Konten dari Pengguna

Dari Makan Massal Gratis sampai Keracunan Makanan

Dr Sudjoko Kuswadji SpOk
Dokter Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran UI (1972), TNI AU Wamil (1974-1980), Chief Medical Officer Indomedika, Trainer dan Konsultan
12 Juli 2024 10:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr Sudjoko Kuswadji SpOk tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejumlah siswa menunjukkan makanan gratis saat simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (29/2/2024). Foto: Sulthony Hasanuddin/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah siswa menunjukkan makanan gratis saat simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (29/2/2024). Foto: Sulthony Hasanuddin/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Makan siang gratis atau makan bergizi atau apa pun namanya, semuanya menyangkut makan massal. Pesta kawinan, kenduri, ulang tahun, kantin pabrik dan lain-lainnya adalah contoh makan massal yang biasa dilakukan masyarakat. Kebiasaan ini sering kali menyebabkan keracunan massal. Hampir tiap hari peristiwa ini menjadi bahan pemberitaan koran, media massa maupun televisi.
ADVERTISEMENT
Bukan berita besar karena jarang sebabkan kematian. Berita sering dimulai dari makan massal. Dalam waktu satu sampai tiga jam, mereka yang makan muntah, mencret dan demam. Jumlahnya banyak sekali. Makan massal tentu saja aneka makanan yang disantap. Tidak ketahuan makanan mana yang sebabkan.
Korban dibawa ke klinik atau RS. Yang ringan cukup diberi minum oralit di klinik. Yang parah sampai dehidrasi dibawa ke Rumah Sakit. Pejabat yang pertama kali datang biasanya polisi. Baru kemudian petugas kesehatan menyusul. Tidak banyak yang mereka lakukan.
Si polisi minta sampel makanan. Jika masih ada sisa lumayan. Jika tidak, sampel tidak selalu disiapkan oleh pengelola makanan. Polisi bilang akan diperiksa di laboratorium. Laboratorium apa? Inafis? Mestinya di laboratorium yang bisa periksa sampel makanan.
ADVERTISEMENT
Lalu polisi buat apa? Untuk mencari tersangka, perbuatan lalai hingga sebabkan orang sakit atau meninggal. Ah kerjaan polisi ini tidak nyambung. Berita selanjutnya tidak. No news is good news. Esok hari ada lagi berita keracunan makanan di tempat lain dengan pola yang sama.
Keracunan makanan merupakan istilah yang kurang tepat. Peristiwa itu terjadi ketika kita mengkonsumsi makanan yang tercemar kuman stafilokokkus aureus. Kuman ini ditemukan pada bisul bernanah. Ketika cook memasak kaldu bakso, dia lupa habis menggaruk bisulnya. Tentu saja dia tak sempat cuci tangan.
Kaldu itu hangat kuku tempat berkembang biaknya kuman. Ketika beranak pinak itu kuman ini memproduksi racun. Pada saat mau menyajikan cook memanaskan lagi kaldu itu. Kumannya pada mati, sementara racunnya tidak rusak. Racun itu yang sebabkan gejala muntah dan mencret itu. Demamnya karena kuman itu. Jadi sebutan yang paling tepat adalah penyakit akibat tertular kuman lewat makanan (food borne illness).
ADVERTISEMENT
Food borne Illness berkembang pesat, semakin lama semakin banyak kuman penyebab keracunan itu. Masa inkubasinya makin beragam. Tidak hanya 1 sampai 3 jam saja. Bisa beberapa jam sampai beberapa hari.
Misalnya tipes itu tertular lewat makanan. Masa inkubasinya sampai 3 sampai 60 hari. Satu perusahaan pengelola klinik Offshore mempekerjakan tenaga perawat. Mereka di Jakarta tinggal di mess dan makan di kantin. Ada sekitar lima orang yang berangkat bersamaan ke berbagai lokasi.
Beberapa hari kemudian ada kabar kalau perawat yang berangkat demam karena tipes, disusul beberapa temannya yang lain di lokasi yang berbeda-beda. Investigasi ke kantin ternyata daging di freezer yang dikonsumsi kelima kawan tadi, berasal dari daging impor. Daging impor lebih murah dari pada daging lokal. Pemeriksaan laboratorium daging positif salmonella. Perjalanan daging impor lebih berbelit ketimbang lokal. Risiko kontaminasi lebih besar.
ADVERTISEMENT
Perjalanan makan gratis paling sedikit melewati 4 tahapan. Penyiapan bahan baku. Tahapan meracik makanan. Tahapan memasak. Tahapan menghidangkan. Pekerja di semua tahapan harus bebas berbagai kuman penyebab keracunan makanan.
Bebas bisul bernanah, bebas hepatitis A, bebas salmonella, dan seterusnya. Mereka harus selalu cuci tangan sebelum bekerja dan setiap ganti pekerjaan. Bahan baku tidak boleh tercemar aneka kuman dan bahan beracun lainnya. Kacang harus bebas aflatoxin. Sayur harus bebas pestisida dan telur cacing.
Pekerja di masing-masing tahap tidak boleh bertukar tempat. Pakai telenan warna warni sesuai peruntukan. Bahan mentah tidak boleh bercampur bahan masak. Ketika masak tidak menggunakan minyak goreng bekas. Ketika menghidangkan, makanan panas harus tetap panas. Makanan dingin, harus dihidangkan dingin.
ADVERTISEMENT
Distribusi tidak boleh lewat dari 4 jam. Jika tidak makanan perlu dipanaskan tiap 2 jam. Jika jaraknya jauh, alat angkut perlu menyiapkan pemanas dan pendingin. Pada box penyajian makanan perlu dituliskan kapan harus dikonsumsi. Wah repot sekali. Makan gratis kelihatannya gampang. Namun pada hakekatnya tidak semudah politikus ngomong.
Risiko keracunan makanan perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan makan siang gratis. Jangan karena gratis lalu bebas tanggung jawab.