Kebijakan Fiskal di Tengah Resesi Ekonomi

Budi Setyawan, SE, Ak, MAk, CA
Dosen di Prodi D3 Akuntansi Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
10 Oktober 2020 6:03 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Budi Setyawan, SE, Ak, MAk, CA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kebijakan Fiskal di Tengah Resesi Ekonomi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pandemi global akibat menyebarnya virus Corona membuat pendapatan masyarakat menurun, negara-negara di seluruh dunia juga mengambil kebijakan ekstrem dengan melakukan lockdown yang membuat perekonomian dunia macet. Masyarakat dunia yang biasanya dinamis, secara tiba-tiba harus menahan semua aktivitasnya, sehingga banyak aktivitas ekonomi terhenti.
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan telah mengumumkan bahwa perekonomian Indonesia telah masuk ke dalam jurang resesi ekonomi, resesi sendiri diartikan sebagai kondisi perekonomian suatu negara yang terus negatif selama dua kuartal berturut-turut. Sebelum pandemi pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu di atas 5%, sedangkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal-I tahun 2020 sebesar 2,97 persen dan kuartal-II tahun 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.
Untuk mengatasi perlambatan ekonomi pandemi virus Corona pemerintah telah menyiapkan dana hingga Rp 695,2 triliun, stimulus diberikan oleh pemerintah dalam berbagai paket kebijakan seperti kartu prakerja, bantuan pangan langsung ke rakyat dalam bentuk pangan dan fresh money. Stimulus itu merupakan kebijakan fiskal yang dapat dilakukan pemerintah di tengah pilihan kebijakan moneter yang sulit, selain itu stimulus ditujukan agar recovery perekonomian Indonesia pasca-resesi lebih cepat dan sebagai jaring pengaman sosial bagi rakyat miskin yang terdampak langsung. Melalui Perpres 72/2020 program penanganan COVID-19 terfokus pada aspek belanja kesehatan dan bantuan sosial harus sebesar-besarnya mengandung barang produksi lokal agar defisit tidak menciptakan impor yang berarti. Mengutip pendapat Surjaningsih, dkk (2012), kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi. Kebijakan fiskal bertujuan untuk mempengaruhi sisi permintaan agregat suatu perekonomian dalam jangka pendek. Selain itu, kebijakan ini dapat pula mempengaruhi sisi penawaran yang sifatnya lebih berjangka panjang, melalui peningkatan kapasitas perekonomian.
ADVERTISEMENT
Keputusan pemerintah dengan menggelontorkan dana yang sangat banyak tersebut tentunya berdampak pada defisit APBN yang terus melebar, saat ini defisit APBN telah melebih dari 3% APBN, namun melalui Perppu 1/2020 pengeluaran stimulus dengan menggunakan APBN sudah memiliki dasar hukum yang kuat. Perpres 71 dan 72 tahun 2020 sebagai revisi anggaran terbaru menyebutkan target defisit APBN tahun 2020 terus meninggi, secara detail target penerimaan negara menurun dari Rp1.760,88 triliun menjadi Rp 1.699,94 triliun. Sementara, belanja negara naik dari Rp 2.613,81 triliun menjadi Rp 2.739,16 triliun, sehingga proyeksi defisit APBN 2020 sebesar Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 % dari PDB.
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Shutter Stock
Belajar dari penanganan resesi ekonomi dunia pada tahun 1930, yang melahirkan aliran ekonomi Keynessian sebagai koreksi atas mazhab ekonomi klasik yang berpandangan bahwa pasar secara penuh dikendalikan oleh harga (invisible hand) dan melarang negara turut campur terhadap pasar (Laissez-Faire). Keynessian justru berpandangan bahwa pemerintah melalui kebijakan fiskalnya wajib membantu usaha swasta melalui berbagai bantuan dengan meningkatkan defisit anggaran negara yang bertujuan untuk mendorong konsumsi dan investasi agar mencapai taraf yang lebih tinggi, sehingga mampu mengeluarkan ekonomi suatu negara dari resesi, dan pada akhirnya terbukti, bahwa kebijakan fiskal ekspansif tersebut membuat dunia bisa terlepas dari great depression.
ADVERTISEMENT
Mengutip pendapat Mikail dan Dachlan (2020) kebijakan fiskal ekspansif yang dilakukan pemerintah Indonesia saat ini bukanlah tanpa risiko, ada hal yang perlu diperhatikan lebih dalam, yakni ancaman terjadinya stagflasi, yakni defisit APBN yang terus-menerus tanpa ada peningkatan produktivitas ekonomi. Apalagi krisis ekonomi akibat pandemi virus Corona ini belum jelas ujungnya, saat ini pemerintah dihadapi pilihan yang sangat sulit, sebab jika stimulus terus dikucurkan maka defisit akan bertambah lebar, sedangkan penyebab resesi ini yakni pandemi virus Corona belum ada solusi yang terbaik. Rencana pemerintah melakukan vaksinasi pada bulan November 2020 dengan mengimpor vaksin dari China semoga menjadi solusi yang tepat dan membuat masyarakat kembali dapat beraktivitas.
Penulis : Budi Setyawan. SE. Ak. MAk. CA. Dosen FE Universitas Pamulang
ADVERTISEMENT