Darah Daging (Part 3)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
7 Agustus 2020 21:07 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
“Huhhhhh,” tarikan nafasku, yang tidak percaya dengan apa yang sudah aku lihat.
ADVERTISEMENT
“Kenapa Vin?,” tanya mang Darma.
“Tak apa mang, eh iyah mang Lisa sama Dewi udah pada besar dong yah sekarang,” tanyaku, untuk menenangkan suasana agar mang Darma tidak curiga.
“Lisa kelas 3 SMP sekarang Vin, Dewi baru mau masuk SD tahun ini, Vin kalau mau tidur, tidur aja perjalanan lumayan lama ke rumah nenek,” ucap mang Darma.
Seingat aku rumah mang Darma tidak jauh dari rumah Nenek, sekitar satu setengah jam dari rumah nenek
Rumah mang Darma tepat di Kabupaten, sementara nenek di ujung kabupaten (kampung) di kabupaten yang sama dengan mang Darma.
Sedang mengingat soal mang Lisa, Dewi dan rumah mang Darma, sosok nenek yang aku lihat barusan itu di rumah, kembali lagi teringat dalam pikiranku.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan siapa nenek tua itu semakin ada. Karena, aku ingat betul tidak pernah ada tetangga nenek-nenek dan tidak mungkin juga tiba-tiba ada disebelah Ayah.
Entah dari mana datangnya, pikiranku menyangkutkan dengan apa yang dikatakan Ayah soal kebangkrutannya dan omongan Ibu soal darah daging. Semakin aku pikirkan, semakin mata ini sangat berat, berat sekali perlahan aku paksa buka mata, semakin tertutup kedua mata ini.
“Mang awas di depan belokan tajam, jangan terlalu ngebut!,” ucapku membentak mang Darma.
“Iyah amang melihat kok Vin tenang aja, gak usah teriak!!!,” sahut Mang Darma membentak balik.
Benar saja dari arah berlawan ada mobil yang sama melaju kencang, bahkan sangat kencang. Akhinya tabrakan tidak bisa dihindarkan. Karena mobil tersebut keluar dari jalur dan tepat menabrak bagian depan mobil yang sedang aku tumpangi.
ADVERTISEMENT
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
“Huhhh… huhhhh… huhhhh,” aku melihat di samping, kepala mang Darma tepat berada di setir kemudi mobil, sudah penuh darah, bahkan darahnya sudah menutupi hampir semua bagian mukanya.
“Vinnn,” ucap mang Darma, menatapku sambil tersenyum menakutkan dengan mata melotot, hampir matanya seperti akan keluar.
Aku tidak bisa menjawab, hanya ketakutan melihat muka mang Darma dan tatapan seperti itu padaku. Tiba-tiba mang Darma memejamkan kembali matanya dengan perlahan.
Karena masih dalam keadaan kalap dan masih tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi, aku segera keluar mobil dengan keadaan mobil yang sudah sangat ancur bagian depanya.
Dari jarak yang tidak terlalu jauh, terlihat nenek bongkok berjalan mendekat padaku, bahkan aku hanya terpaku, mematung. Semakin dekat, aku melihat di belakang nenek yang berjalan bongkok itu ada seorang anak kecil.
Ilustrasi kecelakaan mobil, dok: pixabay
“Ka…mu kena…pa nak,” ucap nenek tua terbata-bata, dengan suara yang sangat serak sekali, dan hampir bagian mukanya tertutup rambut yang putih
ADVERTISEMENT
“Aku kecelakaan nek, di dalam mobil ada paman aku, tolong nek,” ucapku menjelaskan dengan sangat ketakutan.
“Ka...mu anak...nya, Asep.. Darma..wan kan?,” tanya nenek tua itu, sambil tertawa, dan tetap dengan suara yang terbata-bata, yang membuat aku semakin ketakutan.
“Ini… adik..mu.. sama… deng..an ka..mu,” ucap nenek tua, sambil menarik anak kecil di belakang badanya itu.
Yang membuat aku kaget dan sangat tidak percaya, anak kecil itu adalah adikku Bayu. Mukanya sama penuh darah, bahkan aku melihat jelas, kaki dan tanganya sudah tidak ada.
