Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Misteri Rumah Kopel 2: Tanah Kuburan (Part 1)
28 Januari 2021 19:18 WIB
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masih ingat dengan pak Rahmat dari cerita Misteri Rumah Kopel 1?. Kali ini, cerita akan berlanjut dengan narasumber yang sama. Sebenarnya pada episode 2, penulis memberikan judul "Pulang" karena di episode ini kisah sudah bukan tentang Rumah Kopel, meskipun masih ada kaitannya.
ADVERTISEMENT
Misteri rumah kopel season 2 masih dari pak Rahmat, tapi bu Harti pun ikut mengisi di dalam kelanjutan cerita ini.
Cerita berlanjut,
Sewaktu kami akan pulang ke pulau Jawa, pagelaran ketoprak yang sebelumnya akan diselenggarakan, kini berjalan lancar. Di tempat tersebut, aku mengobrol dengan beberapa warga.
Salah satunya, sebut saja pak Andi dan istri pak Andi, aku panggil bu Andi. Kita ngobrol sambil ketawa-ketiwi, di sela obrolan, bu Andi bilang kalau besok mau minta tinggal ke rumah. Pak Andi hanya bisa diam, karena malam itu juga dia tak bisa ikut nonton ketoprak, dan aku pun mengiyakannya.
Esok harinya aku ke rumah bu Andi, saat itu Harti tak tahu karena dia ada di rumah. Aku ngobrol sama bu Andi sambil sesekali ngeledekin dia dan ternyata orangnya agak keganjenan. Maklum, walau pun suaminya bertubuh tinggi besar, tetapi agak Letoy di ranjang. Itu kata bu Andi.
ADVERTISEMENT
Hmm, agak saru nih!, soalnya setelah seminggu mau pulang ke pulau Jawa, ada kejadian horor. Semangatku untuk main ke rumah bu Andi agak kendor. Karena ada kabar, anak tetangga bu Andi meninggal.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/RamaAtmaja_HCR]
Aku main ke rumah pak Andi, kita beramai-ramai membantu semua keperluan guna pemakaman tetangganya. Sampai sore, sekitar pukul 16, akhirnya selesai semua.
Karena merasa lelah, aku pun langsung beranjak pulang. Sampai rumah, aku langsung mandi. Celanaku yang kotor, ku gantung di balik pintu kamar mandi.
Sehabis mandi aku pun tidur, karena tak bisa menahan lelahnya mata ini. Magrib pun datang, aku terbangun dari tidur karena mendengar suara yang sangat mengganggu.
Aku langsung bangun dari tempat tidur dan mencari sumber suara tersebut. Suaranya seperti seseorang yang sedang memukul-mukul tiang rumah pakai kayu. Suaranya sangat kencang dan begitu memekakan telinga.
ADVERTISEMENT
Anehnya, terkadang suara itu begitu nyaring, tetapi terkadang terdengar begitu sayup, seakan jauh. Suaranya begitu terus menerus dan aku rasa, memang ada disekitaran rumah.
Kurang lebih setengah jam dan akhirnya aku menghiraukan suara tersebut. Aku langsung masuk ke dalam rumah dan melaksanakan salat magrib.
Tiba-tiba ada seseorang yang datang, sebut saja pak Ahmad. Orang yang pernah aku mau pinjam mobilnya, waktu Harti mau melahirkan. Sebenarnya setelah hal itu, aku dan pak Ahmad sering jalan bareng, karena suatu urusan bisnis kecil-kecilan sama dia.
Beliau pun masuk ke dalam rumah, lalu aku menyuruh beliau duduk. Karena waktu itu, aku mau melepaskan pakaian salat yang aku kenakan. Lalu kita pun pergi keluar dan duduk di teras rumah sambil ngobrol. Lalu, suara tersebut kembali terdengar.
ADVERTISEMENT
"Mas!, berisik banget!, siapa sih yang iseng-iseng membuat kebisingan malam-malam begini?," tanya pak Ahmad.
"Entahlah pak!, dari tadi juga terdengar, namun sempat berhenti. Aku cari-cari, tapi tidak menemukan siapa orang yang membuat kebisingan ini," jawabku.
"Ya sudah, ayo kita cari lagi!," ajak pak Ahmad.
"Ayo pak!," balasku.
Akhirnya kita pun mencari lagi sumber suara yang mengganggu itu. Kita telusuri setiap pojokan dan bagian bawah rumah panggung ini.
"Iseng banget nih orang!," gumamku.
Kita terus mencari, hingga sampai bagian belakang yang ada kamar mandinya. Anehnya, suara tersebut tiba-tiba berhenti.
"Mas!, tadi habis dari mana?," tanya pak Ahmad.
"Tadi habis ke pemakaman anak dari tetangga pak Andi," jawabku. "Kenapa pak?," tanyaku sambil memasuki kamar mandi.
ADVERTISEMENT
"Ini Mas!, asalnya dari tanah yang Mas bawa di ujung celana Mas. Tadi Mas lupa bersihkan kan?, gak Mas cuci," jelas pak Ahmad.
"Oh, gitu ya pak?," ucapku sambil mengambil celana tersebut dan langsung mencucinya.
Lalu, kita kembali ke teras dan lanjut mengobrol dan alhamdulillah, gak ada keanehan lagi pada hari ini.
Setelah kejadian malam itu, aku masih sempatkan main ke rumah bu Andi. Entah kenapa, aku lebih nyaman main ke rumahnya, walau hanya sekedar ngobrol.
"Astaghfirullah, aku sampai lupa sama anak dan istri. Semoga takkan terjadi yang tak aku inginkan,"
Beberapa hari berselang, akhirnya kita pulang ke Jawa naik kapal laut.
Di sepanjang perjalanan, aku lebih memilih mendiamkan Harti dan kepikiran terus dengan istri pak Andi.
ADVERTISEMENT
"Apa aku terkena pelet?," gumamku dalam hati.
Harti terus menggendong anak kami dan aku hanya memilih diam, melamun dan masih terus memikirkan bu Andi.
"Mas!, kepalaku pusing!," seru Harti.
"Ya sudah, nanti aku carikan obat, minta ke ABK," jawabku dan pergi meninggalkannya.
Aku naik ke atas, yang awalnya ingin minta obat. Tetapi langkahku terhenti, karena ada hiburan dangdutan di kapal ini.
Walau perjalanan cuma 18 jam, tetapi ada hiburannya dan aku sampai lupa dengan tujuan awal.
"Mas! Mas ...!," Harti memanggil, dia menyusul naik dengan langkah sempoyongan.
"Aduh!, ganggu saja!," gumamku dalam hati.
"Mas!, kamu kok tidak peduli padaku?, aku dari ruangan petugas tuk minta obat, nunggu kamu gak datang-datang dan rupanya malah diam di sini," ucap Harti, namun aku hanya bisa diam dan mengantarnya kembali duduk di kursi penumpang.
ADVERTISEMENT
Sepanjang perjalanan Harti terus menggendong sang buah hati, aku sendiri seakan tak peduli dengan semua itu dan hanya memilih diam.
Setelah beberapa tahun di pulau Jawa, aku mendengar kabar dari keluarga yang ada di kota baru. Kalau bu Andi meninggal dunia setelah kabur dari pak Andi dan hidup dengan lelaki lain. Meninggalnya pun, dalam keadaan hamil.
Bersambung...