Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Teror Pocong Kiriman (Part 3)
2 April 2020 22:42 WIB
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dengan tubuh gemetar Angga melangkah pelan melompatinya. Saat menuju ke arah saklar, Angga mendengar suara orang terbatuk-batuk dengan keras di belakangnya. Angga berusaha mengabaikan, namun batuk itu semakin keras, berganti dengan suara batuk yang beradu dengan suara orang ingin muntah.
ADVERTISEMENT
Angga mulai memencet tombol saklar, lampu malah tak menyala. Ia mencoba memencet saklar berulang kali, namun hasilnya masih sama. Lampu tak juga mau menyala. Dengan terbata-bata Angga membaca surat-surat pendek yang dihafal.
Lalu, sesuatu menggelinding berat menabrak kakinya. Di saat yang sama lampu berhasil menyala. Angga yang terkaget menoleh, dilihatnya pocong itu benar-benar menampakkan diri di bawah pandangannya. Wajah hitam dengan mata melotot sempurna, memandang tajam pada Angga dengan mulut menganga.
“BAPAAAKKKKKK ADA POCONG!!!”
Dan seketika pandangan Angga berubah menjadi gelap seluruhnya.
[Di sisi lain]
Pak Hasan menghisap rokok khidmat dari sela-sela jari telunjuk dan jari tengahnya, ditemani dengan segelas cangkir kopi yang masih mengepul di atas meja.
“Rokok Pul?” Tawarnya sembari memindahkan posisi rokok berbungkus warna merah mendekat ke Pak Saiful, suami Bu Sri.
ADVERTISEMENT
“Nggak San. Makasih Aku sudah mulai berhenti,” ucapnya sembari mengulas senyum tipis.
Pak Hasan mengangguk mengerti, menyadari sepupunya ini memang sudah bertekad untuk berhenti merokok semenjak istrinya terkena diagnosis Tumor Payudara.
“Gimana keadaan istrimu?”
“Yah sudah agak membaik. Hanya saja aku sedikit khawatir dengan apa yang diigaukannya selama beberapa hari ini.”
“Mungkin karena penyakitnya. Jadi ia sering mengigau macam-macam,” ucap Pak Hasan menenangkan.
“Ah bukan itu. Aku sudah pastikan dia rutin check up dan meminum obatnya. Dokter bilang malah faktor stres.” Pak Saiful menghela napas sejenak.
“Maksud kamu?”
“Sri bilang beberapa kali melihat penampakan pocong.”
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter.com/chillbanana313]
Pak Hasan menoleh sembari memajukan posisi badannya menghadap Pak Saiful. “Sejak kapan?”
ADVERTISEMENT
“Sudah sepekan ini. Hanya saja aku tak pernah melihat pocong yang dimaksud si Sri.”
“Mungkin karena ‘dia’ belum menampakkan diri padamu Pul. Tolong, kamu jangan meremehkan hal ini,” ucap Pak Hasan dengan mimik serius.
Meski bukan paranormal atau memiliki kemampuan indra keenam, Pak Hasan masih sangat mempercayai hal mistis. Karena di lingkungan tempat tinggalnya sudah terbiasa bersenggolan dengan hal-hal semacam ini.
“Tapi di rumah tak pernah terjadi hal seperti ini sebelumnya. Rumahku bukan rumah angker atau bekas sesuatu yang aneh-aneh. Kau tau sendiri bagaimana sejarah kompleks lingkungan ini selain daripada bekas tanah sawah.”
“Bagaimana dengan rumah tetanggamu yang sudah dibiarkan kosong hampir dua tahun itu? Rumah yang dibiarkan kosong akan menjadi tempat singgah baru bagi pemilik penghuni dunia lain.” Selidik Pak Hasan.
ADVERTISEMENT
Pak Saiful menggeleng pelan. “Tidak San. Selama ini kami sendiri juga tak pernah melihat sesuatu yang ganjil dari rumah Pak Anto.-Dan kalaupun ada, ‘itu’ tak pernah mengganggu kami maupun tetangga sekitar.”
