Solo Riding: Kakek yang Aneh (Part 3)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
18 Juni 2021 19:29 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perjalanan, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perjalanan, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Sore itu Majid sedang berdagang di tempat ia biasa mangkal di Alun-alun desanya. Keadaan ramai seperti biasanya, banyak pedagang di pinggiran Alun-alun. Di lapangan banyak anak-anak yang sedang bermain ke sana ke mari, dan tak sedikit juga ada pasangan muda mudi yang sedang duduk berdua beralaskan tikar yang mereka bawa.
ADVERTISEMENT
Alun-alun itu emang selalu ramai setiap harinya bukan hanya setiap malam Minggu saja. Di sebelah kiri sebrang Alun-alun terdapat Masjid yang memudahkan masyarakat sekitar untuk beribadah jikalau waktu shalat telah tiba.
Keadaan normal seperti biasanya, dagangan Majid banyak pembelinya karena memang rasanya yang nikmat dan lezat. Bahkan penulis sering beli Mie Ayam/Bakso miliknya, dan pernah juga iseng bertanya dari mana dia belajarnya dan ternyata dia diajarkan oleh Ibunya.
Tak terasa matahari sudah memancarkan warnanya yang kuning keemasan, tanda sebentar lagi waktu Maghrib akan tiba. Majid yang sedari tadi melayani pelanggan benar-benar di sibukkannya tanpa berhenti.
Sepertinya dia butuh seseorang untuk membantunya jikalau banyak pelanggan seperti ini, begitulah pikirnya. Di sela-sela waktunya ia sempatkan untum melihat jam di tangannya, dan waktu sudah menunjuk pukul 17:30 sore. Dia sempatkan waktu untuk duduk, karena untuk beberapa saat belum ada pelanggan lagi.
ADVERTISEMENT
Dia melamun meliat ke arah sebrang jalan sembari menopangkan tangan di dagunya dan samar-samar ia seperti melihat seseorang di arah sebrang jalan yang membuat pandangannya terasa aneh, karena orang itu tak seperti orang yang lalu lalang di sebrang jalan lainnya.
Ia sedikit mengucek mata karena merasa seperti tak asing dengan orang itu, benar saja karena itu adalah kakek-kakek yang ia temui di Pasar tadi pagi. Kakek itu melihat ke arah Majid sambil nunjuk-nunjuk dengan tatapan tajam ke arahnya, Majid bingung di situ lalu tiba tiba.
"Mas..!!!" ada suara perempuan manggil dia seraya nepuk pundaknya Majid.
Terkejut dia karena hal itu
"Eh iya mba gimana?"
"Gimana sih mas, udah tak panggilin dari tadi kok gak denger,"
ADVERTISEMENT
"Iya mba maaf,"
"Yasudah gapapa, pesan mie ayam dua ya mas,"
"Siap mba," dibuatlah mie ayam pesenan perempuan itu.
Ketika Majid sedang membuat mie ayam ia sesekali mencuri perhatian ke arah sebrang jalan, dan ternyata kakek itu sudah tak ada di sana. Ke mana lagi itu kakek pikirnya, ia merasa aneh oleh tingkah laku kakek itu.
Tak mau pikir panjang ia lanjutin membuat mie ayam nya. Waktu pun semakin sore semakin gelap, adzan magrib sudah berkumandang. Majid menunaikan shalat terlebih dulu dan menitipkan dagangannya ke pak Ali (pedagang jus sampingnya Majid), selepas shalat ia bergantian jaga dagangannya pak Ali.
Malam itu dilaluinya dengan perasaan bahagia karena dagangannya habis tak tersisa seperti hari-hari sebelumnya. Jam menunjuk pukul 21:15 malam, ia pulang lewat Jalan Pa***** yang jarang ia lewati kalau malam karena jalan yang biasa ia lewati saat pulang sedang ada kecelakaan, sehingga menyebabkan kemacetan parah.
