Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Stuart Seldowitz dan Islamofobia di AS
24 November 2023 9:27 WIB
Tulisan dari Donny Syofyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Orang membuat kebijakan. Ini merupakan realitas mendasar dalam geopolitik. Orang berpendapat, terkadang bagus dan adakalanya buruk. Tapi apa yang terjadi saat pendapat buruk disaring dan masuk ke dalam kebijakan.
ADVERTISEMENT
Anda tak perlu bingung. Pendahuluan yang tampak berliku ini memiliki poin penting. Seorang mantan diplomat AS telah ditangkap di New York. Namanya Stuart Seldowitz. Dahulu dia bekerja di Kementerian Luar Negeri AS. Jabatannya mentereng. Dia menjadi penasihat mantan Presiden Barack Obama.
Lalu, mengapa dia ditangkap? Dalam sebuah video yang diunggah ke Youtube dia terlihat mengekspresikan ujaran kebencian pada seseorang pedagang di jalanan Manhattan dengan nada Islamofobia yang amat kental. Pertama, dia menyatakan bahwa membunuh 4.000 anak-anak Palestina itu tidak cukup. Kedua, dia menuduh Muhammad seorang pemerkosa. Ketiga, ia menuduh si pedagang Muslim sebagai teroris.
Stuart adalah mantan diplomat Amerika Serikat. Dia menduduki sejumlah posisi yang sangat penting. Dia pernah menjadi Direktur National Security Council South Asia Directorate dan Direktur US State Department's Office of Israel and Palestinian Affairs. Mengingat jabatannya ini, sangat jelas bahwa ujarannya memperlihatkan nada Islamofobik yang kental. Ini sama saja artinya menempatkan seorang pedofil di sebuah lembaga prestisius.
ADVERTISEMENT
Sebuah laporan menyebutkan bahwa Stuart sudah mengabdi di bawah lima presiden AS yang berbeda. Sebagaian waktu dan kerjanya dihabiskan di bawah pemerintahan Barack Obama. Bayangkan orang seperti ini sebagai perumus kebijakan; penuh kebencian dan berwatak Islamofobik.
Penangkapannya Stuart Selwitz ini dikonfrintir oleh media media lokal yang menulis bahwa… “The comments I made calling him out for a support of terrorism I think those were appropriate.” Stuart mengulang-ngulang apa yang dikatakannya. Ini bukanlah satu-satunya contoh bagaimana Stuart akan menjalani hari-harinya yang buruk ke depan. Pada video lain yang juga diunggah memperlihatkan tuduhannya bahwa Nabi Muhammad telah memperkosa.
Apa tanggapan Washington tentang ini? Kita bisa membayangkan apa yang Joe Biden akan katakan bahwa ini bukanlah sifat Amerika yang sejati atau ini adalah penyimpangan, sesuatu yang kini menjadi dagelan. Genosida di Gaza telah memperlihatkan watak asli orang dan kebijakan Amerika yang penuh kebencian.
ADVERTISEMENT
Mari kita bicara data. Sejak peristiwa 7 Oktober lepas, aktivitas Islamofobik meningkat 216 % di AS. Semuanya adalah persoalan waktu bahwa orang Amerika sedang menunggu pemicu meluasnya insiden dan ujaran kebencian terhadap Islam dan Muslim.
Realitas ini bukan hanya berdasarkan para pengguna acak media sosial atau para provokator anonim atau tanpa wajah yang berseliweran di jagad maya. Sikap Islamofobik ini nyatanya terbit dari mantan diplomat top AS orang yang kerjanya merumuskan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Ini jelas-jelas potret kemunafikan.
Stuart Selwitz bekerja atau menghabiskan waktu lima dekade di Kementerian Departemen Luar Negeri AS. Setiap tahun lembaga ini merilis laporan tahunan hak asasi manusia tentang hak-hak agama atas kebebasan dan diskriminasi. Tapi lihatlah bagaimana pejabat mereka sendiri tidak bisa ‘membeli hotdog’ tanpa memuntahkan kebencian. Pihak kepolisian New York telah menangkapnya. Dia didakwa dengan kasus kejahatan berbasis kebencian.
ADVERTISEMENT
Kementerian Luar Negeri AS mengatakan bahwa pemerintah AS menentang rasisme dalam segala bentuk, tapi banyak pihak meragukan bahwa ini akan memotong arus rasisme dan kebencian di dalamnya.
Begitu banyak pertanyaan lebih besar yang perlu dijawab. Apakah ujaran kebencian Stuart ini mempengaruhi kebijakan AS? Ingat AS kini tengah terlibat konflik dengan tiga negara-negara Muslim; Irak, Afghanistan dan Libya. Apakah kita percaya bahwa Stuart 100% tidak akan memihak, pria yang mengatakan bahwa membunuh 4.000 anak-anak Muslim tidak cukup?
Kita sangat meragukannya. Ini menjadi pengingat atau alarm bagi negara-negara di seluruh dunia untuk tidak mempercayai klaim Amerika sebagai negara dengan keunggulan moral atau laporan hak asasi manusia yang mereka rilis. AS jelas-jelas sudah ternoda oleh rasisme dan kebencian.
ADVERTISEMENT