Konten dari Pengguna

Tiga Orang Pencari Jati Diri: Gus Dur, Emha Ainun Najib, dan Rocky Gerung

Dr Sudjoko Kuswadji SpOk
Dokter Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran UI (1972), TNI AU Wamil (1974-1980), Chief Medical Officer Indomedika, Trainer dan Konsultan
15 Juli 2024 9:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr Sudjoko Kuswadji SpOk tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Istana Kepresidenan di Jakarta, pada 27 Oktober 1999. Foto: AGUS LOLONG / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Istana Kepresidenan di Jakarta, pada 27 Oktober 1999. Foto: AGUS LOLONG / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pendidikan Gus Dur berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Sejak kecil Gus juga belajar banyak bahasa. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya dengan mengaji kepada Ali Maksum, seorang kyai di Pondok Pesantren Krapyak dan belajar di SMP. Bukan karena Gus Dur bodoh, tapi dia dalam pencarian jati diri. Dia kepingin tahu siapa dirinya dan mau ke mana.
ADVERTISEMENT
Itu terlihat pada pendidikan selanjutnya. Ketika ia memulai belajarnya dalam Islam dan bahasa Arab tahun 1965, Gus Dur kecewa; ia telah mempelajari banyak materi yang diberikan dan menolak metode belajar yang digunakan Universitas.Gus Dur mengalami kegagalan di Mesir. Ia tidak setuju akan metode pendidikan serta pekerjaannya setelah G30S sangat mengganggu dirinya. Pada tahun 1966, ia diberitahu bahwa ia harus mengulang belajar. Gus Dur membatasi dirinya pada beberapa hal ingin dia ketahui saja
Mati ketawa ala Gus Dur sudah menjadi kenyataan. Beliau penuh dengan humor. Untuk itu perlu kreativitas. Jawa Timur penuh dengan orang Madura, satu suku yang lucu selain suku Karo. Dua suku dari banyak suku di Indonesia yang kaya humor. Lelucon itu sebenarnya pendengar ketinggalan memahami makna cerita yang sebenarnya. Pelawak itu mendahului pikiran pendengarnya pikiran pelawak jauh ke depan. Itulah pemikiran Gus Dur.
ADVERTISEMENT
Emha Ainun Najib mirip dengan Gus Dur. Dia juga menjalani pencarian dalam perkembangan hidupnya. Ayahnya memimpin lembaga pendidikan dan mengelola TK sampai SMP. Setamat SD, Cak Nun melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, namun tidak tuntas karena Cak Nun dituduh menjadi penggerak aksi demontrasi santri untuk menentang para guru. Karena alasan itu, Cak Nun dikeluarkan dari pesantren. Karena semenjak kecil ia sangat peka atas segala bentuk ketidakadilan, ia sempat dianggap bermasalah oleh para guru karena memprotes dan menendang guru yang dianggapnya tak berlaku adil. Suatu ketika ada guru terlambat mengajar, dan Cak Nun memprotesnya. Karena sebelumnya Cak Nun pernah terlambat masuk sekolah dan dihukum berdiri di depan kelas sampai pelajaran usai.
ADVERTISEMENT
Menjelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya, yang kemudian celetukannya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora pathèken” (arti dalam bahasa Indonesia adalah "tidak jadi presiden tidak apa-apa"). Memandang, merumuskan dan mengelola dengan prinsip dan formula yang sebelumnya belum pernah ditemukan dan dipergunakan. Dalam pandangan akademisi Barat, pemikiran dan kegiatan ini bisa dimasukkan dalam perjuangan decoloniality.
Semua orang bersekolah dan sampai lulus dan gelar sesuai profesinya. Cak Nun punya pilihan sendiri. Dia berhasil membujuk Soeharto untuk lengser. Jaman Jokowi dia bilang mirip dengan Firaun yang otoriter. Itu diucapkan jauh sebelum Presiden berhasil mengendalikan parpol. Tak ada visi dan misi Menteri, yang ada adalah visi misi Presiden. Sesudah Soeharto jatuh dia tetap di jalannya sendiri, tidak ikut-ikutan jadi menteri atau pejabat. Dia punya jati diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Rocky Gerung yang bersahabat dengan kedua orang di atas juga punya kemiripan. Rocky mulai berkuliah di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1979. Ia pertama kali masuk ke Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, yang saat itu tergabung dalam Fakultas Ilmu-ilmu Sosial. Namun, Rocky tidak menyelesaikan kuliahnya di jurusan tersebut. Alih-alih Rocky lulus sebagai Sarjana Sastra dari Jurusan Ilmu Filsafat. Rocky menemukan jati dirinya sesudah belajar filsafat ini. Dengan tingkat ilmunya tinggi dan bacaannya yang luas dia tak gentar memaki Jokowi. Presiden ini diam saja, karena tahu Rocky tak punya senjata dan massa untuk berontak. Rocky belum ketemu jati dirinya, karena dia masih berusaha cari kawan, merencanakan mendirikan partai untuk jadi presiden.
ADVERTISEMENT
Sementara ini Jokowi masih terus mencari identitas dirinya yang tak kunjung ketemu sampai menjelang akhir jabatannya. Pencariannya diwariskan pada anak dan mantunya. Sayang sekali keturunannya ini belum paham status pribadinya ***