Konten dari Pengguna

Refleksi Sejarah: Hari Masjid Istiqlal

Dr Muchtar Ali M Hum
Pengajar Al Quran
22 Februari 2023 7:26 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr Muchtar Ali M Hum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Masjid Istiqlal Jakarta Edit : Fadil
zoom-in-whitePerbesar
Foto Masjid Istiqlal Jakarta Edit : Fadil
ADVERTISEMENT
Di bulan Februari ada sebuah peresmian yang ditandai dengan prasasti dipasang di area tangga pintu As-Salam. Jadi sekitar 45 tahun jika berdasarkan perhitungan kalender Masehi.
ADVERTISEMENT
Istiqlal merupakan istilah yang diserap dari bahasa Arab. Kata Istiqlal yang sekarang ini disandingkan dengan kata masjid. Kemudian menjadi menjadi sebuah nama yaitu Masjid Istiqlal.
Masjid itu kini menjadi masjid Nasional Negara Republik Indonesia yang terletak di bekas Taman Wilhelmina, di Timur Laut Lapangan Medan Merdeka yang di tengahnya berdiri Monumen Nasional.
Dari penelusuran bahasa-bahasa kuno perkataan masjid, seperti ditulis oleh Osman Raliby perkataan seperti itu sudah ada walaupun dengan bunyi dan maknanya yang agak berlainan.
Dalam bahasa Nabataea misalnya bermakna “tiang suci’. Dalam bahasa Aethiopia “mesgad” maknanya bihara atau gereja. Jadi, Perkataan masjid itu sebenarnya sudah tua sekali usianya.
Suasana Salat Idul Adha di Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (10/7/2022). Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
Sebelum perkataan itu terabadikan dengan artian khusus dalam agama Islam, yaitu tempat untuk melaksanakan sujud yaitu salat dan ibadah.
ADVERTISEMENT
Namun menurut Muhammad Amin as-Sanqithy, masjid adalah tempat yang didedikasikan untuk salat, zikir, dalam artian mengingat dan menyebut keagungan Allah SWT.
Penulis kamus bahasa Arab al-Munjid fi al-Lughati wa al-‘Alami, Louis Ma’luf, kata istiqlal memiliki arti kemandirian dengan dirinya dalam pemerintahan.
Makna lainnya juga diartikan dengan kebebasan dan kemerdekaan. Dari penelusuran makna Masjid Istiqlal dari aspek kebahasaan, kita boleh kagum dengan para tokoh pendiri bangsa sekaligus sebagai tokoh yang memiliki gagasan dan pemikiran filosofis pendirian Masjid Istiqlal.
Suasana Salat Idul Adha di Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (10/7/2022). Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
Tampak ada benang merah antara makna Masjid Istiqlal dengan visi dan misi negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itulah pembacaan terhadap historis dan makna kebahasaan Masjid Istiqlal setidaknya ada transformasi tiga pewarisal nilai yang ditinggalkan oleh para pendahulu tokoh bangsa.
ADVERTISEMENT
Pertama, transformasi semangat keagamaan. Masjid Istiqlal sebagai tempat sujud atau ibadah yang esensinya. Jika mengutip pendapat al Qurthuby, seorang ahli tafsir, adalah penghinaan diri kepada Allah Yang Maha Esa. Penghinaan diri di antaranya dimanifestasikan dalam bentuk gerakan bentuk sujud.
Karen Amstrong seorang biarawati dalam karyanya Islam: A Short History (Islam: Sejarah Singkat,) menulis, bahwa sujud dalam salat dirancang sedemikian rupa.
Postur tubuh di kala sujud tujuh anggota badan harus menyentuh lantai tempat sujud. Ini merupakan suatu pengajaran kepada mereka untuk mengesampingkan atau menyusur pinggir kesombongan dan sifat mementingkan diri sendiri, dan mengingat bahwa di hadapan Tuhan yang Maha Tinggi, mereka bukan apa-apa.
Ilustrasi Al-quran. Foto: Gatot Adri/Shutterstock
Oleh karena itu, berlaku adil satu sama lain, tidak pandang bulu, saling mengasihi menjadi inti ajaran Al Quran. Ditambahkannya, ini juga yang menjadi alasan penting mengapa para aristokrat orang-orang Arab pada masa-masa misinya Muhammad mereka tidak menerimanya, mereka jijik untuk bersujud di tanah atau lantai seperti seorang budak.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, ibadah salat ini merupakan kewajiban personal yang wajib dilaksanakan oleh setiap individu Muslim. Namun, sangat ditekankan dilaksanakan secara berjemaah sebagaimana salat yang diwajibkan kepada komunitas Muslim yaitu salat jumat. { QS.2:9 ] yang dilakukan secara berjemaah atau terorganisir.
Dalam analisis Philip K.Hitti, ibadah salat berjemaah ini mengembangkan dalam diri muslim rasa ketaatan, kedisiplinan, kesetaraan sosial, dan rasa solidaritas.
Secara kenyataan lahiriah, keberadaan Masjid Istiqlal telah mengambil bagian penting ini. Komunitas Muslim yang menghadiri dan melaksanakan salat Jumat, hampir mencapai angka 10 ribu jemaah terdiri atas laki-laki dan perempuan. Spektakuler, sulit untuk dicari bandingannya di tanah air.
