Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Petaka Cinta: Misteri Hilangnya Jemi (Part 6)
31 Juli 2022 19:25 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Plaaaakkkk.. Sebuah tamparan mendarat di kepala Iman, otomatis kedua tangannya yang mencekik leher Ubi terlepas. Ubi terbatuk beberapa kali wajahnya merah akibat cekikan.
ADVERTISEMENT
"Sadar man!! Jangan kesetanan!! Kau hampir saja membunuh anak orang!!" bentak Jumadi.
"Kau tidak tau Jemi itu sahabat baik ku!! Aku juga berjanji untuk menjaga dia pada orang tuanya!! Dan sekarang aku bahkan tidak tau sama sekali keberadaan Jemi dimana!" jawab Iman.
Nada suaranya masih tinggi, menandakan emosinya yang belum juga mereda.
"Dan ini semua karena kau bangsaattt!!! Karena cemburu butamu itu!!"
Plaaaakkk..
"Sadar!! Kau seperti orang kerasukan man! Coba tenangkan dulu dirimu! Biar Kita pikirkan bersama-sama kemana kita harus mencari Jemi!"
"Bicara memang gampang!! Kau membelanya karena dia anak bos!! Sedangkan kau tak memikirkan seperti apa keadaan Jemi di luar sana setengah bulan menghilang!!" bentak Iman, emosinya benar-benar tak bisa terkontrol.
ADVERTISEMENT
Lalu Iman pergi entah kemana. Lamat-lamat masih terdengar suaranya memanggil-manggil Jemi. Sementara itu, Ubi terisak.
Jumadi menatapnya dengan tatapan tajam.
"Sumpah Jum. Aku tidak pernah mengusir atau berbuat jahat pada Jemi. Setelah perkelahian itu aku langsung pulang.
Semalaman aku memikirkannya. Setelah semalaman Aku bertengkar dengan diriku sendiri hingga akhirnya hari itu aku putuskan menemui Jemi dan Eli untuk meminta maaf. Tapi.." Ubi terbata-bata, ia menceritakan semuanya pada Jumadi.
"Kau tau aku benar-benar kecewa Bi. Kau masih kekanak-anakan. Lalu kenapa bisa Jemi sampai menghilang? Apa kau sudah cari dia?"
"Sudah Jum, aku sudah mencarinya. Selama setengah bulan ini aku di sini menunggu Jemi dan masih berusaha mencarinya. Aku malah berpikir kalau dia pulang. Tapi barang-barangnya masih ada di pondok."
ADVERTISEMENT
"Kau sudah bilang pada ayahmu??"
"Aku tidak berani Jum. Ayahku tidak tau sama sekali hal ini,"
"Kau merahasiakan nya?!"
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/rasth140217]
"Kalau sampai ayahmu tau lebih dulu dari mulut orang, habis kau bi!"
Iman masih terus berjalan, sampai di pinggir sebuah sungai.
"JEMIIIIII!!!" teriak Iman, ia mengindahkan semua larangan yang tak boleh memanggil nama seseorang di hutan, sungai maupun gunung.
"Kenapa kau tak menungguku Jem. Kita bisa pulang bersama-sama kalau kau memang ada masalah di sini. Tak perlu kau pergi seorang diri begini," gumam Iman.
Dari seberang sungai terlihat seseorang berjalan ke arah hutan, meski hanya melihat bagian punggungnya, Iman merasa kalau orang itu tak asing di matanya.
ADVERTISEMENT
"Jemi," Iman berjalan cepat ke arah sungai, ia berjalan menyeberangi sungai yang cukup deras dan berbatu licin tersebut.
"Jem, kau kah itu jem," ujar Iman, namun suaranya pasti tak terdengar sampai ke atas karena derasnya air saat itu beberapa kali Iman tergelincir karena menginjak batu-batu sungai yang licin dan berlumut, hingga kemudian ia tiba di sebrang sungai.
Ia terus berjalan ke arah yang tadi lewati oleh Jemi.
Namun baru beberapa langkah ia menjerit karena terinjak kayu runcing yang tertancap di tanah.
"Sial!" umpatnya.
Darah merembes dari luka di kakinya,
"Jemi," gumamnya sembari duduk
"Pulanglah Jem, aku menunggumu,"
Dari seberang sungai terlihat Jumadi dan beberapa orang juga menyebrang.
