Konten dari Pengguna

Esensi Hari Santri

Achmad Diny Hidayatullah
ASN UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
21 Oktober 2024 12:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Achmad Diny Hidayatullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gowes Ziarah Masyayikh dalam rangka Hari Santri Nasional 2024
zoom-in-whitePerbesar
Gowes Ziarah Masyayikh dalam rangka Hari Santri Nasional 2024
ADVERTISEMENT
Gegap gempita perayaan Hari Santi Nasional tahun 2024 sudah terasa di berbagai tempat. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri yang bertepatan dengan tanggal 22 Oktober menjadi dasar para santri dan simpatisannya untuk merayakannya. Adalah Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari yang mengeluarkan resolusi jihad pada 22 Oktober 1945 yang dikemudian hari menjadi acuan sejarah peran santri dalam membela NKRI.
ADVERTISEMENT
Peringatan Hari Santri sudah berulang tahun yang kesembilan. Apakah gema nilai-nilai kesantrian sudah merasuk ke sanubari berbagai populasi non santri? Atau jangan-jangan hanya semacam echo chamber atau ruang gema, dimana hiruk pikuk hari santri hanya berkisar di komunitas NU, pesantren, Kementerian Agama, serta beberapa Pemerintah Daerah yang mayoritas warganya adalah nahdliyin.
Nilai atau Tampilan
Beberapa waktu lalu, kami kehilangan amplop berisi uang dua ratus ribu rupiah yang seharusnya kami berikan kepada seseorang. Setelah mencarinya ke sana kemari, ternyata amplop itu terbuang di tempat pembuangan. Uang sebesar dua ratus ribu yang kotor, tercampur sampah, dan berbau busuk itu tetap kami ambil dengan gembira.
Saat kami mencari, anak saya yang masih kelas 6 MI ikut membantu. Setelah amplopnya ketemu saya mengajukan pertanyaan kepadanya.
ADVERTISEMENT
“Jika kamu disuruh memilih, mau uang dua ribu yang baru, wangi, dan bersih, atau dua ratus ribu ini yang bau, kotor, dan kumal?” Tanya saya.
Tanpa ragu, anak saya menjawab, “Ya jelas dua ratus ribu.”
Anak kelas SD sudah faham tentang arti nilai. Dia sudah mengerti bahwa nilai tidak diukur dari penampilan, tetapi dari esensi yang terkandung di dalamnya.
Uang kotor tersebut mungkin tidak menarik secara fisik. Siapa pun yang melihatnya mungkin akan merasa jijik. Namun, nilai nominal yang melekat padanya tetap sama: dua ratus ribu. Ukuran yang ditentukan dari nilai di uang berdasarkan angka yang tercetak dikertasnya.
Dalam konteks yang lebih luas, situasi ini mencerminkan pandangan kita tentang substansi sebuah perayaan, termasuk hari santri. Terkadang, kita terlalu terpaku pada apa yang tampak di permukaan, tanpa menyadari bahwa ada esensi yang jauh lebih penting.
ADVERTISEMENT
Peradapan kamera hari ini, mengirimkan pesan bahwa citra bisa diciptakan berdasarkan performa di ruang publik melalui media sosial. Kita hidup di dunia yang sering kali mengedepankan penampilan. Meriahnya acara hari santri misalnya bahkan sampai trending di medsos, serta kehebohan-kehebohan yang muncul di ruang publik sering dijadikan sebagai ukuran keberhasilan.
Namun, seperti uang dalam amplop yang kotor karena tercampur sampah, penampilan bisa menipu. Sebuah kegiatan yang sering terlihat biasa saja namun terkadang memiliki dampak yang positif, bisa jauh lebih berharga daripada sekadar kemeriahan yang semu.
Pengalaman kehilangan amplop ini mengingatkan kita untuk lebih menghargai nilai. Dalam hidup, kadang-kadang kita menemui banyak hal yang terlihat tidak menarik, tetapi bisa jadi dibaliknya tersembunyi kekayaan makna dan potensi. Seperti halnya uang dua ratus ribu yang terbuang tadi, kita harus ingat bahwa kadang-kadang, yang kotor dan kumal pun memiliki nilai yang besar. Seperti pilihan anak saya, bahwa nilai yang hakiki, meski terlihat dengan tampilan yang tidak sempurna tetap harus kita pilih. Jangan hanya sekadar terjebak pada tampilannya saja.
