Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Teror Pocong Kiriman (Part 6)
9 April 2020 23:47 WIB
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari itu juga keluarga Pak Saiful kembali boyongan menempati rumahnya atas saran Pakde Anom. Karena masing-masing masih memiliki rasa ketakutan tersendiri, Pak Saiful dan keluarganya sepakat tidur bersama-sama di ruang keluarga.
ADVERTISEMENT
Angga dan Pak Saiful pun bahu-membahu menggotong kasur matras di tengah-tengah ruangan, tepat di depan TV. Beberapa malam mereka lewati bersama di ruang tengah tersebut. Meski begitu, tentu mereka tak luput dari gangguan pocong kiriman.
Mulai dari Pak Saiful yang awalnya tak pernah melihat secara langsung hingga akhirnya beliau melihat penampakan itu sendiri. Saat itu Pak Saiful hendak mengambil wudhu untuk menunaikan shalat di sepertiga malam. Ia berjalan ke arah pancuran pet di dekat kamar mandi seorang diri.
Saat gemericik air mulai membasahi wajah, Tiba-tiba Pak Saiful mendengar suara pintu yang dibuka dan ditutup sendiri dari kamar mandi. Suara itu terdengar berulang-ulang seolah memang sengaja dimainkan.
[KRIEEETTT… KRIEEEET.. KRIEEEETTT …]
ADVERTISEMENT
Pak Saiful tetap melakukan aktivitas wudhu. Ia tak ingin berpikir macam-macam, selain dari ingin segera melakukan shalat. Meski tak bisa dipungkiri rasa takut mulai menyusup ke dalam hati.
[KRIEEETT … KRIEEET ….]
Saat melewati kamar mandi, mata pak Saiful melirik sekilas. Benar saja, ia melihat sosok berwajah hitam berbalut kain putih yang diikat berdiri di balik pintu kamar mandi. Sosok itu menatap tajam dengan wajah datarnya yang sangat mengerikan.
“Astaghfirullah.”
Segera saja Pak Saiful berpaling dan berjalan cepat kembali ke ruang tengah. Lagi-lagi Bu Sri mendapat gangguan. Saat ia sedang menyapu pelataran halaman di sore hari, ia dikejutkan dengan penampakan pocong yang tampak mengintip beberapa kali di balik jendela dalam ruang tamu. Hingga usai menyapu pelataran, Bu Sri ragu untuk masuk ke dalam rumah.
ADVERTISEMENT
Menjelang magrib Hanum terlihat pulang dari kampus, pada saat itulah Bu Sri baru berani masuk ke dalam rumah bersama sang anak.
Belum lagi mereka juga sering mendengar suara-suara berisik aneh yang terdengar di beberapa ruangan. Padahal saat itu tak ada siapapun di sana. Pada suatu malam Hanum terjaga dari tidurnya, karena rasa mulas yang teramat sangat.
Diliriknya sisi kanan dan kiri, tak ada satupun anggota keluarganya yang masih terjaga. Mereka semua tampak terlelap di alam tidur masing-masing.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/chillbanana313]
Akhirnya Hanum menggoncang-goncangkan tubuh Angga yang berada di sisi kiri.
“Ngggaaa.. bangun Nggaa.”
“Hmmm……. “
“Ngggaaa bangun dong dek, ehlah.” Gerutu Hanum.
Angga mulai membuka matanya yang masih terasa berat, menatap Hanum kesal. “Apa sih mbak?”
ADVERTISEMENT
“Anterin mbak ke kamar mandi dong. Kebelet nih.”
“Aduh mbak, gak mau ah. Ngantuk berat nih,” Angga malah membalik posisi tubuh membelakangi Hanum.
Tak menyerah, Hanum kembali menggoncang-goncangkan tubuh adiknya, bahkan kali ini disertai beberapa pukulan yang cukup keras agar Angga segera terbangun. Usahanya membuahkan hasil, Angga terbangun dari posisi tidurnya meski dengan raut wajah uring-uringan.
“Anterin mbak pokoknya. Awas kalau nggak! Mbak udah gak tahan ini.”
“Masa ke kamar mandi aja gak berani?”
“Ya, mbak takut ketemu mas poci Nggaaaaaa.” Jawab Hanum kesal.
“Angga juga takut mbak!,”
“Bodo amat, pokoknya bangun anterin mbak ke kamar mandi sekarang juga!,”
Hanum menyeret Angga setengah paksa. Tak sia-sia ia belajar taekwondo dari SMA. Kekuatannya mampu membuat adik laki-lakinya itu berdiri dari tempatnya saat itu juga.
