tetapi karena kaum muda bukan kekasih yang baik (good lover).
Dia menyarankan perlu diadakan survei untuk melihat dan mengetahui kemampuan romantis warga Jepang. Lebih lanjut anggota parlemen itu juga mengisyaratkan bahwa masyarakat konservatif Jepang, di mana romansa sebelum menikah adalah tabu, juga menjadi penyebabnya goyangnya hasrat untuk membangun keluarga dan hasrat memiliki anak-anak.
Apa pun alasannya, situasi populasi Jepang saat ini sangat mengerikan. Para peneliti mengatakan dekade ini sangat penting untuk mengembalikan Jepang ke haluan yang benar. Pemerintah perlu memusatkan semua energinya untuk menciptakan baby boom kembali. Jika tidak, Jepang tengah bergerak menuju hari senja yang gulita sebelum negara-bangsa ini benar-benar tenggelam dan menghilang.
ADVERTISEMENT