Konten dari Pengguna

Darah Daging (Part 4)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
10 Agustus 2020 20:31 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak kecil menyeramkan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
“Asalamualikum,” ucapku pelan, sambil mengetuk pintu.
Menunggu sambil duduk di teras depan, aku hanya melamunkan tentang mimpi yang sudah aku alami barusan, semakin aku mengikuti arah dan mencoba mengartikan mimpi itu, semakin membuat pusing di kepalaku terjadi lagi, seperti kejadian di dalam mobil.
ADVERTISEMENT
Tidak lama dari kejauhan, nenek sedang berjalan pelan. Usia yang sudah sangat tua, tidak membuat nenek bisa diam di rumah, begitu yang pernah aku dengar tentang nenek, dari ayah.
“Eh cucu nenek, udah nunggu lama nak?,” ucap Nenek.
“Barusan nek, tapi mang Darma langsung pulang begitu saja,” ucapku, sambil cium tangan nenek.
“Yasudah tak apa nak ayo masuk, padahal masuk saja tidak dikunci, nenek baru pulang dari kebun sana, biarin bawaan kamu nanti suruh si Deni yang bawa yah,” sahut nenek sambil menggelengkan kepala.
Aku juga heran, kenapa mang Darma seburu-buru itu, tapi tidak aku hiraukan. Segera aku masuk ke dalam rumah, dan langsung mengobrol panjang dengan nenek, tentang kebun, ayah dan juga tentang usia nenek.
ADVERTISEMENT
Sangat hangat!, aku rasa setiap wanita memiliki kehangatan berbeda dari kasih dan ketulusan yang aku rasakan, Nenek dan Ibu dalam hal ini sama saja.
Rumah nenek terbilang sangat terawat karena ada mang Deni dan Bi Isoh yang memang sudah lama semenjak kakek meninggal tinggal di rumah nenek, apalagi mang Deni orang kepercayaan kakek dan nenek sudah lama sekali.
Seperti anak kecil yang baru bertemu dengan ibunya, aku diperlakukan begitu manja oleh nenek, karena wajar juga aku cucu lelaki paling besar, setelah Lisa dan Dewi. Karna mang Yudi sampai saat ini belum memiliki keturunan.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
Sore berganti menuju malam tanpa kompromi, memberi kabar kepada ibu hanya lewat pesan dan itu juga sangat susah terkirim karena sinyal sangat susah sekali di kampung ini. Kehangatan dengan nenek berganti oleh dinginya malam di kampung ini.
ADVERTISEMENT
Setelah menunggu mang Deni yang tidak kunjung datang, akhirnya aku sendiri yang membawa semua barang bawaan ke dalam kamar yang sudah nenek sediakan untuku sebelumnya.
Kamarku di rumah ini bagian belakang yang menghandap ke teras belakang tempat dimana untuk berkumpul keluarga, dan di belakang teras itu ada kebun pisang yang terbilang sangat luas dan rapih.
“Nak, nenek tuh sehabis isya biasanya suka langsung tidur, tidak apa-apa yah nenek tinggal dulu, pintu di sini jarang dikunci nanti juga Isoh sama Deni pasti kesini,” ucap Nenek perlahan, di depan pintu kamar.
“Baik Nek tidak apa, aku sepanjang jalan menuju ke sini tidur lama sepertinya akan susah tidur palingan main game di laptop,” jawabku.
Ilustrasi rumah pedesaan, dok: pixabay
Jam berganti dengan cepat, pandangan mata pada laptop tidak membuat aku mengantuk tidak terasa malam pertama kepindahan aku ke rumah nenek terbilang cepat, dengan semua keadaan yang terjadi. Yang masih bisa aku pahami seutuhnya.
ADVERTISEMENT
Aku ingat tidur di mobil sudah sangat lama, tapi kenapa tentang mimpi itu terbayang kembali. Aku buang jauh-jauh hal itu memaksa fokus pada game, kenyatanya tidak bisa sama sekali.
Aku mendengar, di dapur seperti ada orang yang berjalan, aku pikir pasti itu mang Deni, ada niatan untuk bangun dan menyapa mang Deni. Tapi posisi yang sudah nyaman, akhirnya hanya membuat aku melamun, menatap ke arah jendela.
Aku lihat jam sudah jam 23:00 tidak terasa sekali, aku tutupkan laptop yang ada di pangkuanku, karena posisiku menyender pada dinding tembok. Aku melihat di depan teras belakang itu ada orang yang sedang menyapu, pikirku itu adalah bi Isoh istri mang Deni.
Aku hiaraukan lagi dengan rebahan di kasur sambil memperhatikan yang aku pikir bi Isoh tersebut, tapi ada hal yang membuat aneh.
ADVERTISEMENT
“Masa nyapunya gak pindah tempat disitu-situ aja,” ucapku pelan dan heran.
Segera aku bangkit mendekat pada jendela, untuk sekedar memastikan. Sayangnya posisinya membelakangi aku hanya rambut yang terurai hampir sampai paha, aku sedikit melamun
“Apa benar itu bi Isoh?,” tanyaku.
Aku hiraukan, dan segera aku menutup gorden jendela. Kembali tiduran dan berpikir masa iyah bi Isoh jam segini sih menyapu. Tidak lama mata mengatuk, sangat ngantuk sekali.
“Semoga tidak mimpi aneh lagi,” ucapku.
Tiba-tiba aku mendengar suara sapu, yang mengenai tanah
“Gesssrekk…gesrekk…” begitu berulang-ulang.
Membuat aku bangun langsung dan mata terbuka, aku melihat jam ternyata baru 15 menit saja aku tertidur, niat hati ingin membuka gorden jendela, pasti aku bisa memastikan siapa yang menyapu itu, tapi sangat dan benar-benar mengantuk sekali.
Ilustrasi menyapu, dok: pixabay
“Gila Yudi itu!, aku saja masih hidup!, masa sudah mau bagian-bagian tanah lagian itu sudah milik Asep!, lagian semua sudah dibagi masih saja mau hak kakaknya sendiri,” ucap nenek sangat keras.
ADVERTISEMENT
Membuat aku membuka kedua mata, ternyata hari sudah sangat pagi. Segera aku bangun dan menuju ruang dapur, di mana nenek dan mang Deni sedang mengobrol.
“Eh mang,” ucapku sambil bersalaman
“Aduh Kevin, udah makin gede aja kamu, udah dewasa keliatanya ini anak Asep nek haha,” jawab mang Deni sambil tertawa.
Bersambung...