Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Metafora: Jembatan Ringkas dan Kaya Makna dalam Komunikasi Publik dan Politik
21 April 2025 9:50 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Donny Syofyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Metafora masih menjadi pilihan bagi manusia dalam mengungkapkan pesan, terutama dikalangan jurnalis dalam menyampaikan informasi kepada publik melalui media massa. Penggunaan metafora merupakan bentuk kreativitas berpikir yang menimbulkan keindahan berbahasa. Bentuk metafora dalam berbahasa menunjukkan ciri keekonomisan karena dapat menjelaskan situasi, konsep, atau gagasan dengan ringkas dan lebih komprehensif daripada ungkapan secara harfiah.
ADVERTISEMENT
Metafora tidak hanya sebagai gejala bahasa yang bersifat estetis dan retoris, tetapi juga sebagai gejala umum dalam aktivitas berbahasa bagi manusia. Metafora terpadu ke dalam bahasa dan pikiran, sebagai suatu cara untuk mengalami dunia dan digunakan untuk mengungkapkan suatu pemikiran atau konsep tertentu yang sering bersifat abstrak tentang suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian melalui pemetaan lintas ranah dalam sistem konseptual.
Dr. M. Surip, S.Pd., M.Si., dan Dr. H. Syaiful Rohim, S.Pd., M.Si dalam buku yang mereka tulis—Analisis Metafora: Komunikasi dan Politik (2024) terbitan Remaja Rosdakarya— menelaah berbagai metafora yang muncul dalam wacana komunikasi politik kontemporer. Meskipun buku ini tidak secara eksplisit menyebutkan daftar "metafora baru" yang terpisah, analisis mereka menyoroti beberapa kecenderungan dan contoh metafora yang relevan dengan dinamika politik saat ini.
ADVERTISEMENT
Beberapa jenis dan contoh metafora yang menonjol dalam wacana komunikasi politik kontemporer (yang bisa dianggap sebagai perkembangan atau penekanan baru) meliputi:
1. Metafora Digital dan Teknologi: Dengan semakin mendominasinya media sosial dan teknologi digital dalam arena politik, muncul metafora-metafora yang terinspirasi dari dunia ini. Contohnya:
o "Algoritma politik": Menggambarkan bagaimana preferensi dan data pengguna di media sosial memengaruhi penyebaran informasi dan pembentukan opini politik.
o "Ruang gema" (echo chamber): Melukiskan fenomena di mana individu hanya terpapar pada informasi dan pandangan yang menguatkan keyakinan mereka sendiri, seringkali terjadi dalam komunitas daring.
o "Perang siber" (cyber warfare): Digunakan untuk menggambarkan persaingan dan konflik politik yang terjadi di ranah digital, termasuk penyebaran disinformasi dan propaganda.
ADVERTISEMENT
o "Virus": Sering digunakan untuk menggambarkan penyebaran ideologi, hoaks, atau sentimen tertentu secara cepat dan meluas di media sosial.
2. Metafora Bencana dan Krisis: Dalam konteks isu-isu global seperti pandemi, perubahan iklim, dan krisis ekonomi, metafora yang berkaitan dengan bencana dan krisis menjadi lebih sering digunakan untuk membingkai situasi politik dan sosial. Contohnya:
o "Tsunami politik": Menggambarkan perubahan politik yang sangat besar dan mendadak.
o "Gelombang krisis": Melukiskan dampak beruntun dari suatu masalah atau kebijakan.
o "Medan perang melawan pandemi": Memframing upaya penanganan pandemi sebagai sebuah pertempuran.
3. Metafora Tubuh dan Kesehatan: Metafora yang menghubungkan politik dengan kondisi tubuh dan kesehatan juga tetap relevan, bahkan mungkin mengalami perluasan dalam konteks isu-isu kesehatan global. Contohnya:
ADVERTISEMENT
o "Politik yang sehat/sakit": Menggambarkan kondisi sistem politik yang berfungsi dengan baik atau mengalami masalah.
o "Imunitas kelompok" (herd immunity) dalam konteks politik": Meskipun kontroversial, konsep ini terkadang digunakan secara metaforis untuk menggambarkan ketahanan suatu kelompok atau ideologi terhadap pengaruh luar.
