Dusun Angker: Seorang Pemuka Adat (Part 6)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
18 Desember 2021 20:03 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Desa Angker, dok: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Desa Angker, dok: Pixabay
ADVERTISEMENT
Beberapa di antara mereka terlihat menunjuk-nunjuk ke arah Arkim sembari berbicara dalam bahasa yang tidak dapat dimengerti.
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian muncul beberapa orang perempuan yang juga sudah cukup sepuh. Namun di antara mereka terdapat yang lebih muda bahkan berparas cantik.
Orang-orang yang adalah warga dusun misterius tersebut mengenakan pakaian tradisional yang cara pembuatannya adalah dengan cara ditenun. Hal itu dapat diketahui dengan adanya beberapa alat tenun di setiap teras rumah sederhana di dusun ini.
Pak Tohar kemudian menoleh ke arah Dani yang posisinya di samping Arhan.
"Dan, kau sudah sadar? Kenapa yang lain masih belum siuman juga? Padahal kita sama-sama mendapat guyuran," ucapnya perlahan seraya menghindari adu pandang dengan warga yang sedang mengawasinya.
"Entahlah, pak. Tapi sepertinya nasib kita akan berakhir di sini seperti halnya Sulman. Lihatlah mereka sangat mengintimidasi. Mereka pasti sangat tidak ramah," tukas Dani seraya mencoba melihat ke arah para ibu dan gadis yang berdatangan.
ADVERTISEMENT
Ia kemudian mengalihkan perhatiannya pada seorang warga laki-laki yang sedang mengamati sebilah golok sembari berbicara.
"Itu goloknya Arkim," ucap Dani saat mengenali golok tersebut.
"Sangat disayangkan. Sudah dia yang melanggar tali itu, dia juga yang membawa senjata tajam. Ini akan berakhir buruk," tukas Pak Tohar sembari menatap tanpa berkedip ke arah warga yang sedang memegang goloknya Arkim.
Warga tersebut terlihat menunjuk ke arah Arkim yang masih belum siuman. Tak lama seorang pemuda dari warga dusun datang menyiramkan air menggunakan sebuah wadah dari buah labu air ke wajah Arkim.
Arkim terlihat menggerakkan badannya kemudian meronta saat sadar dirinya dalam keadaan terikat. Salah seorang warga kemudian mendorong tubuh Arkim dengan yang lainnya terlihat menambahkan ikatan ke tubuh laki-laki itu.
ADVERTISEMENT
"Lepaskan saya! Apa yang akan kalian lakukan kepada saya!" Arkim berteriak.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/@acep_saep88]
Salah seorang warga terlihat mencoba berbicara dengan Arkim namun ia malah menepuk keningnya saat menyadari bahwa orang yang di hadapannya tidak dapat mengerti perkataannya.
Warga lainnya terlihat menggerak-gerakkan kedua tangan seolah sedang menggunakan bahasa isyarat. Namun ia belum dapat membuat Arkim mengerti akan maksudnya.
Pak Tohar mengamati dengan seksama gerakan-gerakan warga yang sedang menggunakan isyarat itu.
"Intinya dia ingin kita pergi dan jangan pernah kembali ke dusun ini. Ini aneh. Kalau menurut rumor, orang yang mereka tangkap tidak akan pernah kembali lagi bahkan dalam bentuk mayat sekalipun," ucapnya seraya terus mengamati gerakan warga tersebut.
ADVERTISEMENT
"Lalu bagaimana dengan Sulman, Pak Idlam dan Istrinya? Mereka belum juga kembali. Lalu bagaimana dengan mayat itu?" Dani tampak penasaran setelah Pak Tohar menerjemahkan bahasa isyarat warga tersebut.
"Ia juga mengatakan jika dusun ini sedang terancam. Ada sebuah kelompok yang ingin dusun ini diratakan sebab nan jauh di bawahnya terdapat cadangan emas yang berlimpah. Kelompok tersebut telah mengeksplorasinya dan dusun ini harus dibebaskan. Tentu saja warga dusun menolak karena mereka tidak ingin tanah leluhur mereka dieksploitasi demi kepentingan bisnis. Berarti kelompok yang dimaksud adalah korporasi atau perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan khususnya emas dan perak," tutur Pak Tohar.
"Masalahnya adalah di mana mereka menyembunyikan Sulman?" ucap Dani seraya menoleh ke arah Arhan yg telah tersadar.
Ilustrasi orang misterius, dok: Pixabay
"Di mana ini? Mereka menangkap kita?" gumamnya.
ADVERTISEMENT
"Menurutmu?" sahut Dani.
Sementara Pak Tohar terus memperhatikan gerak-gerik warga yang menggunakan isyarat itu.
"Selebihnya dia mengatakan bahwa dia pusing karena di antara tawanan tidak ada yang mengerti akan isyaratnya," ucapnya dilanjutkan dengan berteriak. "Halooo!"
Para warga yang sedang mengerumuni Arkim tersebut lantas berpaling ke arah Pak Tohar.
