Misteri Vila Gong Menthik: Hantu Laki-laki (Part 3)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
13 Oktober 2021 18:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi vila horor, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vila horor, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Sampai pada titik ia jelas mendengar sumber suara itu seolah tepat berada di luar jendela kamarnya. Sangat dekat.
ADVERTISEMENT
Suara itu berangsur hilang. Antara ketakutan dan penasaran, ia meregangkan tekanan bantal di telinganya untuk lebih memastikan praduganya.
Dengan kewaspadaan tingkat tinggi, Raul mulai memfokuskan pendengarannya ke arah jendela kaca di depan ujung kakinya.
Saat lampu kamarnya menunjukkan gelagat ketidak stabilan dalam penerangan, dan 5 detik setelah suara derap langkah kaki lenyap tak berbekas, terdengar suara ketukan tiga kali yang ringan pada jendela.
Tok tok tok.
"Raul, vamos la!"
"Matiii!" pekiknya dalam hati.
Bulu kuduk di belakang lehernya sontak bergidik. Ia ketakutan setengah mati. Dosa apa aku, sampai harus mendengar ketukan dan suara hantu lelaki memanggil-manggil namaku! Jeritnya dalam hati.
Suara itu makin lama makin terdengar seperti gaung yang memantul-mantul pada seluruh sudut kamar. Dan pada detik itu, terdengar makin dekat.
ADVERTISEMENT
Raul memejamkan mata serapat-rapatnya, dengan menggeser punggung ke belakang, semua doa yang ia hapal dibacanya dengan belibetan. Tetapi suara itu malah seolah tidak peduli. Doa-doanya memental. Suara serak dan parau itu tetap memanggil-manggil namanya.
"Raul, vamos la....Raul, vamos la.....Raul, vamos la.”
Kali ini suaranya terdengar makin dekat, seakan hanya berjarak sejengkal dari tubuhnya. Hidungnya disengat bebauan busuk dari angin yang berhembus ringan.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/Vynto@1nl4nd3r]
Dicobanya untuk menarik tubuh ke belakang dengan cepat. Sialnya jarak antara punggungnya dan dinding kamar sekarang sudah habis. Kesialan yang menjengkelkan bagi Raul pada situasi yang genting seperti sekarang.
Tidak ada yang bisa ia lakukan selain jurus penghabisan. Lari tunggang langgang.
Sebelum ia melentingkan tubuhnya untuk persiapan lari cepat, suara-suara itu menghilang. Sepi. Lengang. Raul memberanikan diri untuk sedikit membuka kelopak mata dengan hati-hati.
ADVERTISEMENT
Dheg!
Prajurit bule berwajah pucat itu mengenakan seragam atasan biru kusam dan penuh bercak tanah basah. Topi tingginya berwarna senada dengan bajunya. Celana putihnya pun tak kalah kusam.
Kakinya yang tak menyentuh lantai, dibungkus boot hitam yang penuh lumpur. Satu tangannnya mengenggam senjata laras panjang dengan bayonet pendek yang terpancang pada rel geser di bawah moncong senapan.
Tanpa menunda sedetik pun, Raul menjerit sekencang-kencangnya.
"Toloong!"
Aneh! Tak ada suara sedikitpun yang keluar dari mulutnya yang menganga lebar. Pita suaranya terkunci. Lebih dari sekadar bisu dan kini seluruh otot di badannya kaku mengejan. Tak terkecuali otot kantung kemihnya yang memompa sedikit isinya keluar membasahi celana pendeknya tanpa sungkan.
Sedetik kemudian tubuhnya menegak dengan sendirinya, lalu ringan melayang mendekati hantu itu. Dengan menyisakan jarak sepanjang lengan, kedua tangan setan itu diangkat ke depan.
ADVERTISEMENT
Seperti biasanya penampakan setan, ia sangat menakutkan.