Pak Hasan terdiam dan berpikir sejenak. Matanya menerawang suasana malam kompleks di depan rumah Pak Saiful. Tampak beberapa orang sudah jarang berseliweran lagi saat itu.
“Mungkinkah… itu pocong kiriman?” Tebak Pak Hasan ragu.
Dahi Pak Saiful mengkerut memandang sepupunya tak percaya “Bagaimana bisa?”
“Bisa! Pakde Anom pernah mendapat pasien yang katanya mendapat kiriman genderuwo untuk mengganggu keluarganya. Menurutnya demit-demit seperti itu bisa dikirim kepada sasarannya dengan maksud mengganggu keluarga yang dibenci ataupun saingan bisnisnya.”
Pakde Anom adalah tetangga sekaligus paman dari istri Pak Hasan, yang mana ia memang dikenal sebagai orang pintar di lingkungannya.
ADVERTISEMENT
(Di daerah sekitar ujung timur jawa sana memang sudah menjadi hal yang lumrah tentang hal-hal gaib yang berhubungan dengan dukun, santet, kiriman, ngilmu, maupun pesugihan).
“Tapi seingatku aku sedang tak punya masalah dengan siapapun. Mungkinkah saingan bisnisku?” Gumamnya bertanya-tanya.
“Bisa jadi!” Sahut Pak Hasan antusias.
Tak lama kemudian keduanya dikagetkan oleh teriakan seseorang dari dalam rumah, hingga membuat mereka terlonjak kaget dari tempat duduknya.
“BAPAAAKKKKKK ADA POCONG!!!”
“Loh? Itu seperti suara Angga,”
Tanpa berkata apa pun Pak Saiful segera berlari memasuki rumah disusul dengan Pak Hasan di belakang. Betapa terkejutnya mereka saat membuka sebuah pintu kamar dan mendapati Angga sudah terkulai lemas di atas lantai dalam kondisi tak sadarkan diri.
ADVERTISEMENT
Pak Saiful berusaha menyadarkan anaknya yang masih terkulai dengan menepuk pipi bahkan menyipratkan air di wajah Angga, namun tak membuahkan hasil. Sang ibu yang terbangun sempat shock melihat kondisi anaknya yang demikian. Untungnya Bu Sri tidak histeris bahkan ikut membantu dengan mengoleskan minyak angin di sekitar hidung Angga agar segera tersadar.
Tak beberapa lama kemudian Angga membuka kelopak matanya. Namun mulutnya tak berhenti bergumam dan berusaha menjelaskan apa yang baru saja ia lihat, meski dalam keaadaan lemas.
Pak Saiful berusaha menenangkan anaknya. Dibantu dengan dengan Pak Hasan, keduanya berhasil membopong Angga ke atas tempat tidurnya. Mata Angga kembali terpejam.
Setelah itu ketiganya meninggalkan Angga sendirian dikamar. Pak Saiful, Pak Hasan, dan Bu Sri memutuskan berdiskusi di ruang tamu.
ADVERTISEMENT
“Apa kubilang Pak. Bahkan Angga sendiri sudah melihatnya,” ucap Bu Sri meyakinkan suaminya.
Pak Saiful tampak memijit-mijit ujung pelipisnya. “Ntahlah bu,”
Bu Sri kini menatap Pak Hasan. “Kamu percaya kata-kataku kan San. Aku tau suamiku sudah menceritakan tentang ini padamu. Tentang apa yang kulihat, bahkan sekarang Angga.”
“Iya mbak. Aku tau dan mengerti. Mbak Sri tau pakde Anom bukan? Paman istriku. Mungkin beliau bisa membantu.” Jawab Pak Hasan.
“San!” Tegur Pak Saiful kemudian. Ntah kenapa antara logika dan kenyataan masih bersitubruk di dalam kepala.
BRAK!
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbanting. Tak lama kemudian tampak Angga sudah berdiri di hadapan ketiganya dengan mata melotot. Ketiganya tercengang melihat Angga yang demikian terutama Pak Saiful.
ADVERTISEMENT
Bersambung...