4. Metafora Permainan dan Olahraga: Metafora yang membandingkan politik dengan permainan atau olahraga terus digunakan untuk menyoroti aspek kompetisi, strategi, dan kemenangan/kekalahan. Namun, mungkin muncul variasi baru yang lebih spesifik pada jenis permainan atau olahraga tertentu. Contohnya:
o "Catur politik tiga dimensi": Menggambarkan kompleksitas strategi politik yang melibatkan banyak pihak dan isu.
Penting untuk dicatat bahwa "kebaruan" suatu metafora bisa bersifat relatif. Beberapa metafora mungkin merupakan adaptasi atau perluasan dari metafora yang sudah ada, namun digunakan dalam konteks dan dengan penekanan yang berbeda sehingga terasa baru.
ADVERTISEMENT
Tak kalah menariknya, buku ini juga mengulas jenis-jenis metafora politik meliputi; pertama, metafora nominatif. Metafora ini berbentuk kata atau frasa yang digunakan sebagai nama atau sebutan untuk sesuatu yang lain. Contohnya, "kutu buku" untuk orang yang suka membaca. Kedua, metafora predikatif. Metafora ini berbentuk klausa atau kalimat yang menggunakan kata kerja untuk menghubungkan dua hal yang berbeda. Contohnya, "politik adalah panggung sandiwara". Ketiga, metafora sintaksis. Metafora ini melibatkan perubahan struktur gramatikal untuk menciptakan makna kiasan. Contohnya, "Jakarta satu lembar baru".
Dengan demikian, penulis mengklasifikasikan metafora politik berdasarkan bentuk lingualnya menjadi metafora nominatif, metafora predikatif, dan metafora sintaksis.
Buku ini terdiri dari tujuh bab yang secara lengkap membahas konsep metafora, pengantar metafora pilitik, metafora dan wacana politik, jenis metafora politik, konseptualisasi makna metafora politik, metafora baru dalam wacana komunikasi politik dan pemakaian metafora dalam wacana politik.
ADVERTISEMENT
Buku ini mememliki sejumlah kelebihan yang bisa dinikmati oleh pembaca. Pertama, fokus pada metafora dalam konteks komunikasi dan politik. Buku ini secara spesifik membahas peran dan fungsi metafora dalam dua ranah penting, yaitu komunikasi dan politik. Ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana bahasa figuratif ini digunakan untuk menyampaikan pesan, membentuk opini, dan membangun narasi dalam konteks sosial dan kekuasaan. Kedua, analisis mendalam. Buku ini kemungkinan menawarkan analisis yang mendalam tentang berbagai jenis metafora, bagaimana metafora bekerja dalam wacana politik, dan dampaknya terhadap audiens. Dengan latar belakang penulis di bidang komunikasi, analisis yang disajikan kemungkinan kuat dan relevan.
Ketiga, relevansi dengan wacana kontemporer. Mengingat buku ini terbit pada tahun 2024, analisis di dalamnya kemungkinan besar mencakup contoh-contoh metafora yang relevan dengan dinamika politik dan komunikasi terkini, termasuk pengaruh media sosial dan isu-isu global. Keempat, perspektif akademis yang kuat. Dengan penulis yang memiliki gelar doktor di bidangnya, buku ini menawarkan perspektif akademis yang kuat dan berbasis teori. Ini menjadikannya sumber yang kredibel bagi para akademisi, peneliti, dan mahasiswa yang tertarik dengan studi metafora, komunikasi politik, dan analisis wacana.
ADVERTISEMENT
Kelima, potensi aplikasi praktis. Pemahaman tentang metafora dalam komunikasi politik dapat memiliki aplikasi praktis bagi para praktisi komunikasi, politisi, analis politik, jurnalis, dan siapa saja yang terlibat dalam produksi dan analisis pesan politik. Buku ini dapat membantu mereka untuk lebih efektif dalam menggunakan dan memahami bahasa figuratif dalam konteks politik. Keenam, kontribusi pada kajian bahasa dan politik di Indonesia. Sebagai karya dari akademisi Indonesia, buku ini berpotensi memberikan kontribusi yang signifikan pada kajian bahasa dan politik dalam konteks Indonesia, mungkin dengan menyertakan contoh-contoh kasus dari wacana politik di Tanah Air.