Raul berjuang untuk memalingkan muka. Tapi semua otot di tubuhnya mogok bekerja. Entah kalimat apa yang sanggup menggambarkan kengerian itu. Tubuh Raul seketika lemas serasa mau pingsan.
Sialnya, setan itu seolah menyuruhnya untuk tetap terjaga. Kedua mata Raul mulai perih karena kering. Ia tidak bisa mengedipkan mata sedikit pun.
Dengan menahan sakit yang hebat, dari ujung matanya, Raul melihat bayangan hitam besar muncul dari sudut kamar yang paling gelap. Sosok itu berjalan mendekati setan yang sedang mencengkeramnya.
Raul tidak bisa melihat sosoknya dengan jelas. Selain ketakutan, matanya sangat perih. Lamat-lamat telinga Raul mendengar sosok itu berbicara.
“Kasian...”
Ilustrasi jubah hitam, dok: pixabay
Sosok hantu prajurit itu melepaskan jari-jarinya dari kelopak mata Raul. Sejurus kemudian ia menjambak rambutnya dan ditariknya ke belakang dengan kuat. Mulutnya mendekat ke mulut Raul yang otomatis menganga. Bau bangkai mulai menusuk-nusuk indra penciumannya.
ADVERTISEMENT
Siksaan itu belum berhenti. Dari dalam rongga mulutnya yang hitam keluar lendir kehitaman. Lengket dan bertekstur kasar. Kedua mulut mereka berpagut. Lidah setan itu menjulur menerobos masuk. Membawa lendir hitam masuk lebih dalam.
Raul mengecap sensasi kasar seperti pasir. Rasa pahitnya tak terbayangkan.
“Jangan dilawan bang...anggap saja jamu pahitan..”
Asu!
Perut dan semua bagian di tubuh Raul spontan bergejolak. Menolak benda asing menjijikkan yang masuk dan menempel di lidahnya.
Beberapa belatung menggeliat keluar dari ujung bibirnya. Kedua kaki dan bagian tubuhnya yang lain ingin serempak memberontak. Tapi saraf motoriknya tak bekerja. Ia hanya bisa mengerang.
Aarrggh!
***
Pagi itu Raul lebih banyak terdiam, Pak Nora juga irit mengajaknya bicara. Hanya basa-basi menanyakan apakah tidurnya nyenyak atau tidak. Setelah itu ia meninggalkan Raul sendirian menuju pondok kecil yang difungsikan sebagai kediamannya.
ADVERTISEMENT
Raul tak mungkin menganggap enteng mimpi buruk yang merisaknya semalam. Semula ia berniat menggali informasi sebanyak-banyaknya perihal hantu prajurit pada Pak Nora, lelaki separuh baya penjaga villa, tapi niat itu tak lama dibatalkannya.
Pria parubaya, dok: pixabay
Sekali teror hantu telah cukup menguatkan niatnya untuk segera kembali ke Semarang dengan membawa kabar gembira. Villa Gong Menthik banyak hantunya!
Ia yakin, teman-teman kantor sepakat dengannya, yang diperlukan Raul hanya menyusun dan merangkai cerita hantu yang paling menakutkan. Agar Sinta, ketua panitia yang merangkap bendahara, segera mencari alternatif tempat lain yang lebih layak untuk acara kantornya.
Setelah menghabiskan sarapan bubur ketan di meja ruangan depan pemberian Pak Nora. Ia beranjak mandi dan segera mengemasi pakaiannya yang masih basah.
ADVERTISEMENT
Tok tok tok!
Suara ketukan di pintu menghentikan kegiatannya berkemas.
“Kalau sudah siap, ayo mas kita keliling melihat-lihat sekeliling,”
“Ehm. Boleh pak, sebentar bapak tunggu di luar ya,”
Raul ditampar rasa sungkan, tak ada alasan bagi dirinya untuk pergi tanpa terlebih dahulu berkeliling, sesuai rencana dirinya dengan pak Nora, tadi malam.
Bersambung...