Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Penunggu Peternakan (Part 1)
24 April 2020 23:51 WIB
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kisah ini merupakan pengalamanku ketika selepas lulus sekolah tentang sebuah peternakan ayam yang mempunyai nilai horor tersendiri bagi diriku.
ADVERTISEMENT
Mundur ke belakang di mana awal berdirinya kandang ayam ini. Pertengahan tahun 2005 kandang peternakan ayam ini dibangun di bekas perkebunan mangga milik bapak haji. Dari awal berdiri sampai sekarang tak pernah habis cerita menyeramkan oleh setiap penjaganya.
Puluhan orang penjaga berganti, puluhan kisah mistis juga mengiringi di setiap periodenya. Selain jauh dari pemukiman di sini juga memang sudah terkenal angker sejak dahulu kala.
Ujung timur desa yang menyimpan banyak cerita dari 'mereka' sebelah barat kandang berbatasan dengan perkebunan mangga dan pisang warga yang di mana perkebunan tersebut terkenal dengan 'rumah' pocong julukanya.
Yah karena memang bukan cuma satu atau dua sekali muncul namun banyak lebih dari 10 pocong ketika muncul di hadapan warga yang sial karena melintasi daerah tersebut pada malam hari.
ADVERTISEMENT
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/demozyen]
Di sebelah utara kandang kurang lebih 10 meter berbatasan dengan rawa rawa kecil di tengah persawahan. Tentu menjadi tempat tinggal dari 'mereka' dan memang rawa tersebut tak kalah angker dan seramnya dari perkebunan pisang di sebelah barat.
Di sebelah timur kurang lebih 300 meter adalah pemakan desa sebelah yang terpencil berada di tengah persawahan makam dari orang zaman dahulu.
Dan bergeser ke sebelah selatan tepat di hadapan kandang adalah kali wetan yang dilintasi jembatan kecil di mana jembatan tersebut adalah bekas pembantaian dari orang orang pada zaman dahulu ketika penjajahan belanda.
Di bawah jembatannya adalah kuburan dari para korban pembantaian yang sudah menjadi sungai kecil untuk irigasi persawahan warga. Usman panggil saja demikian, Dia adalah penunggu peternakan sekarang dan dia hanya menjaganya seorang diri.
ADVERTISEMENT
Cukup lama kami berbincang hingga ia menceritakan apa yang ia alami sekitar 5 hari yang lalu. Malam itu turun rintik hujan yang sedang dan awet sedari sore hingga malam hari Usman terjebak di kandang dan tak bisa pulang.
Ia pun memutuskan untuk berbaring sambil mendengarkan suara musik dari radio tua yang terpasang. Mendengar Radio adalah hiburannya di kala bekerja dan beristirahat.
Rasa kantuk mulai mendera, memberatkan mata mengajak Usman untuk terlelap hingga akhirnya ia tertidur dengan lelapnya.
"Sssrrrrzzzzhhhhh,,,ssrrzzzzzhhh" suara radio yang kehilangan frekuensi Sementara hujan di luar tak kunjung reda malah semakin deras, kilatan petir mulai tercipta diikuti dengan suara gelegar gemuruh yang yang membangunkan Usman dari tidurnya.
Namun bukan hanya itu, samar-samar terdengar suara kidung Jawa yang dinyanyikan oleh seorang perempuan yang menggunakan pakaian khas sinden dalam sebuah pertunjukan wayang.
ADVERTISEMENT
Suaranya begitu halus seakan memikat dan menenggelamkan siapa pun yang mendengarnya ke dalam alunan merdu suaranya. Terdengar dari pojok timur kandang peternakan, tanganya gemulai seakan mengekspresikan makna yang terkandung dari lagu tersebut.
Usman yang setengah sadar mencari sumber suara, ia memindah saluran radio yang dikiranya suara tersebut berasal dari radio di samping kanannya.
Suara radio ia kecilkan, berharap bisa dengan jelas mendengar suara sayup sayup kidung yang di pecah suara petir dan hujan. Usman segera bangkit dengan posisi terduduk menatap arah sumber suara.
[DEG]
Sejenak jantungnya berhenti berdetak, mata yang begitu terbelalak, mulut setengah terbuka menyaksikan pemandangan di depannya yang kurang lebih berjarak 100 meter di pojok timur kandangnya.
ADVERTISEMENT
Usman hanya diam tak bergerak, kini jantungnya begitu cepat terpompa, adrenalin begitu memuncak. Sementara sosok yang di tatap Usman sekarang berbalik memandangi dirinya yang tengah mematung terpaku ketakutan yang luar biasa besarnya.
Senyumanya begitu mengerikan, dengan pipi yang bolong robek sampai ke kuping, sekarang sosok tersebut berlenggak-lenggok berjalan sambil menari menuju ke arah di mana usman duduk terdiam.
Ketika sosok tersebut semakin mendekatinya gelegar dan gemuruh petir menyadarkannya, membuat tubuh Usman refleks mengeluarkan segala ketakutan yang sedari tadi terkekang dan terpendam. Segera ia berlari keluar bangunan kandang peternakan menerobos hujan dan semak ilalang, tak ada yang Usman pedulikan selain dirinya dan keselamatannya.
Tujuanya sekarang adalah lari sekencang dan sejauh mungkin dari sosok yang menakuti dirinya. Usman lari terbirit-birit seraya berteriak mengeluarkan ketakutan yang teramat sangat.
ADVERTISEMENT
Sosok tersebut disini di kenal dengan nama 'TAPI LIRIS'. Begitulah Usman menceritakan kisahnya. Namun tak ada keluh kesah dari dirinya, semua dilakukan dan di jalankan demi kebutuhan.
Bersambung...