Konten dari Pengguna

Penguatan Masyarakat Berbasis Zakat di Era Pandemi

Dr Rida Hesti Ratnasari MSi
Aktivis perempuan yang berkhidmat di lembaga keagamaan, MUI, Baznas serta pengajar di beberapa universitas. Saat ini bekerja sebagai Wakil Ketua IV Baznas Depok
9 Juni 2020 22:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr Rida Hesti Ratnasari MSi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dr. Rida Hesti Ratnasari, M.Si adalah aktivis perempuan yang berkhidmat di sejumlah lembaga keagamaan, fokus pada bidang pengkajian dan penelitian.
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Rida Hesti Ratnasari, M.Si adalah aktivis perempuan yang berkhidmat di sejumlah lembaga keagamaan, fokus pada bidang pengkajian dan penelitian.
Zakat menjadi instrumen penguatan kehidupan sosial masyarakat dalam konteks negara, bukan hanya pada level individu, kelompok atau organisasi. Ulama pun berijtihad pemanfaatan zakat semakin melebar, sesuai dengan pemikiran yang meluas bahwa maslahat menjadi basis pertimbangan pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
ADVERTISEMENT
Ada kaidah yang menyebutkan tasharruf al-imam ’ala ar-raíyyah manuth bil al-mashlahah (kebijakan Pemerintah terkait rakyat terikat dengan kemanfaatan). Setelah UU Zakat No. 23 Tahun 2011 menjadi pedoman, maka pengelolaan zakat oleh negara memiliki payung hukum yang kuat.
Di tengah pandemi Covid-19, zakat memainkan peran strategis dalam mengurangi beban ekonomi masyarakat. Ulama di berbagai dunia telah mengeluarkan fatwa diperbolehkannya dana zakat digunakan untuk mengatasi wabah virus Corona. Ulama Daar al Ifta Mesir telah mengeluarkan fatwa tersebut, bahkan salah satu pointnya adalah boleh memberikan dana zakat kepada nonmuslim yang terkena covid-19.
Ulama setempat beralasan ayat Al Quran tentang zakat tidak membedakan antara muslim dengan nonmuslim. Mereka pun berpendapat Umar bin al Khattab biasa memberikan zakat untuk memenuhi kebutuhan nonmuslim di bawah kekuasaannya. Ketika wabah kusta melanda, Umar juga menggunakan zakat untuk mengobati nonmuslim.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Mesir, Pakistan pun mengeluarkan fatwa yang sama, yakni penggunaan zakat untuk menghadapi wabah penyakit. Dana zakat diberikan kepada kelompok masyarakat ekonomi lemah yang terdampak langsung akibat pandemi. Masyarakat yang tidak memiliki penghasilan mencukupi karena lemahnya pertumbuhan ekonomi akibat virus yang mewabah.
Lebih jauh, Simposium International World Zakat Forum (WZF) Youth 2020 telah mengeluarkan empat resolusi pada Mei 2020 lalu. Salah satu poinnya adalah meminta semua negara anggota WZF dan lembaga anggota untuk memperkuat peran zakat selama masa pandemi Covid-19.
Di Indonesia, pemberdayaan masyarakat berbasis zakat mendapat tempat yang strategis, apalagi dalam situasi tidak normal karena pandemi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa No. 14 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Wabah Covid-19. Dalam fatwa tersebut ada ijtihad dan penetapan fatwa agar zakat, infak dan shodaqoh dapat dimanfaatkan secara optimal dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan akibat wabah virus Corona.
ADVERTISEMENT
Pemberdayaan masyarakat, sebagai upaya memberikan daya (empowering) atau penguatan (strengthening) dijadikan model pengentasan persoalan masyarakat dalam kondisi wabah penyakit. Pemberdayaan masyarakat memiliki prinsip berkelanjutan, multi dimensi/multi tahun, kearifan lokal dan tidak sekedar memberi uang. Setelah pandemi berakhir, tentu pemberdayaan masyarakat berbasis zakat tidak berhenti. Bahkan terus bergerak sehingga masyarakat “naik kelas” dari mustahik menjadi muzakki. Menjadi kuat, tidak hanya dapat menolong dirinya sendiri namun juga mampu menolong sesamanya. Maka harapan terbentang, Indonesia pulih bahkan lebih baik melalui kinerja BAZNAS yang semakin terarah dan terukur.
