Konten dari Pengguna

HIV AIDS dan TBC: Sejak dari 4H sampai Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Dr Sudjoko Kuswadji SpOk
Dokter Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran UI (1972), TNI AU Wamil (1974-1980), Chief Medical Officer Indomedika, Trainer dan Konsultan
11 Juli 2024 17:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr Sudjoko Kuswadji SpOk tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pita merah sebagai simbol untuk memerangi HIV dan AIDS. Foto: 4 PM production/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pita merah sebagai simbol untuk memerangi HIV dan AIDS. Foto: 4 PM production/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saya tahu HIV sekitar tahun 80. Ketika itu bos saya di Inggris sering mengirimkan informasi soal penyakit yang baru itu. Ketika mulai ada penemuan virus HTLV IV, saya terlibat diskusi sengit dengan Kepala Palang Merah Indonesia. Waktu itu terjadi kontroversi pemeriksaan hepatitis B (HBV) pada donor darah. Untuk mencegah penularan semua darah donor harus diperiksa.
ADVERTISEMENT
Ternyata biaya pemeriksaan mahal dan tidak praktis. Timbul ide pooling sample. Sepuluh sampai dua puluh sample dicampur lalu diperiksa. Jika negatif maka disimpulkan semua sample akan negatif. Sebaliknya jika positif, maka semua sample darah harus diperiksa.
Tiga penyakit HBV, HCV dan HIV disebut Blood Born Pathogen atau penyakit yang ditularkan lewat darah. Mula-mula penyakit ini banyak ditemukan pada penderita hemofilia. Mereka sering sekali transfusi darah. Banyak pada penyandang heroin, karena bertukar jarum suntik. Banyak pada kaum homoseksual akibat persetubuhan lewat dubur. Kebiasaan yang tidak alami ini sering menimbulkan perlukaan. Terjadilah pertukaran darah. Orang Haiti itu karena kebetulan saja di sana banyak.
Saya lalu menulis artikel opini untuk Kompas. Kayaknya itu adalah artikel HIV pertama yang ada di Kompas. Saya teringat waktu itu hanya ada dua dokter yang berani menyentuh pasien HIV. Pengetahuan dokter mengenai penyakit ini sangat minim. Kebetulan satu dokter adalah kawan sekelas yang sampai sekarang masih terus menangani HIV.
ADVERTISEMENT
Sekali waktu tetangga saya bilang kalau anaknya demam dan masuk rumah sakit berkali-kali. Saya coba minta dokumen dari RS yang dia miliki. Saya disuguhi selembar hasil pemeriksaan laboratorium yang menyatakan positif HIV.
Si anak ini penyuntik narkoba. Saya lihat pasiennya. Saya raba jidatnya, demam. Saya lihat lidahnya putih, tumbuh jamur. Cocok.
Ibu sebentar saya telepon teman saya ahli HIV. Saya tanya praktik di mana dan hari apa.
Saya bilang jika hari Kamis sore datang saja ke klinik kawan saya itu. Saya sudah bikinkan appointment.
Esok harinya si ibu laporan. Bayar dokternya murah. Obatnya beli di Yayasan Kanker, harganya sejutaan. Anak dan isterinya harus diperiksa. Anaknya negatif. Isterinya keburu meninggal sebelum sempat diperiksa. Tiga bulan kemudian saya lihat pasien itu sudah naik motor. Sudah sembuh, pikir saya. Lalu lama tidak saya lihat lagi. Ibunya bilang sudah meninggal. Dia ketagihan narkoba lagi. OD Over Dosis katanya.
ADVERTISEMENT
Ketika saya jadi Pengurus K3 Apindo saya sempat diutus ke Pertemuan HIV di Kuala Lumpur. Sempat berkenalan dengan datin anak Perdana Menteri. Dia juga punya NGO HIV. Ada relawan penyandang HIV yang bertahan hidup, tanpa menderita AIDS. Dia mengandalkan gizi dan olahraga saja.
HIV menurunkan daya tahan tubuh. Akibatnya kasus TBC meningkat. Di daerah Karawang HIV AIDS banyak karena LGBT. Hampir tiap perusahaan paling sedikit ada satu kasus HIV. Pekerja ini tidak boleh di PHK. Namun demikian akan menimbulkan masalah sosial.
Meskipun dokter dan perusahaan merahasiakan adanya penyakit ini, akhirnya akan bocor juga. Satu Direktur menyampaikan keluh kesahnya. Jika diberikan pesangon seharga satu warung, jika diperbolehkan saya rela PHK kan.
ADVERTISEMENT
Karyawan lain risih bekerja dengan karyawan HIV. Bekas duduknya, bekas piring makannya dan lain-lainnya selalu dipermasalahkan oleh mereka.
Sekarang ada kereta cepat Jakarta-Bandung lewat Karawang. Sebelum membangun kereta cepat itu belum pernah dilakukan penilaian dampak kesehatan (Health Impact Assessment/HIA). Kereta cepat antarprovinsi di Cina telah meningkatkan kasus TBC. Itu bakal terjadi di Indonesia. Apa lagi ada faktor HIV di Karawang. Jika akan diteruskan sampai Surabaya, perlu dilakukan HIA terlebih dahulu.
Dalam pembangunan apa saja, K3 perlu diperhatikan. K3 adalah top down. Jika Direktur atau Presiden mendukung pasti akan jalan. Pejabat itu yang punya kekuasaan. Rakyat hanya nurut saja.