Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Teror Pocong Hitam (Part 6)
26 Juni 2020 20:33 WIB
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Maling itu mati ditempat.
"Eh-malingnya mati! Gila kamu!," ucap warga
ADVERTISEMENT
"Terus bagaimana, jangan sampai ketahuan Pak Kades, bisa mati aku!," ucap yang lainnya.
Kebetulan waktu itu pak Agi dan pak Koko tidak mendapat jadwal menjaga, jadi kematian maling itu berhasil disembunyikan. Lalu, bagaimana cara mereka menutup kejadian itu dengan rapi?
Karena sia-sia juga untuk memberitahu pak Kades melihat risiko yang amat besar, para warga membagi tugas. 5 orang pertama, membereskan aliran darah yang merembes di tanah yang basah, dengan memberikan tanah liat yang diambilnya dari sekitaran sungai serayu.
5 orang kedua, mencari kain kafan. 5 orang ketiga, menguburnya.
Mereka bekerja dengan cepat agar semua tertata rapi tanpa ada kecacatan sedikitpun. Namun, ada satu permasalahan yang sangat kompleks.
Mereka tidak berhasil menemukan kain kafan yang digunakan untuk membungkus tubuh maling itu.
ADVERTISEMENT
"Kainnya mana?," tanya warga yang bertugas untuk mengubur maling itu.
"Tidak ada, bagaimana ini?," mereka kebingungan mencari kain kafan yang digunakannya untuk membungkus tubuh maling itu.
"Plastik hitam besar," ucap warga.
Mereka langsung mencari ke berbagai sudut kantong plastik yang dirasa bisa membungkus mayat si maling ini.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/restupa71830152]
Didapatnya kresek hitam itu dari salah satu rumah warga yang biasa digunakan untuk menaruh pupuk kambing. Kematian yang tidak tenang, prosesi penguburan yang tidak wajar. Alat yang digunakan tidak berperikemanusiaan, bukankah hal ini yang menjadikannya membalas dendam?.
Maling itu dikuburkan di dekat sungai Serayu, tanah yang digunakan untuk mengubur di siram oleh air agar tidak mencirikan seperti kuburan.
ADVERTISEMENT
Selain cerdas, mereka juga pintar dalam mengkondisikan suasana.
Lalu, usut punya usut, keluarga korban mengetahui tindakan kurang ajar desa K kepada anaknya.
Mereka menuntut balas!. Mereka membalas dendam maling itu tepat satu bulan setelahnya,
Maling itu yang berkain kafan dari plastik hitam, dijadikan objek untuk menuntut balas dan meneror para warga. Menurut pengakuan narasumber yang merupakan anak dari salah satu warga desa K. Kejadian ini sudah sangat lama.
Selama masa-masa setelah kematian maling itu, warga desa K didatangi berbagai macam sesuatu yang tidak mengenakkan. Selain ayam, ternak lainnya juga mati mendadak. Sawah banyak yang gagal, mata pencaharian warga terputus, dan muncullah satu sosok yang meresahkan warga.
ADVERTISEMENT
Pocong ireng itu menampakkan diri di antara pepohonan kelapa, tempat dia di eksekusi secara sadis dan mengerikan!.
Hal ini menjadi puncak kecurigaan dari pak Kades,
1. Maling itu tidak tampak, namun mengapa ternak banyak yang mati selain ayam
2. Sawah banyak yang gagal
3. Teror pocong ireng menjadi-jadi
Apa yang dilakukan oleh warganya selama satu bulan terakhir?. Pak Agi dan pak Koko yang rumahnya bersebelahan pernah mendapati pocong ireng itu sedang berdiri tegak di belakang pohon kelapa.
"Pocong ireng, ndol!," teriak pak Agi.
Pocong ireng itu meneror 15 warga yang ikut dalam penghakiman dirinya. Dimulai dari mengetuk pintu di malam hari, menjilati seluruh sandal dan yang lainnya.
Korban demi korban, berjatuhan!, banyak dari mereka yang ketakutan jika berjalan di malam hari di dekat pohon kelapa, pocong itu sering menampakkan dirinya di antara pohon kelapa yang berdekatan dengan tempat dia tergeletak kaku tak berdaya.
ADVERTISEMENT
Korbannya rata-rata anak kecil, awalnya sakit panas, demam tinggi, lalu merasa takut dan melihat sosok itu berada di depan jendela sambil menggedor-gedorkan kepalanya.
"pak, itu namanya apa?," sebelum meninggal, anak-anak desa K selalu mengucapkan ini.
Tak terasa, hampir 40 hari kematian maling itu, pak Kades pun mendengar dari salah satu pengakuan warga bahwa maling itu telah dibunuh oleh 15 orang yang anaknya sebagai korban teror dari pocong ireng itu sendiri.
Atas pengakuan warga yang membunuh maling itu secara keji, mereka segera menemui Pak Kades.
"Kalian tahu kesalahan kalian apa?," tanya pak Kades.
Ke-15 orang itu hanya terdiam sambil menangis, mereka menyesal.
"Jangan bunuh tubuhnya, jangan siksa tubuhnya, jangan menghakimi!," teriak pak Kades.
ADVERTISEMENT
"Pak, lalu apa langkah yang akan diambil?," tanya pak Agi.
Pak Kades terdiam.
"Hubungi kyai A di desa B. Dia pernah mendapati kiriman seperti ini, siapa tahu ada jalan keluarnya," pinta pak Koko.
Akhirnya mereka menyetujui untuk bekerjasama dengan Kyai A di desa B.
Bersambung...