ADVERTISEMENT
Majid mendorong gerobaknya sedikit agak cepat, karena mengingat jalanan yang ia lewati saat ini begitu sepi walau banyak rumah namun saat itu keadaan sedang sepi. Terus ia mendorong gerobak, lama-lama hawa disitu sedikit berubah yang tadinya adem sekarang jadi pengap.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/fajarpra18]
Aneh emang karena mengingat itu adalah jalan yang ramai perumahan, harusnya tak seperti itu. Majid ter berjalan sambil mendorong gerobak, lama kelamaan bulu kuduk Majid berdiri, dari arah belakang terdengar seperti ada suara langkah kaki yang mengikutinya berjalan, ia panik dan coba untuk mempercepat langkah kakinya lagi.
Majid memberanikan diri untuk menolah ke arah belakang, ketika ia menoleh tak ada siapa-siapa di belakangnya sontak ia fokus jalan lagi dan mempercepat jalannya. Suara langkah kaki itu ternyata masih ada, dan malah semakin dekat seperti persis berada di belakangnya. Sampai tiba tiba "Buuukkkk!!!!" ada yang menepuk pundaknya dari belakang, terlihat seperti ada tangan seseorang berada tepat di bahu sebelah kanan. Ia berhenti, badan gemetar, keringat dingin sudah bercucuran, lalu terbesit suara seseorang bilang "Mas..!!!" ia beranikan diri untuk menolah ke belakang.
Ilustrasi, dok: pixabay
Ternyata ada seorang bapak-bapak memakai baju koko coklat lengkap dengan sarung dan peci nya, Majid menghela nafas lega disitu sambil bilang syukur, lantas bapak itu bilang
ADVERTISEMENT
"Mas kenapa kok jalannya cepat banget? Seperti dikejar setan,"
"Tidak pak itu..," belum selesai bicara bapak itu langsung motong omongan Majid.
"Tarik nafas dulu mas, biar ngomongnya lancar," tarik nafas lah dia sampai merasa lebih lega.
"Iya pak gimana, ada apa?" tanyanya yang sudah mulai agak baikan setelah kejadian kurang mengenakan tadi.
"Baksonya masih ada apa gak mas?"
"Udah habis pak,"
"Oh gitu ya, ya udah mas makasih,"
"Nggih pak" Majid pun lanjut jalan lagi dan sampai rumah untungnya tak terjadi lagi kejadian seperti tadi. Dilihat ibunya sedang duduk di bangku teras rumah bersama Amelia dan Ani.
Sepertinya mereka sedang asik mengobrol,
"Assalamu'allaikum, kayanya ada yang seneng ini," sembari memarkirkan gerobak di teras rumah sebelah kiri.
ADVERTISEMENT
"Wa'alaikumsallam" ucap mereka bertiga bersamaan.
Ilustrasi, dok: pixabay
"Iya mas ini mba Amel dapat juara satu lomba nyanyi di sekolah, ini pialanya," seraya menunjukkan piala yang Ani maksudkan.
"Alhamdulillah. Ya udah mas minta tolong bantu beresin dagangannya mas,"
"Siiap mas," jawab mereka berdua bersamaan.
Kamudian Majid pun duduk di samping ibunya, sedangkan Ani dan Amelia membereskan dagangannya Majid untuk disimpan di dapur.
"Jid, tadi sore pak Iwan datang ke sini, besok nganterinnya jam enam pagi katanya," ucap ibunya.
"Iya bu, pak Iwan ngomong apalagi selain itu bu?"
"Udah, cuma bilang gitu doang," waktupun sudah menunjukan pukul setengah 11 malam. Jalan depan rumahnya yang tadinya banyak lalu lalang kendaraan sekarang sudah mulai sepi, Majid dan keluarganya pun sudah masuk ke dalam rumah untuk istirahat. Sebelum tidur ia sempatkan waktu untuk Shalat isya terlebih dulu, dan berdoa meminta kelancaran untuk perjalanannya besok.
ADVERTISEMENT
Bersambung...