"Mau kemana kau Man??" tanya Jumadi
ADVERTISEMENT
"Tadi aku melihat orang di sini dari seberang sana. Dari belakang, orang itu sangat mirip dengan Jemi,"
"Kalau begitu kurasa Jemi masih berada di sekitar sini. Kami akan mencarinya ke lubangnya Mang Tarsim. Kau tunggu kami di pondok saja,"
"Kalau kalian mencari Jemi. Aku ikut,"
"Tapi kakimu bagaimana man. Nanti bertambah parah. Lagi pula kau tak memakai sendal. Kemana Sendalmu?"
"Hanyut saat aku terpeleset. Tidak apa-apa, kau jangan khawatirkan aku. Aku cukup kuat untuk menahan sedikit rasa sakit di kakiku ini," ujar Iman bersikeras untuk ikut mencari Jemi.
Jumadi menghela nafas, ia tau Iman adalah orang yang keras kepala. Maka dari itu ia menyetujui jika Iman ikut dalam pencarian. Dalam hatinya Iman berdoa kalau Jemi benar-benar berada di daerah pertambangan emas milik pak Tarsim.
ADVERTISEMENT
Kakinya yang terluka tak ia hiraukan, ia terus berjalan meskipun di setiap langkah ia meringis. Mereka berjalan sampai malam, obor dan senter dinyalakan untuk menerangi jalan yang sudah ditutupi oleh rerumputan.
Beberapa kali Iman mendengar suara seseorang yang memanggil namanya, namun ketika ia menoleh ke kiri dan kanan tak ada siapapun.
"Jum. Kau dengar itu?" tanya Iman
"Ssttt.. Perhatikan saja jalanmu. Jangan menegur apapun,"
Iman diam, ia paham betul tentang situasi hutan yang memang masih banyak menyimpan misteri. Dari atas gunung, mereka melihat pondok-pondok dengan obor yang menyala di luar nya. Itu pasti tambang emas milik Pak Tarsim, Iman membatin.
Mereka berjalan menuruni lereng. Beberapa orang bersenjata bersiap siaga ketika melihat obor-obor milik Jumadi dkk yang mendekat.
ADVERTISEMENT
"Tenang-tenang, kami sesama penambang emas," teriak Jumadi.
Obor-obor yang sebelumnya dijunjung lebih tinggi dari kepala kini diturunkan, agar wajah mereka semua terlihat jelas oleh anak buahnya pak Tarsim.
Orang-orang itu kembali memasukkan parang ke dalam kumpangnya ketika melihat siapa yang datang. (dahulu di sana rawan sekali dengan perampok yang akan menjarah habis emas-emas hasil tambang)
"Ada apa gerangan kalian datang malam-malam kemari?" tanya salah seorang yang bertubuh tinggi dengan kumis tebal bagai ulat bulu yang bertengger di atas bibirnya.
"Maaf sebelumnya sudah membuat kalian merasa tidak nyaman. Kami kemari hanya ingin mencari seseorang. Teman kami yang bernama Jemi. Sudah setengah bulan menghilang," kata Jumadi.
Lelaki berkumis tebal itu menyipitkan matanya,
ADVERTISEMENT
"Tidak ada seorang pun bernama Jemi di sini. Kami bahkan kehilangan beberapa rekan yang pulang setelah sebelumnya di sini ramai menyebar desas desus hantu ketuk. Apa kalian tidak pernah mendengar cerita itu?"
Jumadi menggeleng,
"Tolong, kalau misalkan Jemi ada di sini. Tolong beritahu aku. Aku yakin kalau Jemi ada di antara kalian,"
"Kami di sini benar-benar tidak tau, mendengar namanya saja baru sekarang. Lagi pula untuk apa kami menyembunyikan temanmu di sini,"
Iman meringis,
"Baiklah kalau begitu. Tapi sekiranya nanti kalian mendengar kabar tentang orang yang bernama Jemi tolong segera kabari kami. Dia perantau sama seperti kita. Kami takut terjadi apa-apa padanya," ucap Jumadi.
Laki-laki berkumis itu mengangguk, lalu Jumadi berpamitan dengan mereka. Iman tak bergeming dari tempatnya berdiri, ia enggan untuk pulang. Karena perasaannya mengatakan kalau Jemi ada di sekitar tempat itu.
ADVERTISEMENT
Bersambung...