Perbudakan Modern dalam Industri Fesyen

Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
24 Agustus 2023 6:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Donny Syofyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekitar 50 juta penduduk Bumi hari ini mengalami apa yang disebut sebagai perbudakan modern. Perbudakan, yang merupakan tragedi masa lalu, terus saja berlangsung sampai sekarang, bahkan menunjukkan tanda-tanda peningkatan. Angkanya mengalami kenaikan sebesar 10 juta sejak 2018.
ADVERTISEMENT
Perbudakan modern ini terus terjadi dalam dunia dan industri fesyen. USD 148 miliar industri fesyen dihasilkan oleh tenaga kerja paksa. Begitu juga dengan produksi tekstil senilai USD 13 miliar.
Para pemilik merek ternama global menyadari hal itu. Namun, mereka terus saja mengeksploitasi para pekerja. Salah satu yang kini dibidik adalah Ralph Lauren, raksasa fesyen. Perusahaan ini dituduh telah menggunakan warga Uighur di China sebagai tenaga kerja paksa.
Kita menyebutnya fesyen kelas atas (high fashion). Semua selebritas papan atas nyaris mengenakan merek ikonik ini, Ralph Lauren. Ia mewujud sebagai nama yang mendefinisikan apa yang disebut sebagai gaya Amerika klasik.
Merek itu sekarang menjadi pusat mode mewah. Pada dasarnya Ralph Lauren menyimbolkan kemewahan, tapi siapa yang menyangka bahwa perusahaan ini diduga melakukan kejahatan terhadap manusia. Inilah tuduhan atas merek raksasa mode tersebut.
ADVERTISEMENT
Ralph Lauren sedang berada di bawah penyelidikan. Lembaga pengawas perusahaan di Kanada menyelidiki bahwa Ralph Lauren di negara itu atas tuduhan kerja paksa. Dua puluh delapan organisasi masyarakat sipil bersama-sama mengajukan dakwaan tahun lalu bahwa merek tersebut menggunakan tenaga kerja paksa dari komunitas Uighur China.
Kita tentu ingat Uighur adalah warga minoritas di China. Sebuah laporan menyebutkan bahwa lebih dari satu juta warga Uighur ditahan di kamp-kamp di sana. Pemerintah China menyebutnya kamp pendidikan ulang, di mana komunitas muslim dieksploitasi, disiksa dan dipaksa menjadi budak modern.
Anggota parlemen di Barat telah berulang kali mengkritik tindakan pemerintah China ini, bahkan menyerukan tindakan keras. Mereka menyebut perlakuan atas masyarakat Uighur di China sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Mereka menyebutnya genosida.
ADVERTISEMENT
Terus terang, tuduhan ini tidak salah. Laporan dari berbagai lembaga hak asasi manusia mengungkapkan kaum Uighur disiksa, dipaksa untuk terpisah dari keluarga dan para wanita disterilkan secara paksa. Termasuk testimoni diaspora Uighur yang berhasil melarikan diri dari China. Tetapi Beijing terus menyangkal tuduhan ini.
Hal ini bukanlah kejutan. Meskipun demikian, Ralph Lauren bukanlah merek fesyen pertama yang dituduh mengeksploitasi warga Uighur. Hal yang sama juga diduga dilakukan oleh GAP, Nike, Adidas, Muji, Tommy Hilfiger dan Calvin Klein, daftarnya sangat panjang.
Faktanya, kelompok hak asasi manusia mengatakan hampir seluruh industri mode terlibat. Mereka semua memiliki peran dalam eksploitasi warga Uighur yang hanya merupakan bagian kecil dari perbudakan modern saat ini.
ADVERTISEMENT
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), sekitar 50 juta orang hidup dalam perbudakan modern saat ini. Angka ini meningkat 10 juta sejak 2018. Jumlah ini tidak terbatas pada beberapa negara saja tapi tersebar di seluruh dunia. Namun sebagian besar menerpa para pekerja di India, Pakistan, China, Bangladesh, Thailand, Uzbekistan, dan Mesir.
Fesyen adalah salah satu faktor penyumbang terbesar kejahatan ini. Merek-merek mewah global, semisal Louis Vuitton, Dior, dan Prada, diduga merupakan pelanggar terburuk.
Setiap tahun dunia memproduksi pakaian jadi senilai US$148 miliar yang berasal dari kerja paksa. USD13 miliar dijual oleh merek-merek fesyen favorit oleh kalangan mogul kaya raya. Orang-orang dipaksa bekerja menambah pundi-pundi para bilioner industri fesyen.
Mereka bekerja di bawah kondisi yang dieksploitasi, mendapatkan upah yang rendah dan bahkan seringkali tidak dibayar. Mereka menghadapi ancaman kesehatan dan keselamatan, jeratan utang dan kondisi hidup penuh risiko.
ADVERTISEMENT
Jika memang keadaannya sangat buruk, mengapa itu terjadi? Pertama, upah para pekerja paksa sangat murah. Kedua, tidak ada yang mengawasi rantai pasokan. Tidak ada orang-orang atau lembaga yang melakukan pengawasan ketat di tempat.
97 merek fesyen sebetulnya memiliki code of conduct yang jelas, tetapi kebijakan seperti itu sama sekali tidak efektif dan juga tidak memberikan solusi. Hasilnya adalah sikap apatis, pengabaian dan eksploitasi.
Jadi apa yang bisa kita lakukan? Lagi-lagi menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), setiap negara kita harus melindungi orang-orang dari kerentanan yang menjadi inti dari kerja paksa. Pemerintah harus meningkatkan praktik rekrutmen agar lebih adil dan etis.
Pemerintah juga harus memperkuat pengawasan ketenagakerjaan. Sebetulnya setiap pemerintah tahu apa yang bisa membuat semua ini berhasil, hanya saja mereka tidak cukup melakukannya.
ADVERTISEMENT
Jawaban ILO ini sejatinya lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Setiap pekerja memiliki hak atas standar hidup yang layak. Adalah tindakan biadab untuk menggunakan dan mempromosikan tenaga kerja paksa sebagai budak modern. Jauh lebih buruk lagi sikap apatisme tentang hal itu. Sekarang sudah tahun 2023, sudah waktunya perbudakan harus dihapus demi kemanusiaan.