Zakat mendorong masyarakat menjadi berdaya untuk mengubah kondisi kehidupan mereka. Ada langkah-langkah yang secara praktis dan umumnya dilakukan lembaga zakat. Pertama, mendorong agar kelompok-kelompok individu menjadi civil society yang memiliki kekuatan tawar (bargaining position). Kedua, mendudukkan lembaga-lembaga Pemerintah sebagai tulang punggung (backbone) bagi terbangunnya keterkaitan antara kekuatan-kekuatan sosial masyarakat. Ketiga, melalui lembaga-lembaga Pemerintah, korporasi jaringan ekonomi regional dan nasional diminta terlibat dan membuka pasar bagi produk yang dihasilkan kelompok mustahik (UKM). Kemitraan dan pendistribusian dana sosial (CSR) bisa dilakukan korporasi untuk mendukung program pemberdayaan tersebut. BAZNAS terus mengoptimalkan peran intermediasi, yaitu penghimpunan, pendistribusian dan pendayagunaan ZIS dan DSKL (Dana Sosial Keagamaan Lainnya).
ADVERTISEMENT
Pembatasan Sosial Kampung Siaga (PSKS)
Di level kota dan bawahnya, program pemberdayaan masyarakat mengatasi pandemi Covid-19 melibatkan semua instansi. Di Kota Depok, Pembatasan Sosial Kampung Siaga (PSKS) menjadi program di level RW. Dalam program ini, warga dibatasi aktivitasnya untuk mengantisipasi menyebarnya virus Corona antarmanusia.
Masyarakat dalam komunitas Kampung Siaga diberdayakan untuk siap menghadapi ancaman Corona. Bukan hanya siap, tapi mereka juga mampu menangani prosedur ketetapan (Protap) yang telah ditentukan jika warga ada yang terkena.
BAZNAS Kota Depok bersinergi dengan semua elemen, baik Pemerintah maupun masyarakat, untuk menangani dampak turunan dari wabah virus Corona. Keterlibatan BAZNAS seperti bantuan sosial berupa logistik kebutuhan dasar, kebutuhan masker, sarung tangan dan hand sanitizer. Alat Pelindung Diri untuk Tenaga Kesehatan dan Tenaga Medis, dapur umum bagi masyarakat terdampak serta sosialisasi dan edukasi protokol kesehatan cegah covid-19. Semua itu dilakukan berdasarkan amanat UU Zakat yang menyebutkan zakat sebagai pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Dari seluruh wilayah di Indonesia, BAZNAS telah berhasil menghimpun dana sebesar Rp40 miliar. Ini tentu fantastis di tengah kondisi ekonomi yang kurang bagus, kepedulian dan solidaritas rakyat Indonesia meningkat pesat. Dana sebesar itu menjadi implementasi praktik keagamaan, kesahlihan sosial yang aplikatif di mana ajaran agama bukan hanya teori-teori yang melangit, namun juga membumi langsung dirasakan oleh semua manusia.
Pemberian bantuan dalam program PSKS bukan hanya berupa barang, namun juga edukasi psikologi dan informasi yang benar tentang Covid-19. Relawan medis dan nonmedis diterjunkan ke tengah-tengah masyarakat untuk terlibat langsung dengan kondisi riil lapangan. Hal ini penting, agar masyarakat tidak mengalami kegelisahan kolektif akibat maraknya informasi tidak benar.
Anak-anak sebagai kelompok rentan pun tidak luput dari perhatian. Di saat mereka belajar secara online, tentunya menjadi hal baru dan memerlukan adaptasi serta sarana yang memadai. Bagi kelompok ekonomi mampu, belajar online tentu bukan hal sulit. Namun tidak demikian dengan kelompok ekonomi kurang mampu. Ibarat kata, jangankan menyediakan kuota untuk koneksi internet, untuk membeli nasi pun kesulitan. Di sini, zakat memainkan peran besar agar kehidupan sosial ekonomi tidak semakin terpuruk akibat wabah virus Corona. Solusi bagi kelompok rentan pun dirasakan semakin luas. Inilah manifestasi tanggung jawab Negara dalam penanganan kelompok rentan melalui kesadaran menunaikan zakat. BAZNAS sebagai lembaga Pemerintah nonstruktural mendapat amanah besar dengan tanggung jawab dunia dan akhirat. Di era sulit sekarang ini, BAZNAS adalah lembaga strategis untuk menunjukkan bahwa ajaran Islam sangat mulia dan menjadi rahmat bagi semesta alam. (*)
ADVERTISEMENT
Dr. Rida Hesti Ratnasari, M.Si
Wakil Ketua IV BAZNAS Kota Depok