Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Gending Alas Mayit: Hasutan Iblis (Part 13)
27 Agustus 2021 20:31 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Hari semakin malam, tak ada satupun cahaya masuk ke hutan itu. Laksmi tersadar dan menyeret tubuhnya sedikit demi sedikit.
ADVERTISEMENT
Di tengah rasa dendam yang menyelimutinya, ia sampai ke sebuah sendang yang digenangi dengan air yang berwarna hitam.
Bau busuk mengelilingi tempat itu.
“Mati… warga desa harus mati!” bisik Laksmi di setiap langkahnya.
Suara gemericik air terdengar, riak air muncul dari genangan air yang berwarna hitam itu.
Sebuah kepala dengan sanggul di kepala muncul dari dalam sendang, namun tak ada bola mata di wajah itu.
Makhluk itu berdiri dan semakin mendekat ke Laksmi.
“Khikhikhi…. Aku bisa nolongin kamu membunuh orang-orang itu," ucap makhluk itu pada Laksmi.
Laksmi memandang setan itu, setelah semua yang iya lalui, wajah seram setan itu sama sekali tidak membuatnya takut.
“Saya kasi apa saja.. yang penting warga desa mati!" ucap Laksmi kepada makhluk itu.
ADVERTISEMENT
Suara gong berbunyi, penglihatanku menjadi kabur.. Mataku kembali melihat orang-orang di balai desa, aku masih terbawa emosi. Selain itu, roh Laksmi masih berdiri di depanku, dan wajahnya tidak lebih dari sejengkal dari wajahku.
“Kamu sudah tau semuanya Danan… kamu masih mau membantu warga desa yang biadab itu?” ucap demit itu kepadaku.
Wajahku merah padam, terlihat di pintu ruangan pak kades berdiri dengan seseorang yang dijaga oleh beberapa anak buahnya..
Itu pasti Aswangga… aku merapalkan ajian lebur saketi pada tanganku dan bersiap menyerang mereka.
“Balaskan dendamku Danan! Balaskan rasa sakitku! dan jadilah pangeranku di Alas Mayit!” ucap Roh Laksmi diikuti dengan tawanya yang mengerikan.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/Diosetta]
ADVERTISEMENT
Suara gamelan mengalun tanpa henti, terlihat sesosok demit perempuan berdiri tepat di samping sahabatku Danan.
“Kalian!! Kalian yang telah membunuh Laksmi!” teriak Danan yang baru saja tersadar dari penglihatanya.
Wajah Danan terlihat merah padam, emosi terpancar jelas dari wajahnya. Sebuah mantra terucap dari mulutnya, dan itu diarahkan ke warga desa.
Aku melemparkan gong kecil yang ku pegang dan segera menghalangi serangan Danan yang diarahkan ke warga desa.
“Danan… eling Danan! Demit itu mempengaruhi kamu,” teriaku sambil menunjuk pada hantu Laksmi yang tertawa dengan mengerikan.
“Bunuh…. Bunuh mereka Danan, balaskan dendamku!” Demit itu terus membisikan kata itu ke Danan.
“Minggir Cahyo! Jangan lindungi mereka… mereka lebih biadab dari setan-setan itu!” ucap Danan yang masih berusaha menyerang Aswangga.
ADVERTISEMENT
“Aswangga memaksa Laksmi untuk melayani nafsu bejatnya, Anak buahnya memperkosa dan meninggalkan jasad Laksmi begitu saja di Alas mayit!" teriak Danan dengan penuh emosi.
“Warga desa yang menyebabkan orang tua Laksmi mati! Terutama si kepala desa keparat itu!,"
Aku menoleh kepada Pak Kepala Desa dan Aswangga memastikan kebenaranya. Mereka terlihat pucat dan berusaha meninggalkan balai desa.
“Bukan begini caranya Danan!" teriaku kepada Danan sembari melindungi Aswangga dan kepala desa.
“Kalau kamu melindungi mereka? Aku ga akan segan-segan," ucap Danan dengan geram.
“Aku iki koncomu Danan! Tenang dulu,” ucapku berusaha meyakinkan Danan.
Namun Danan tidak peduli, ia menyerangku dan menerjang keluar mengejar Aswangga dan kepala desa.
Sebuah pukulan yang diselimuti mantra penguat dihujamkan kepada Aswangga, namun anak buah Aswangga mencoba menahanya dan mereka berakhir dengan tebaring tak berdaya di tanah.