Aku tidak bisa berkata apapun, hanya diam melihat sesuatu yang tidak percaya dengan apa yang sudah aku lihat.
“Da…rah… da…ging,” ucap nenek tua itu dengan perlahan menatapku, tanpa bola mata diseblahnya.
ADVERTISEMENT
“Aaaaaaa...bayuuuu….!!!” teriakuuu sangat kecang sekali.
“Vinn… heh Vin bangunnn,” ucap mang Darma, menepuk bahu.
“Hahhh.. hah.. hah… iyah mang,” jawabku terengos engos.
“Kenapa kamu mimpi apa, segala teriak Bayu nih minum dulu, sebentar lagi kita sampai Vin,” ucap mang Darma, sambil menyodorkan air minum.
Aku tidak menjawab, masih tidak percaya dengan apa yang sudah aku alami barusan. Aku melihat jam yang aku pakai, gila aku sudah tidur sangat lama sekali, ucapku dalam hati.
“Sudah jangan berpikiran yang tidak-tidak, mamang tau kondisi seperti ini tidak akan bisa membuat kamu cepat merima dengan apa yang terjadi, Bayu adikmu akan baik-baik saja apalagi dia dengan Ibu dan Ayahnya Vin,” ucap mang Darma.
Ilustrasi melamun, dok: pixabay
Aku masih tidak bisa menjawab, melamun, melihat pemandangan yang memang rasanya hampir semakin dekat menuju rumah nenek, hutan dan sawah juga perbukitan adalah salah satu yang aku ingat, ketika 3 tahun yang lalu aku terakhir kesini, ketika kakek meninggal.
ADVERTISEMENT
Sisanya, ayah dan ibu yang sering berkujung menjenguk nenek dikampung, semakin aku ingat dengan perkataan mang Darma, bahwa Ayah, Ibu dan Bayu akan baik-baik saja, aku mencoba mengingat kembali mimpi itu.
“Tabrakan, mang Darma berdarah, nenek bongkok!,” ucapku dalam hati dan langsung teringat sosok nenek, yang sebelumnya aku lihat ketika berangkat meninggalkan rumah beberapa jam kebelakang .
“Iyah warna baju dan sosoknya sama percis!,” ucapku lagi dalam hati.
Tapi kenapa dia mengucapkan aku masih mengingat perlahan
“Darah Daging,” dan nama Ayah dan kenapa sosoknya begitu menyeramkan sekali, lalu kenapa aku tidak biasanya tidur siang dan mimpi dengan sosok nenek tua bongkok itu?.
Pertanyaan akan keanehan yang aku alami barusan menjadi pertanyaan tanpa jawaban, kebetulan yang tidak aku aminkan, andai itu terjadi dengan Darah yang berceceran yang aku ingat, itu sangat di luar keinginanku. “Akhirnya Vin sampai juga, kamu turunkan semua barang kamu yah, amang tidak akan turun dulu, soalnya buru-buru paling nenek di dalam ketuk aja pintunya,” ucap mang Darma tergesa-gesa.
ADVERTISEMENT
“Baik mang kalau gitu,” jawabku, segera aku turunkan semua di depan rumah nenek ini.
Rumah ini, berada di ujung kampung, paling ujung. Nenek terbilang orang yang terpandang di sini karna dulunya juga kakek adalah tokoh di kampung ini, yang terbilang sukses karna anak-anaknya terbilang sukses juga.
Ayah, mang Darma, dan mang Yudi (adik ketiga) ayah semuanya bisa dikatakan sangat berada, dan tidak heran ditahun ini dan sudah lama juga nenek termasuk juragan kebun yang mempunyai banyak kebun sayur-sayuran dan pisang.
Makanya tidak heran rumah sebesar ini hanya berisi, nenek, mang Deni (orang kepercayaan kakek dan nenek) dan bi Isoh (istri mang Deni).
Segera mang Darma pamit, bahkan terbilang terburu-terburu dengan cara dia memarkirkan mobilnya.
ADVERTISEMENT
“Kok bisa, padahal ke rumah ibunya sendiri mang Darma tidak pamit dulu, heran,” ucapku dalam hati, sambil berjalan membawa semua barang bawaanku menuju depan.
“Asalamualikum…” ucapku pelan, sambil mengetuk pintu.
Bersambung...