ADVERTISEMENT
Esensi Hari Santri
Peringatan Hari Santri tahun 2024 mengambil tema ”Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan”. Tema ini diambil dengan harapan agar para santri berkontribusi nyata dalam membangun masa depan bangsa yang lebih gemilang, maju, dan berperadaban.
Pengakuan eksistensi santri yang memiliki kontribusi nyata dalam usaha mencapai kemerdekaan dan mempertahankannya tidak boleh hanya sekadar jadi bangga-banggaan. Romantisme perjuangan para pendahulu yang ikhlas dalam berjuang idealnya menjadi inspirasi untuk mengisi kemerdekaan ini dengan berbagai kontribusi nyata.
Dalam konteks santri, ada beberapa pembeda dimana mungkin tidak banyak ditemukan pada komunitas lain. Distingsi ini adalah kelebihan yang baik yang perlu disebarluasakan pada masyarakat. Sehingga hari santri bisa jadi ajang promosi untuk menyiarkan tentang peran dan nilai-nilai santri pada spektrum yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Paling tidak ada beberapa nilai-nilai kesantrian yang bisa jadi spirit kita bersama. Pertama, keikhlasan dalam berjuang. Bagaimanapun ulama mengajarkan agar ketika melaksanakan sesuatu murni karena alasan ketuhanan. Pamrih terhadap manusia, harta, bahkan jabatan tidak menjadi jati diri santri. Sehingga banyak santri yang dulu gugur membela bangsa tanpa diketahui nama dan lokasinya. Spirit ini yang perlu terus menjadi nilai dalam mengerjakan apapun.
Kedua, santri bukan hanya belajar agama tapi juga peduli terhadap bangsanya. Pandangan sementara orang bahwa santri hanya bisa mengaji, mengaji, dan mengaji sudah barang tentu perlu diluruskan. Memang keahlian utamanya adalah tentang keagamaan, tapi jangan lupa mereka adalah pejuang garda terdepan ketika terjadi peristiwa hari pahlawan 10 November 1945. Santri diajarkan bahwa agama dan negara adalah dua entitas seperti mata koin yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga menjalankan agama tanpa ada kedamaian dalam kehidupan bernegara adalah sesuatu yang sangat menyiksa. Mereka peduli, karena untuk berdakwah memang perlu diawali dari keamanan yang terjamin, dan itu bisa dipenuhi jika negara kita merdeka dan berdaulat.
ADVERTISEMENT
Ketiga, santri bisa berkontribusi sebagai apapun dengan tidak lupa akan jati dirinya. Teladan seperti Gus Dur, santri yang jadi Presiden. KH. Ma’ruf Amin jadi wakil presiden. Beberapa menteri, gubernur, walikota, anggota dewan juga seorang santri. Ada juga ahli IT mas Ainun Najib yang sering dimention oleh Jokowi. Banyak Profesor, Pengusaha, Penulis, Dokter, dan berbagai profesi lain yang digeluti oleh santri. Bagi mereka, menjadi apapun itu bukan sekadar menjadi saleh (baik dan berintegritas) tapi juga meningkat menjadi muslih (bermanfaat). Doktrin bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi yang lain, tatap menjadi panduan hidup santri dimanapun dan jadi apapun mereka berada.
Benar kata KH. Mustofa Bisri, bahwa santri itu bukan hanya mereka yang pernah mengeyam pendidikan di pesantren saja, tapi santri adalah siapapun yang berakhlak seperti santri, dialah sebenar-benarnya santri. Selamat Hari Santri Nasional untuk para santri dan mereka yang berakhlak seperti santri. Semoga perayaan bukan sekadar ramai tanpa makna, namun benar-benar menjadi pelajaran yang penuh hikmah.
ADVERTISEMENT