Ilustrasi Monas Foto: Shutter stock
Jika ditarik ke belakang, hasil pembacaan dari berbagai catatan dan beberapa literatur, ditemukan data yang menginformasikan bahwa gagasan tersebut didahului dengan diskusi para tokoh bangsa.
ADVERTISEMENT
Dalam diskusi itu mengemuka alternatif lokasi, namun pada akhirnya disepakati lokasi masjid berada di sekitar Monumen Nasional (Monas).
Dahulu, area tersebut dikenal sebagai Taman Wilhelmina atau Wilhelmina Park adalah salah satu taman yang dibangun pemerintah Belanda pada abad ke-19, atas prakarsa Gubernur Jenderal Van De Bosch tahun 1834.
Selain berfungsi sebagai kebun sayur bagi para opsir Belanda di wilayah tersebut, taman Wilhelmina juga merupakan salah satu tempat tamasya favorite bagi para pembesar kompeni, serta tuan tanah yang menetap di sekitar Weltevreden.
Umat muslim membaca Alqur'an di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (14/4/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Selain itu, di lokasi ini terdapat benteng bernama “Benteng (Citadel) Prins Frederik Hendrik”, yang oleh warga pribumi sering kali disebut sebagai “Gedung Tanah”.
Ada catatan yang ada memberikan informasi yang menandai tahap awal pembangunan masjid peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan.
ADVERTISEMENT
Dan apa yang menjadi dorongan untuk membangun masjid yang letaknya dirancang berdampingan dengan Gereja Katedral, Ir. Soekarno, Presiden RI pertama pada saat peletakan batu pertama pembangunan Masjid Istiqlal tanggal 24 Agustus 1961, menyatakan bahwa di sini kita dirikan masjid, bersanding dengan gereja Katedral untuk mencerminkan bahwa, bangsa ini didirikan dan berdiri bersama-sama.
Dengan demikian, para tokoh bangsa berusaha meyakinkan kita bahwa Kebangsaan Indonesia mengandung arti sebagai sifat atau keadaan tertentu yang menyatukan sejumlah masyarakat yang berbeda dalam hal suku, bahasa, agama, budaya, adat istiadat, pengalaman sejarah, dan cita-cita.
Umat muslim membaca Alqur'an di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (14/4/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Hal ini bertujuan agar terciptanya sebuah kehidupan yang rukun, damai, tentram, dan tolong menolong. Pandangan tersebut dapat juga ditafsirkan sebagai pandangan religiusitas yang mengandung harapan atau gambaran cita-cita ke depan mengenai spesimen protipe unggul dari Masjid istiqlal.
ADVERTISEMENT
Yang menjadi masjid nasional lalu menjadi model [uswah] bagi masjid atau rumah ibadah di tanah air, sehingga turut mempromosikan cinta tanah air dan kebangsaan Indonesia.
Dalam pandangan dunia Muslim menurut Ghayasuddin. M pembangunan bangsa memperoleh dukungan besar dari agama, khususnya dari kecendrungan Islam yang anti imperalisme. Islam menjadi kekuatan pendorong bagi pembangunan bangsa.
Para penutur sejarah, seperti Asti Kleinsteubur dan Syafri M.Maharadjo dalam Old Mosques in Indonesia Cultural and Heritage Through The Times atau Masjid-Masjid Kuno di Indonesia Warisan Budaya dari Masa ke Masa, menulis bahwa suasana keberadaan masjid berdampingan dengan rumah ibadah lainnya sudah terjadi semenjak zaman walisongo.
Umat muslim membaca Alqur'an di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (14/4/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam pengalaman di Indonesia tidak sulit untuk membuktikan telah terjalin kerja sama yang harmonis antara orang yang berbeda etnis, suku bangsa, agama dalam kegiatan rumah ibadah seperti tampak jelas pada Masjid-Masjid Kuno di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Masjid Jami Kali Angke Al-Anwar dibangun tahun, 1751, oleh orang-orang etnis Bali, Banten, dan terutama keturunan Tionghoa. Menurut Asti Kleinsteubur, bahwa sumber mencatat masjid ini didirikan oleh seorang wanita keturunan Tionghoa Muslim dari Tartar yang bersuamikan orang Banten.
Langam arsitekturnya merupakan perpaduan antara Jawa-Bali dapat ditelusuri dari denah bangunan persegi, bentuk atap tumpang. Sedangkan langgam Tionghoa dapat dilihat pada detail konstruksi skur atap bangunan yang mengingatkan pada skur bangunan Tionghoa atau kelenteng sedangkan langgam Eropa dapat diamati pada bukaan bukan seperti pintu, jendela, dan lubang angin.
Dengan demikian, nilai-nilai kebajikan tertinggi orang Indonesia seperti tercermin dalam rumah ibadah, dalam konteks masyarakat modern diungkap dengan istilah kerukunan. Akhirnya sebagai sebuah perenungan sebagai bahwa dalam masyarakat kontemporer, kesinambungan adalah penting. Tentu kita tidak menginginkan terputusnya masa kini dan masa lalu.
ADVERTISEMENT