Petaka Cinta: Terjebak di Hutan (Part 2)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
14 Juni 2022 17:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Petaka Cinta, dok: Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Petaka Cinta, dok: Pribadi
ADVERTISEMENT
"Gak capek kamu jem? Masih bisa bantu-bantu orang," Tegur Iman.
ADVERTISEMENT
"Gak lah, ya karena itu kewajiban kita sebagai manusia," jawab Jemi seraya menyapu keringat di dahinya.
"Terserah deh, yuk kita makan dulu. Baru lanjut lagi naik kapal itu tuh," ajak Iman.
Jemi mengambil tasnya yang terbuat dari anyaman rotan, lalu menenteng tas tersebut mengikuti Iman.
[Diadaptasi dari Cerita Twitter/@rasth140217]
Mereka menaiki tangga pelabuhan, di atas sana nampak beberapa buah warung yang menjual beberapa macam makanan dan juga nasi.
"Nasi putihnya dua porsi sama telur dan sayur paku (pakis) ini ya," Ujar Iman memesan makanan.
"Tambah ayam gorengnya dua potong ya bu," ujar Jemi.
Iman ternganga mendengar tambahan pesanan milik Jemi,
"Sttt.. Aku punya uang kok, tadi dikasih sama suami ibu-ibu yang di sana tadi. Nih," Potong Jemi cepat sembari memperlihatkan uangnya pada Iman.
ADVERTISEMENT
Iman mengerjabkan matanya dan mencoba tersenyum.
Selesai makan, mereka kembali melanjutkan perjalanan dengan menaiki sebuah Kapal yang ukurannya lebih kecil dari yang pertama mereka naiki.
Singkat ceritanya, hari itu mereka sudah bersiap untuk naik ke gunung yang merupakan satu-satunya jalan menuju tambang emas lokal yang berada sangat jauh dan butuh 3-4 hari/malam jalan kaki untuk tiba di sana.
"Kau tak bilang man, sejauh itu kita akan berjalan. Mana persediaan makanan cuma segini," ujar Jemi.
"Ah, kau ini jem, kan ini hutan, dan di hutan tentu banyak segala jenis binatang. Nah untuk bertahan hidup, kita berdua bisa memakan apapun yang ada dan disediakan oleh alam, gampang kan,"
Jemi melongo mendengar perkataan Iman.
ADVERTISEMENT
"Akh! Kau memang nekat man, sialnya aku malah setuju untuk ikut,"
"Hahaha.." Tawa Iman pecah lalu berjalan bersamaan dengan orang-orang lainnya mereka terus berjalan. Sampai tak terasa sudah dua hari mereka berada di tengah jalanan setapak yang membentang di hutan tersebut.
Rombongan yang awalnya 12 orang, kini hanya bersisa 8 orang saja termasuk mereka berdua karena sebagian di antaranya masih beristirahat di belakang.
"Kita istirahat dulu ya jem, perutku rasanya sudah lapar, sudah saatnya kita makan," ujar Iman.
Jemi duduk di bawah pohon sambil memejamkan matanya, sementara Iman mengeluarkan peralatannya yang akan ia gunakan untuk menjerat hewan seperti burung atau apapun yang bisa mereka makan.
"Jem! Jem.. Woy. Astaga. Bangunn!!" Panggil Iman pada Jemi yang ternyata malah tertidur.
ADVERTISEMENT
Jemi mengerjabkan matanya, rasa lelah, ngantuk lapar membuatnya tertidur.
"Bantu aku memasang jebakan ini di sana jem. Ku lihat tadi di sana banyak burung karuang, punai, dan paragam,"
"Kau bawa alat-alat begini man?"
"Iyalah, kan aku sudah tau kalau uang yang kubawa tidak akan cukup. Makanya aku bawa alat seperti ini," Jawab Iman
Setelah memasang perangkap burung, keduanya mulai beristirahat, sore harinya mereka terbangun, karena rintik-rintik hujan mulai turun dari langit.
Mereka bergegas mencari dedaunan untuk menutupi kayu-kayu kering yang sudah mereka kumpulkan untuk membakar burung yang kemungkinan berhasil masuk perangkap.
Hujan mulai lebat, keduanya duduk di bawah pohon dengan baju yang sudah basah kuyup.
Mereka menggigil, bahkan wajah Iman sudah mulai pucat. Karena tidak terbiasa dengan cuaca buruk di pegunungan.
ADVERTISEMENT
Setelah hujan reda, mereka melepaskan semua pakaian basah yang terkena hujan dan menggantinya dengan pakaian kering yang beruntungnya berhasil terlindungi dari air hujan.
Beberapa ekor lintah terlihat menempel di bagian kaki Jemi dan Iman. Membuat kedua pemuda tersebut risih.
Menjelang malam mereka memeriksa perangkap burung yang tadi di pasang, dan ternyata ada beberapa ekor burung di setiap perangkap. Senyuman Jemi dan Iman terlihat.
"Syukurlah kita bisa makan malam ini man," ucap Jemi
Setelah menyembelih dan membersihkan burung itu, Iman menghidupkan api dengan korek yang ada di tasnya. Karena di sekitar mereka basah, api sedikit sulit untuk hidup.
Ilustrasi hutan angker, dok: Pribadi
Mereka berpikir kalau malam itu mereka bisa makan dengan kenyang, namun ternyata tidak. Karena beberapa saat kemudian, datanglah beberapa orang kearah mereka. Ternyata mereka adalah rombongan penambang yang baru datang.
ADVERTISEMENT
Mereka juga mengaku sangat kelaparan dan karena Jemi ini orangnya baik dan tidak tegaan, jadilah dia mengajak orang-orang tersebut untuk ikut bergabung dengan mereka.
Selesai makan mereka berbincang-bincang dan bercerita panjang lebar. Dan rupanya salah satu di antara orang-orang tersebut adalah bos lubang (bos tambang emas lokal yang memiliki beberapa lubang galian emas di tempat yang akan Jemi dan Iman tuju)
Karena kebaikan mereka, bos lubang itupun menawari keduanya pekerjaan dan tentu saja langsung disetujui kedua sahabat tersebut. Dan keesokan harinya, mereka pun melanjutkan perjalanan.
Bersambung...