Konten dari Pengguna

Mitos Di Balik Lagu ‘Resah’ Payung Teduh (Bagian Terakhir)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
25 September 2017 5:44 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Aku menunggu dengan sabar, di atas sini, melayang-layang."
Mitos Di Balik Lagu ‘Resah’ Payung Teduh (Bagian Terakhir)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gantung Diri (Foto: bali.tribunnews.com)
ADVERTISEMENT
“Aku ingin berjalan bersamamu,
Dalam hujan dan malam gelap”
Penggalan lirik tersebut memang romantis, ia bisa merepresentasikan keinginan seseorang untuk selalu berdua dengan kekasihnya. Namun, pertanyaannya yaitu, seberapa besar persentase dari ‘perasaan ingin selalu bersama kekasih’ menggiring kita pada sebuah kata-kata atau ekspresi yang mengeksplisitkan bahwa kita ingin berjalan dalam keadaan malam dan gelap. Biasanya, dan memang sudah menjadi keumuman bawah sadar, momen berdua dengan kekasih selalu terasosiasi dengan momen-momen seperti pagi hari dan kesejukannya, atau dengan senja dan kilatan jingganya. Tidak pernah ada yang ingin berdua dalam keadaan malam yang gelap dan hujan. Ya kecuali bagi pasangan muda-mudi yang hendak berbuat ‘itu’ sih, huehehehe. Nah konon, makna sesungguhnya dari penggalan lirik itu adalah representasi atau konotasi dari dunia lain. Dunia yang bukan orang hidup tinggali, tapi bagi mereka yang telah meninggal.
ADVERTISEMENT
“Tapi aku tak bisa,
Melihat matamu.”
Dalam hubungan, saling menatap mata adalah tindakan yang wajar. Namun mengapa justru tindakan yang sewajar, dan semudah itu dilakukan, tidak bisa sama sekali terlaksana. Okelah, mungkin saja bagi mereka yang LDR mereka tidak bisa saling menatap mata. Tapi tetap saja, dengan teknologi saat ini, mereka bisa saja menatap mata dengan video call. Jadi mengapa masih tidak bisa melihat mata? Terhadap keheranan itu, penjelasan yang masuk akal adalah dengan mengatakan bahwa kekasihnya memang telah meninggal. Sehingga tindakan saling menatap mata memang tidak dapat dilakukan.
“Aku ingin berdua denganmu,
Di antara daun gugur.”
Kata ‘daun gugur’ dalam penggalan lirik tersebut memiliki makna yang sama dengan kiasan ‘gugur bunga’ dalam konteks memperingati dan mengenang jasa para pahlawan. Disitu, makna dari daun gugur tidak lain adalah kematian. Hal itu memperjelas dugaan dari lirik sebelumnya, yang merepresentasikan seseorang yang tidak bisa melihat mata kekasihnya karena dipisahkan kematian.
ADVERTISEMENT
“Aku ingin berdua denganmu,
Tapi Aku hanya melihat keresahanmu”
Ya, dari sini semua mulai sudah masuk akal. Jika memang benar lagu ini didasari oleh sebuah puisi ciptaan teman Comi yang ditinggal mati oleh kekasihnya, maka makna dari penggalan lirik itu jadi jelas. Keinginan teman Comi untuk bersama dengan kekasihnya tak dapat tercipta. Mereka dibatasi satu kepastian, yaitu kematian. Sehingga keinginan itu tidak dapat memunculkan sosok kekasihnya lagi, hanya dapat cukup memunculkan keresahan di hatinya.
“Aku menunggu dengan sabar,
Di atas sini melayang-layang,
Tergoyang angin,
Menantikan tubuh itu.”
Akhirnya, sadar atas adanya jurang pemisah antara kehidupan dan kematian, teman Comi memutuskan untuk gantung diri. Penggalan lirik di atas adalah romantisasi dari tindakan teman Comi yang mati gantung diri (karena tidak pernah ada seorangpun yang mati gantung diri, tapi kakinya melantai atau tidak melayang-layang dan karena ia gantung diri di pohon maka tubuhnya pastilah tergoyang-goyang angin), berharap dapat menyusul dan segera bertemu dengan kekasihnya yang telah duluan meninggalkannya di dunia kehidupan.
ADVERTISEMENT
Itulah makna lain di balik lirik lagu ‘Resah’ milik Payung Teduh. Agak mengerikan, kendati sesungguhnya lebih terkesan miris. Namun Payung Teduh tetaplah Payung Teduh, kendati ada sensasi miris tapi entah mengapa miris ini adalah miris yang romantis.