Konten dari Pengguna

Dari Siem Reap ke Saigon: 12 Jam yang Menyenangkan

30 April 2019 22:43 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Driana Rini Handayani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dari Siem Reap ke Saigon: 12 Jam yang Menyenangkan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Sejak beberapa tahun terakhir, saya selalu menraktir diri sendiri setiap bulan Januari. Jika keadaan memungkinkan, saya usahakan untuk bepergian untuk beberapa hari. Tidak harus jauh, dan tidak musti ke luar Indonesia. Yang penting ada waktu untuk plesir. Semacam merayakan hari ulang tahun.
ADVERTISEMENT
Kadang saya pergi sendirian. Lain waktu, saya mengajak ibu. Tergantung keadaan, waktu, dan isi dompet saja.
Januari tahun ini, saya memutuskan untuk terbang ke Siem Reap, Kamboja. Kali ini sengaja saya jalan-jalan sendirian. Beli tiketnya dadakan, dan iseng saja saya beli tiket pulangnya dari Ho Chi Minh City, Vietnam.
Kenapa Siem Reap?
Setelah menimbang-nimbang, satu-satunya tempat yang saya ingin kunjungi di Kamboja memang hanya Siem Reap. Di sana ada Angkor Wat yang sudah lama membuat saya penasaran, dan –tentu saja—sebagai turis saya harus ke Ta Promh yang kondang setelah dijadikan tempat syuting film Lara Croft: Tomb Raider (diperani oleh Angelina Jolie pada 2001).
Sengaja saya coret Pnom Penh dari list, karena pikir saya, ini kan ceritanya lagi merayakan hari ulang tahun, ya. Pengennya yang senang-senang aja. Saya nggak mau ah, lihat yang sedih-sedih. Buat apa ke museum dan tempat bersejarah yang punya kisah kelam di masa lalu? Membayangkannya pun sudah ngilu sekali rasanya. Jadi saya putuskan untuk ke Siem Reap saja, kemudian lanjut ke Ho Chi Minh City, dan pulang ke Jakarta dari sana.
ADVERTISEMENT
Oya, empat tahun yang lalu, di bulan Januari juga, saya merayakan ulang tahun di Vietnam. Jadi hitung-hitung, perjalanan kali ini sekaligus adalah perjalanan nostalgia. Plus, saya ingin mengulang pengalaman minum es kopi susu murah dan enak, sambil duduk-duduk di dingklik pinggir jalan.
Balik ke soal perjalanan darat Siem Reap ke Ho Chi Minh City.
Jauh sebelum berangkat ke Kamboja, saya browsing, tanya ke teman-teman yang pernah ke sana, juga membaca beberapa travel blog. Informasi yang terkumpul cukup membuat saya bimbang. Saya menemukan cerita-cerita nggak enak tetang pengalaman beberapa traveler naik bus antar kota antara dua negara bertetangga ini. Bahkan ada yang dengan ekstrim menyarankan untuk naik pesawat saja, karena naik bus 12 jam sungguh bukan pilihan yang bijak.
ADVERTISEMENT
Tapi, beberapa temen traveler membantah cerita-cerita seram ini. Mereka bilang, tentu saja review yang saya baca isinya jelek semua. Penulis reviewnya rata-rata traveler Eropa atau Amerika, yang memang nggak pernah ngalamin naik bus antar kota antar propinsi macam di Indonesia. Saran dari mereka, coba saja naik bus. Aman, murah, dan mereka meyakinkan bahwa saya akan baik-baik saja. Tidak perlu khawatir berlebihan.
Pada akhirnya memang rasa penasaran ingin mencoba perjalanan darat menyeberang dari Kamboja ke Vietnam mengalahkan semua kekhawatiran saya. Bismillah sajalah. Berdoa saja. Naik bus lebih dari 12 jam saja saya pernah beberapa kali, kok. Masa sih yang ini saya nggak sanggup?
Maka sesaat setelah sampai di hostel di Siem Reap, saya mencari tahu apakah hostel tempat saya menginap juga menjual tiket bus ke HCMC. Oh, ternyata ada. Harganya USD 28. Atas rekomendasi beberapa kawan traveler, saya pilih naik Cat Mekong Express yang sedikit lebih mahal dibandingkan dua perusahaan bus yang melayani jalur yang sama, Virak Buntham dan Pnom Penh Sorya.
ADVERTISEMENT
Bus berangkat sedikit terlambat dari jadwal, entah kenapa. Tapi secara keseluruhan, pengalaman menyeberang dua negara ini dengan bus, cukup nyaman dan menyenangkan, kok. Driver, para petugas, dan pramugarinya ramah. Mereka juga cukup lancar berbahasa Inggris.
Selama perjalanan, dua kali bus berhenti di restoran kecil untuk memberi kesempatan para penumpang beristirahat, makan, dan ke toilet. Di perbatasan, meski agak repot karena penumpang harus turun sambil membawa semua bawaan, mengantre di imigrasi, lalu lari lagi ke imigrasi dan kembali lari ke atas bus yang sudah menunggu, saya senang aja. Rasanya mirip seperti di Johor Bahru kalau kita menyeberang dari atau ke Malaysia/Singapura. Asik-asik aja kok. Nggak ada yang horor atau kurang menyenangkan seperti cerita para traveler non Asia.
ADVERTISEMENT
Mungkin memang kita lebih beruntung, ya. Karena terbiasa dengan jadwal bus yang kadang molor, jalanan yang macet, kondisi bus yang tidak senyaman naik pesawat, jadi naik bus 12 jam ya rasanya nggak ada yang perlu dikeluhkan.
Benar juga kata temen-teman pejalan. Nggak perlu khawatir, dan saya akan baik-baik saja.