Pak Tohar lantas meronta ingin ikatannya dilepaskan. Tak lama kemudian dua orang warga maju ke arah Pak Tohar. Mereka selanjutnya membuka ikatan Pak Tohar dan memindahkan ikatan Arhan ke belakang Dani dan Cayut.
Salah seorang warga kemudian menodong Pak Tohar menggunakan golok sementara satunya lagi mempersilahkan Pak Tohar berbicara menggunakan isyarat.
Pak Tohar kemudian mulai membuat gerakan-gerakan isyarat.
"Kami kemari untuk mencari teman kami yang hilang. Kami menduga mereka hilang karena menemukan dusun ini. Mereka tidak dapat ditemukan karena kalian menyembunyikan mereka,"
ADVERTISEMENT
Warga yang menodong Pak Tohar mendadak menempelengnya dengan keras. Ia juga hendak kembali menempeleng Pak Tohar jika tidak dihentikan oleh warga lainnya.
Tak lama warga yang sedang menjadi lawan bicara Pak Tohar, menggerakkan tangannya.
"Jangan sembarangan menuduh! Kami tidak pernah menyembunyikan siapapun yang kepergok datang ke dusun kami. Mereka selalu kami biarkan pergi dengan syarat mereka jangan lagi datang kemari," Pak Tohar menggeleng.
"Ada mayat yang tidak berbau, tergeletak tidak jauh dari dusun ini. Apa kalian tahu mayat itu?"
"Kalau untuk mayat itu kami akui kami yang membunuhnya. Itu adalah mayat salah seorang dari kelompok yang ingin menghancurkan dusun kami demi penggalian emas. Kami terpaksa membunuhnya dan membiarkannya begitu saja. Itu kami tujukan sebagai peringatan untuk kelompok para penggali itu.
ADVERTISEMENT
Terhadap orang-orang mereka? Sedikit saya beritahu bahwa kelompok ini adalah sebuah perusahaan besar di mana orang-orangnya memiliki banyak harta. Dengan harta tersebut mereka bebas melakukan apapun demi mencapai tujuan. Sampai sini paham?" Para warga terlihat saling pandang.
Raut wajah mereka mendadak memancarkan aura kecemasan.
"Kami sudah melakukan kesalahan besar?" tanya warga yang menjdi lawan bicara Pak Tohar.
"Bisa jadi. Tapi sepertinya mereka belum menemukan mayat itu. Jika mereka menemukannya, akan ada pembalasan dari mereka," tukas Pak Tohar.
"Tapi kami siap mati untuk mempertahankan kelangsungan kehidupan kami. Kami tidak ingin kehilangan tanah leluhur hanya karena rayuan kelompok penggali itu," tukas warga itu.
Selanjutnya ia berbicara kepada warga lainnya disambut dengan perginya mereka dengan segera ke suatu tempat.
ADVERTISEMENT
"Meski begitu, saya tidak mau membuat kaum perempuan dan anak-anak berada dalam risiko bahaya. Oleh karenanya mayat itu harus diambil untuk dikremasi," katanya menggunakan isyarat.
Pak Tohar menatap ke arah warga tersebut.
"Kenapa mayat itu bisa tidak berbau?"
"Racun yang dioleskan di mata panah bisa meminimalisir bahkan menghilangkan sama sekali bau busuk dari bangkai. Itu terdengar mustahil tapi begitulah adanya," tukas warga itu seraya melihat ke arah orang-orangnya yang telah kembali tanpa membawa apapun.
Ilustrasi pemanah, dok: Pixabay
"Celaka! Mayatnya sdh hilang!" Ia berbicara menggunakan isyarat kepada Pak Tohar.
Namun kemudian seseorang muncul dari balik pintu sebuah rumah yang ukurannya lebih besar dari rumah-rumah lainnya serta memiliki desain yang juga berbeda. Kemunculannya mendadak disambut oleh semua warga dengan berlutut di tanah, menghadap ke arah orang yang merupakan seorang laki-laki yang mengenakan setelan pakaian adat lengkap dengan penutup kepala.
ADVERTISEMENT
Warga yang tadi berdialog dengan Pak Tohar terdengar berbicara dengan bahasa lokal. Sedangkan Pak Tohar beserta Arhan dan Dani terkejut bukan kepalang saat melihat kemunculan orang tersebut yang mereka sangat kenal. Mereka merasa tidak habis pikir bagaimana bisa orang itu ada di dusun ini dan sangat dihormati oleh warga dusun.
"Pak Ihsan?" ucap Pak Tohar terperangah.
Sedangkan Pak Ihsan hanya menatap ke arah Pak Tohar dan yang lain. Laki-laki yang adalah Pak Ihsan tampak mengisyaratkan agar para warga berdiri. Selanjutnya ia turun dari rumah besar yang merupakan rumah panggung itu.
"Saya tadinya tidak akan keluar menampakkan diri saya dan membiarkan para warga menyelesaikan urusan ini. Sebab saya tidak ingin rahasia saya terbongkar. Tapi setelahh saya menyimak apa yang kalian diskusikan, saya menjadi terpancing untuk keluar. Apalagi setelah mayat itu tidak ada di tempat itu," tutur Pak Ihsan seraya menghampiri Pak Tohar.
ADVERTISEMENT
Bersambung...