ADVERTISEMENT
“Diem di sini, kamu cukup tungguin mbak sampai selesai,”
“Iyaa,” Angga menguap sembari terduduk di salah satu kursi ruang makan depan kamar mandi.
“Beneran tunggu disini ya, awas aja kalau sampai ninggalin mbak! Habis kamu!,” Ancam Hanum lagi.
Dengan mata setengah terpejam, Angga mengangguk saja. Hanum mulai menutup pintu.
Tak lama setelahnya terdengar suara gemericik air dari keran.
“Dee.. kamu masih disitu kan?,” Teriak Hanum dari dalam.
“Iyaa mbakkk,”
Suasana kembali hening. Hanum masih berkonsentrasi mengeluarkan ampas-ampas yang menyiksa perut.
“Dee, kamu masih di situ kan?”
“………..”
“Deeeeeeek?,”
“Iyaa mbakkk, Angga masih di sini,” Balas Angga.
“Cerewet banget sih,”Gerutu Angga disela-sela rasa kantuk.
Beberapa menit kemudian Hanum yang hampir selesai melakukan aktivitas pentingnya, tiba-tiba saja dikejutkan dengan sebuah suara.
ADVERTISEMENT
[GEDEBUK! GDEBUUKK! BRAKKK!]
Lalu terdengar langkah suara orang setengah berlari.
“Deeee? Ada apa? Suara apa itu?,” Tanya Hanum setengah khawatir.
“…………………”
“Deeeeee? Kamu masih di situ kan?”
“Iyaa mbak, Angga masih di sini,”
Hanum menghembuskan nafas lega. Mungkin barusan hanya suara tikus saja Pikir Hanum. 5 menit kemudian, karena tak tenang dengan keheningan yang berlangsung, Hanum kembali memanggil adiknya.
“De? Kamu masih disitu kan?,”
“Iyaa mbak,”
“De, tadi suara apa ya?,”
“Iyaa mbak.”
“Dih, ditanyain suara apa malah jawab ‘iya’ ”
“…………………….”
“De?,”
“…………………..…”
Karena merasa ada yang janggal, buru-buru Hanum segera menyelesaikan hajatnya meski belum sepenuhnya lega. Seusai mengguyur, Hanum mendekatkan daun telinga di depan pintu.
“De? Kamu masih disitu kan?,”
ADVERTISEMENT
“Iyaa mbakkk.”
Tiba-tiba saja Hanum mendengar suara batuk setelahnya. Jantung Hanum kembali berdegup kencang. Pelan ia membuka pintu, matanya mengintip dari sela-sela, menelisik situasi luar ruangan. Hening. Perlahan ia melangkah keluar dari kamar mandi, tepat saat itu tubuhnya menjadi kaku.
Hanum melihat sesosok dibalut kain putih lusuh terikat tiga duduk di salah satu kursi ruang makan. Tepat di kursi yang tadinya diduduki Angga. Hanya saja sosok itu membelakangi posisi Hanum.
“Iyaa mbakkk. Angga masih di sini,” Jawab sosok itu dengan suara yang sangat mirip dengan Angga.
Perlahan Hanum mulai bergerak dari posisinya dengan tubuh bergetar. Sosok itu masih diam ditempat. Hanum bergerak merepet di sisi-sisi tembok. Setelah Hanum mencapai sisi pintu keluar dapur ia segera berlari menuju ke ruang tengah secepatnya.
ADVERTISEMENT
***
Beberapa hari kemudian, Pak Saiful akhirnya mendapat kabar dari Pakde Anom.
“Gimana keadaan kamu dan keluargamu Pul? Baik-baik saja?,”
“Ya, begitulah pakde. Ya bisa dikatakan tidak begitu baik karena makin mengganggu. Tapi syukurlah keluarga saya masih baik-baik saja,”
“Ya.. Ya… Syukurlah kalau begitu. Maaf kalau sedikit membuat menunggu, karena aku juga butuh persiapan yang matang untuk menghadapi kiriman ini. Seperti yang kubilang sebelumnya, yang mengirim cukup kuat, dari ujung wilayah timur sana loh Pul," Jelas Pakde Anom.
“Iya nggak apa-apa pakde,”
“Persiapkan apa yang kusuruh setelah ini. Besok aku akan datang ke rumahmu. Besok juga Pakde akan mulai ruwatan pengusirannya.”
Pak Saiful menyunggingkan senyum lega meski Pakde Anom tak dapat melihatnya. “Baik pakde, baik terima kasih saya tunggu kedatangannya.”
ADVERTISEMENT
TUT! Sambungan telpon akhirnya dimatikan.
***