Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Demonstrasi untuk Siapa?
14 Oktober 2020 11:14 WIB
Tulisan dari Siti Ratna Sari Dewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sebagai seorang dosen, saya tidak pernah melarang mahasiswa saya untuk berdemonstrasi. Saya bahkan sering mendukung mahasiswa agar kritis dan menjalankan fungsinya sebagai agent of social control. Namun untuk mendukung mahasiswa agar berdemonstrasi di tengah pandemi ini, jujur saja saya agak setengah hati. Di satu sisi, UU Cipta Kerja memang perlu dikritisi. Tetapi di sisi lain, demonstrasi yang dilakukan mahasiswa sangat-sangat dikhawatirkan menciptakan klaster baru COVID-19. Jadi posisi saya di sini tidak mendukung dan tidak dapat juga melarang demonstrasi. Namun yang perlu ditekankan adalah, demonstrasi tersebut untuk siapa?
ADVERTISEMENT
Jika demonstrasi tersebut benar-benar bertujuan untuk melindungi buruh, maka mahasiswa atau siapapun yang berdemonstrasi harus memperkuat argumentasinya. Jangan sampai terlihat hanya sekadar ikut-ikutan atau agar terlihat ‘keren’ di mata teman-temannya. Dalam hal ini, peran organisasi-organisasi ekstra kampus dalam menyamakan persepsi peserta aksi sangat diperlukan. Setiap peserta demonstrasi perlu sedikit banyaknya memahami poin-poin penting yang dianggap sebagai ‘cacat’ dari UU Cipta Kerja tersebut.
Selain itu, mahasiswa juga sangat perlu menjaga idealismenya. Di tengah kondisi seperti ini, tidak menutup kemungkinan akan ada banyak pihak tidak bertanggung jawab yang menunggangi demonstrasi demi kepentingan politiknya sendiri. Mahasiswa harus melepaskan diri dari pengaruh kepentingan beragam ideologi. Perlu diingat pula, bahwa semakin lama terjadinya demonstrasi, kemungkinan positif COVID-19 juga semakin tinggi. Dimana, tingginya COVID-19 itu nantinya justru akan membuat ekonomi makin terpuruk sehingga buruh yang diperjuangkan malah terkena imbasnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Sejujurnya saya juga tidak habis fikir mengapa DPR mengesahkan UU kontroversial yang akan mematik demonstrasi di masa seperti ini. Padahal, UU Cipta Kerja yang katanya dapat meningkatkan investasi dan lapangan kerja itu belum urgen sekali. Sebab faktanya, dalam kondisi ekonomi global yang sedang melemah ini, investor cenderung masih wait and see. Apabila tahun depan kondisi pandemi memulih, barulah mungkin kebijakan dan strategi ekonomi jangka panjang bisa dimulai. Logika sederhananya, jika kondisi masih sakit, kalaupun bekerja harus jangan yang berat-berat dulu. Sembuhkan dulu penyakitnya, barulah bisa berlari lagi.
Oleh karena itu, jika teman-teman mahasiswa merasa bahwa UU Cipta Kerja ini sangat perlu dikritisi, percayalah bahwa kita berada di tempat yang sama. Namun dalam pandemi seperti ini, ingatlah akan kaidah dar’ul mafaasid muqodamun alaa jalbil mashalih. Menghindari kemudharatan lebih utama daripada mendapatkan kemanfaatan. Oleh karenanya jika ada cara-cara lain yang lebih elegan dalam mengkritisi UU Cipta Kerja ini di luar demonstrasi, tentu itulah yang harus dikedepankan.
ADVERTISEMENT
Sebarkan beragam opini kritis teman-teman mahasiswa melalui tulisan di berbagai media masa, termasuk media kumparan ini. Tulislah beragam argumentasi yang rasional bahwa ditolaknya UU Cipta Kerja ini menjadi suatu keharusan. Sebarkan petisi digital untuk mendapatkan sebanyak mungkin dukungan agar UU Cipta Kerja ini dibatalkan. Perangi para buzzer dengan tetap mengedepankan argumentasi yang baik dan hindari sejauh mungkin ujaran kebencian. Sebarkan nilai-nilai positif dan buatlah sebanyak mungkin karya dan inovasi.
Saya masih sangat percaya, mahasiswa tidak akan mungkin dapat dengan mudah diadu domba. Tidak juga mudah terprovokasi, apalagi oleh mereka yang memiliki misi tersembunyi. Utamakan keselamatan diri dan kemaslahatan negeri. Tidak ada perjuangan seharga nyawa, berjihad juga banyak caranya. Tetaplah kritis, tapi tidak merugikan diri sendiri. Hidup mahasiswa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Siti Ratna Sari Dewi, S.E, M.M.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang