Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Misteri Rumah Nenek: Munculnya Keanehan (Part 3)
8 April 2021 20:03 WIB
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Kak mana kunci rumahnya?,” tanya Mella.
“Eh kamu lagi, di tas kakak di bagian depan, ambil sana sama kamu," ucapku sambil memberikan kunci mobil.
ADVERTISEMENT
Baru beberapa langkah Mella menjauh dari rumah berjalan menuju mobil, aku seperti mendengar suara sepatu orang yang berjalan di dalam rumah. Deg!, langsung aku kaget.
Siapa yang di dalam rumah, apa kang Idim menginap di dalam? Tapi gordeng jendala masih tertutup, aku tidak bisa melihatnya.
“Kang... Kang... Akang di dalam ini aku Fedi,” teriakku.
“Ya gimana akang ada di dalam kan kuncinya ini baru aku bawa,”
Deg! Suara Mella mengagetkan aku, beneran aku sangat dibuat kanget!.
“Ah kamu lagi, kaget kakak ini,” ucapku dengan nada yang masih penuh keheranan.
“Lah emang benerkan kuncinya ini, lagian harus teriak-teriak aneh, kenapa sih?,” ucap Mella.
“Gapapa Mel, mana sini, yuk kita buka,” ajakku.
ADVERTISEMENT
Saat aku mau membuka pintu utama, susah sekali, sudah sekuat tenaga aku gerakan kunci, tetap susah.
“Gak bisa yah kak?,” ucap Mella.
“Iyah susah Mel,”
“Kuncinya kali, udah lama gak dipake kesitu jadinya susah,” ucap Mella.
Iya juga masuk akal pikirku, akhirnya aku putuskan untuk menuju Makam terlebih dahulu bersama Mella, tidak perlu menggunakan mobil, cukup berjalan 10 menitan, sudah sampai ke makam kakek dan Nenek juga makam keluarga buyut.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
Berdoa sejenak sambil membersihkan Makam. Tapi, Makam masih sangat terawat, terlihat sering sekali dibersihkan. Selseai beberapa menit di makam, aku dan Mella menuju rumah lagi. Benar sekali, dari kejauhan pintu rumah sudah terbuka, jendela juga. Aku senang, pasti kang Idim sudah di dalam.
ADVERTISEMENT
Benar saja ketika semakin dekat melangkah, sosok kang Idim sudah terlihat, aku langsung bertegur sapa, saling cerita kabar, tentu juga Mella yg keliatan dekat dengan kang Idim karna banyak bertanya soal Nenek.
“Hampir beberapa tahun rumah ini seperti rindu penghuninya, sejak ibu kalian berpesan agar akang juga boleh menginap di sini, akang tidak pernah sama sekali karena tidak enak,” ucap kang Idim.
Kang Idim yang sudah terlihat tua walau fisiknya masih kuat, tapi raut wajah tidak bisa membohongi kalau kang Idim memang benaran sudah berumur.
“Kang, Mella sama kakak enggak bakalan lama di sini paling 2 malam saja, hari minggu juga sudah pulang lagi karena senin harus sekolah dan kak Fedi juga kuliah lagi,” ucap Mella.
“Gapapa neng, yang penting sudah sekian lama rumah ini kosong, akhirnya cucu-cucu Nenek bisa nginap di rumah ini,” sahut kang Idim.
ADVERTISEMENT
Karena hari jumat makin siang dan waktu ibadah solat jumat semakin dekat, akhirnya kang Idim mengajak aku beribadah di Masjid sekitar, yang jaraknya lumayan sekitar 10 menitan lebih berjalan kaki.
“Eh ini Fed, kunci rumahnya,” ucap kang Idim
“Sini kang biar aku aja yang pengang, kakak suka gampang lupa hehe,” sahut Mella.
Aku biasa aja atas ucapan Mella seperti itu, yang aku kaget adalah kunci yang kang Idim kasih dengan kunci yang aku pegang sama tidak ada bedanya, hanya beda di bagian gantungannya saja. Yang aku gantunganya seperti rumah mini gitu, sementara yan kang Idim punya seutas tali.
“Akang tunggu di rumah yah, Fedi siap-siap dulu sana,” ucap kang Idim, sambil berjalan duluan.
ADVERTISEMENT
Setelah kang Idim pergi, di depan Mella aku masukan lagi kunci yang aku pegang ternyata sekarang bisa digunakan, kenapa tadi tidak bisa? Apa karena sebelumnya ada suara langkah sepatu itu?.
Aku pamit pada Mella dan dia tidak keberatan aku tinggal untuk ibadah solat jumat. Sebelumnya aku hanya baru masuk ruang tamu bagian rumah ini, benar-benar tidak ada yang berubah sama sekali, tapi aku mencium bau yang aneh, bahkan sangat aneh sekali!
Seperti bau bunga melati yang seketika lewat begitu saja, padahal tidak ada angin sama sekali. Tapi apakah Mella juga mencium bau yang sama?.
Aku tinggalkan Mella sementara aku dan kang Idim sepanjang jalan terus bercerita, tentang keluarga kang Idim dan tentu juga rumah Nenek itu.
Selesai ibadah solat jumat, kang Idim dan Teh Wati memasak di rumahnya. Padahal aku tawarkan untuk memasak di rumah Nenek saja. Tapi, penolakan dari teh Wati dengan penuh pertanyaan dari aku, karena seperti ada yang aneh saja.
ADVERTISEMENT
“Nanti kalau udah beres den Fedi, kang Idim suruh teteh anter makananya ke sana yah,” ucap Teh Wati.
“Iyah teh makasih, takutnya aku ketiduran, nanti ada Mella juga di rumah,” ucapku.
Dalam perjalanan pulang ke rumah Nenek, aku sempat berpikir tentang hal aneh yang barusan aku alami, tapi aku percaya rumah Nenek ini baik-baik saja apalagi aku cucunya.
“Mel...Mel...Mel...” teriakku di dalam rumah.
Barang-barang bawaan masih bergeletak di ruang tamu, aku berjalan sambil bereteriak memanggil Mella. Aku dikagetkan pada ruangan utama rumah ini, masih sama tidak ada satu bendapun yang posisinya berubah, apalagi sofa ini.
Aku duduk di sofa dan langsung teringat bagaimanana kenangan bersama nenek, pernah terjadi di sini.
ADVERTISEMENT
Semua ruangan aku cek, mencari Mella, rumah ini memiliki 5 kamar dan 1 kamar utama yaitu kamar nenek dulu. Semua aku cek sampai ke bagian dapur. Mella tetap tidak ada.
Akhirnya aku kembali ke ruang tamu, untuk membawa masuk barang-barang, pikirku paling Mella sedang keliling atau ada di belakang.
Sialan! Baru saja pandanganku dibuat terkejut ternyata si Mella sedang tertidur di sofa yang barusan aku duduk, kenapa aku tidak melihatnya barusan! Padahal aku juga duduk di sofa itu!.
“Mel bangun bentar lagi kang Idim ke sini bawa makanan,” ucapku.
“Iya ih masih ngantuk aku kak,” sahut Mella.
“Kamu tidur dari kapan emang?,” ucapku sangat penasaran.
“Kak Fedi berangkat aku langsung tidur, kenapa emang?,” sahut Mella.
ADVERTISEMENT
Sialan, berarti sedari tadi Mella sudah ada di sini, kenapa aku tidak melihatnya dan malah mencari bahkan teriak-teriak nama dia.
“Soal kunci aku bisa menerimanya dengan sedikit logikaku, suara orang berjalan dan soal Mella yang tertidur sementara aku tidak melihatnya, itu sama sekali tidak bisa aku terima dengan akal," ucapku dalam hati.
Aku tidak menceritakan keanehan yang aku alami pada Mella, aku anggap ini ucapan selamat datang yang membuat aku sama sekali tidak takut, hanya keanehan saja yang aku alami.
Bersambung...