ADVERTISEMENT
“Piye iki Pak Kades…?” tanya Aswangga pada Pak Kades yang ada di sampingnya.
“Wis, kamu tenang dulu,” jawab Pak Kades, sambil menyiapkan sesuatu dari kantungnya.
Aku tidak punya pilihan, sepertinya aku harus melawan Danan dengan kekuatan penuh sebelum ia menghabisi warga desa.
“Kematianpun tak cukup untuk membalaskan rasa sakit Laksmi,” Danan bersiap sekali lagi membaca mantra untuk menyerang Aswangga namun aku berhasil mementalkanya.
“Kalau kamu mau menghabisi warga desa, berarti lawanmu adalah aku,” ucapku berdiri tepat di hadapan Danan.
“Baik Kalau itu maumu,” jawab Danan tanpa banyak bicara.
Ajian lebur saketi adalah ilmu pukuran jarak jauh andalan Danan, ia merapalkan itu dan mengarahkan kepadaku.
Sulit untuk menghindarinya, namun dengan meminjam kekuatan Wanasura, roh kera pelindung dari hutan Wanamarta aku mampu melompat setinggi tingginya dan menghindarinya.
ADVERTISEMENT
Pukulan keras kuhampirkan pada tubuh Danan yang membuat ia terpental, secara fisik harusnya ia tidak bisa menahan pukulanku yang diselimuti kekuatan roh wanasura.
Suara gamelan terdengar semakin keras, Danan merespon suara itu dan bangkit lagi seolah tak terjadi apa-apa. Ia membaca mantra dan menarik sebuah keris dari sukmanya.
“Heh Danan! Edan Kowe… Arep mateni aku?” teriaku.
Danan tidak menjawab, kali ini ia sudah benar-benar dikuasai oleh setan Laksmi itu. Iya menghujamkan keris itu, dan setiap seranganya menimbulkan getaran yang sangat kuat.
Aku hanya bisa menghindar dan menghindar, satu tusukan keris itu bisa saja langsung mengakhiri nyawaku.
Sesekali aku berhasil menyerang Danan, bahkan dengan kekuatan penuh, namun suara gamelan kembali memaksa Danan untuk menyerangku.
ADVERTISEMENT
“Mati… kalian semua harus mati!” hanya ucapan itu yang terus keluar dari mulut Danan saat menyerang dengan kerisnya.
Seandainya aku punya mantra pemanggil seperti Danan, mungkin aku bisa memanggil Geni Baraloka untuk memulihkannya.
Tapi sepertinya tidak ada pilihan lain, aku harus memanggil tubuh fisik Wanasura untuk melawan Danan walau dengan bayaran sebagian dari sisa umurku.
Sebuah pukulan kuhantamkan ke tanah, Danan dan seluruh benda yang ada di sekitarku terpental. Setidaknya jarak ini cukup untuk membuatku melakukan pemanggilan.
“Danan… jangan dendam padaku," aku membentuk posisi meditasi dan merapalkan sebuah mantra pemanggil, namun belum sempat selesai, suara pukulan gong besar terdengar dari dalam hutan.
Nada gamelan mulai berubah, rasa panas terasa dari dalam tubuhku, alunan nada gamelan terngiang tanpa henti di kepalaku yang memaksa tubuh ini untuk mengikuti iramanya.
“Arrrgh… Pak Sardi! gunakan Tabuh waturingin itu!” perintahku pada Pak Sardi untuk menghilangkan kutukan ini dari tubuhku, namun sepertinya tidak sempat.
ADVERTISEMENT
Pukulan Danan sudah di hadapan wajahku dan membuatku terpental, ia mengejar dengan keris di tanganya dan bersiap menghunuskanya kepadaku.
Suara pukulan gong dari tabuh waturingin mendengung, kutukanku terlepas.. aku berhasil menggerakan tanganku dan menahan keris Danan walau dengan luka di tanganku.
Sekali lagi pukulan keras dihujamkan Danan padaku , kali ini dari jarak dekat yang membuatku memuntahkan darah kental berwarna merah dari mulutku
Mati di tangan sahabatku sendiri sama sekali hal yang tak pernah kupikirkan, namun saat ini keris pusaka yang sudah berkali-kali menyelamatkan nyawa kami sudah berada di depan wajahku untuk menghabisi nyawaku.
Bersambung...