Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
The Memorable Journey, Salura yang Ramah
20 Maret 2018 21:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Achmad Krisnawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kira-kira pukul 19.00 WITA kami tiba di Katundu, titik terakhir sebelum kami menyebrang ke Pulau Salura. Kami pun rehat sejenak sambil menyiapkan barang bawaan yang akan kami bawa ke Salura untuk menginap satu malam di sana. Pukul 20.30 WITA, kami pun berangkat menyebrang menggunakan perahu mesin yang cukup besar bertuliskan Prai Salura. Selama perjalanan, diri ini takjub akan pemandangan langit malam yang begitu mempesona. Dengan langit yang cerah, bertaburnya bintang, dan tiada nya polusi cahaya, sungguh memanjakan mata ini dan terus berucap rasa syukur atas hal yang begitu indah ini. Akhirnya kami pun sampai di Salura setelah perjalanan kurang lebih 1 jam. Segera kami membawa barang-barang menuju salah satu rumah warga, tepatnya rumah Bapak Nasir. Setelah membersihkan badan, kami pun disuguhi teh hangat dan makan malam oleh para ibu-ibu untuk melepaskan rasa lelah dan lapar sambil berbincang-bincang. Tak terasa waktu pun sudah menunjukkan pukul 23.00 WITA, kami segera menyiapkan sleeping bag sebagai alas tidur kami malam ini. Sempat aku terbangun jam 4 pagi, terbangun karena mendengar suara hujan yang menyejukkan. Pagi pun tiba, matahari sudah terlihat meninggi dan Salura menyambut kami dengan hangat dan ramah.
(Dok. pribadi)
(Foto oleh Ovik)
ADVERTISEMENT
Dengan segelas teh hangat, kami pun menikmati pagi hari ala Salura. Hari itu begitu cerah, langit biru pun tampak dengan bangga menunjukkan diri nya. Karena penasaran dengan pantai nya, saya dan teman-teman yang lain mencoba untuk mengintip dan menikmati apa yang akan disuguhkan kepada kami. Kami juga berkeliling untuk sedikit menjelajahi Pulau Salura ini. Kami juga sempat berbincang dengan warga sekitar, Salura sendiri dihuni sekitar 600'an orang dengan 139 kepala keluarga dan hampir 98% warganya memeluk agama islam. Mata pencaharian utama warga setempat adalah nelayan, namun juga tak sedikit yang mempunyai kambing sebagai hewan ternaknya. Warga Salura juga berasal dari beberapa wilayah, seperti Ende, Flores, dan Sumba sendiri.
(Dok. pribadi)
ADVERTISEMENT
Air yang begitu jernih dan biru, selaras dengan langitnya. Ah, memang ini indah dan jarang aku jumpai di Jawa. Puas dengan pantainya, kami pun kembali untuk sarapan bersama. Setelah sarapan kami pun diperkenankan untuk memakai gelang dari daun lontar dan memakan pinang sirih sebagai tanda sambutan kepada kami. Pengalaman pertama kali mencoba pinang sirih, rasanya sungguh unik, sepet bercampur rasa pedas seperti mint dan juga agak panas. Namun ini bisa membuat ketagihan (candu) dan memang rasa nya pingin untuk mencoba lagi.
Setelah itu, kami bergegas menuju sumur besar alami untuk membasuh muka dan menuju sekolah untuk bertemu dengan adik-adik yang sudah tak sabar bertemu dengan kami. Menurut cerita dari warga, sumur besar ini dibuat oleh 12 suku yang ada di Tanah Sumba, sumur ini digali dengan menggunakan tombak dari masing-masing suku. Sumur ini sudah ada sejak sebelum orang pertama yang tinggal di Pulau Salura dan juga kubur batu yang letaknya tidak jauh dari sumur ini. Kami sebagai tamu diwajibkan untuk berkunjung dan membasuh muka 3 kali, sebagai tanda bahwa anak cucu para leluhur telah datang ke Salura dan untuk mengikuti adat setempat.
Setelah dari sumur besar kami menuju ke sekolah satu-satunya yang ada di Pulau Salura, tempat kami untuk bertemu dengan adik-adik dan juga tujuan utama kami dalam Road Trip Kumparan "All New Vixion R Peduli Salura" untuk berdonasi atau berbagi demi pendidikan di Salura yang lebih baik.
ADVERTISEMENT