Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Hari Aksara Internasional di Era Digital
DotCom Creative Solutions adalah website penyedia jasa web design, digital marketing, advertising dan branding di Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi kami di [email protected] atau +62 21 666 747 33
8 September 2017 13:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari Dotcom Creative Solutions tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari ini Jumat, 8 September 2017, Indonesia turut berkontribusi dalam Hari Aksara Internasional (HAI) untuk memberantas buta aksara. Indonesia memperingati di setiap kota atau kabupaten secara bergilir. Puncak peringatan HAI tahun ini dilaksanakan Di Papanda Paramarta Komplek Stadion Mashud Wisnusaputra Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Tahun ini, UNESCO menetapkan tema “ Literacy in a Digital World” yang diterapkan di Indonesia menjadi “membangun Budaya Literasi di Era Digital”.
Literasi di media digital sebanarnya adalah inti dari penanggulangan penyebaran berita hoax dan cyberbullying yang menjadi permasalahan di Indonesia. Parahnya, sebagian penyebar berita hoax dan pelaku cyberbullying tidak menyadari apa yang telah mereka lakukan, bahwa dampaknya cukup besar bagi masyarakat khususnya di media sosial.
Besarnya aktivitas masyarakat Indonesia di media sosial tentunya akan sangat susah jika menyaring setiap konten yang muncul. Harapannya, setiap individu dapat me-literasi setiap konten yang dilihat atau dibuat sebelum nantinya di-"share" atau posting.
Kita melihat terlebih dahulu dari mana awalnya berita hoax tersebar. Berita hoax tersebar berawal dari seseorang yang mudah percaya, ketika suatu berita sesuai dengan sikap dan pandangannya. (Respati,2017)
ADVERTISEMENT
Menyikapi hal tersebut, sebaiknya kita melihat kembali melalui sudut pandang lain terlebih dahulu, dengan kata lain menjadi sedikit skeptis untuk memastikan suatu kebenaran.
Sering sekali kita membaca atau mendengar kalimat “berpikir sebelum berbicara”. Namun, hal ini sebenarnya masih kurang, sebelum berpikir kita harus membaca terlebih dahulu beberapa referensi yang akan dijadikan “bahan pikiran”.
Namun di era digital, pepatah ini dapat menjadi lebih panjang,
Nah, pembaca bisa menambahkan lagi agar lebih detail dan lebih panjang. Setidaknya hal ini dapat dijadikan panduan literasi di era digital, menjadikan masyarakat untuk lebih melek media dan tepat dalam menyikapi konten.