news-card-video
9 Ramadhan 1446 HMinggu, 09 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Komunikasi yang Efektif dan Terapeutik dalam Praktek Farmasi.

Durga Dewi Chowdry
Saya adalah mahasiswa di Universitas Airlangga. Saya mengambil jurusan farmasi. Saya dari Malaysia dan selamat berkenalan.
7 Januari 2025 15:48 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Durga Dewi Chowdry tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Komunikasi Terapeutik Menurut Farmasi dan Observasi di Rumah Sakit Universitas Airlangga

Foto saya dan teman saya di depan Rumah Sakit Universitas Airlangga
zoom-in-whitePerbesar
Foto saya dan teman saya di depan Rumah Sakit Universitas Airlangga
Konter Farmasi Rumah Sakit Universitas Airlangga -diambil oleh Durga Dewi Chowdry
zoom-in-whitePerbesar
Konter Farmasi Rumah Sakit Universitas Airlangga -diambil oleh Durga Dewi Chowdry
Perkenalan
Dalam perawatan kesehatan, komunikasi sangat diperlukan sebagai saluran informasi dan alat terapeutik yang dapat memengaruhi hasil pasien secara signifikan. Selama observasi saya di Rumah Sakit Universitas Airlangga, saya menyaksikan interaksi yang bernuansa antara komunikasi verbal dan non-verbal antara profesional kesehatan dan pasien, interaksi antarprofesional, dan pertukaran antara profesional kesehatan dan masyarakat umum. Pengalaman ini menggarisbawahi peran penting yang dimainkan oleh komunikasi yang efektif dalam memberikan layanan kesehatan, terutama di bidang farmasi
ADVERTISEMENT
Komunikasi verbal dan non-verbal
Komunikasi verbal adalah mode interaksi yang paling jelas dalam pengaturan layanan kesehatan. Apoteker dan profesional kesehatan lainnya memberikan layanan kesehatan, terutama di bidang farmasi dengan pasien terutama untuk memberikan informasi tentang diagnosis, rencana perawatan, dan penggunaan obat. Salah satu pengamatan penting adalah penekanan pada kejelasan dan kesederhanaan dalam bahasa apoteker saat berkomunikasi dengan pasien. Dengan menghindari jargon yang terlalu teknis dan menyesuaikan penjelasan mereka dengan tingkat pemahaman pasien, apoteker memastikan bahwa pasien mendapat informasi yang baik tentang rezim pengobatan mereka dan potensi efek samping.
Empati muncul sebagai elemen penting dalam komunikasi verbal. Saya mengamati apoteker menggunakan nada meyakinkan dan memilih kata-kata yang menyampaikan kepedulian yang tulus terhadap kesejahteraan pasien. Misalnya, alih-alih hanya menyatakan fakta tentang potensi efek samping obat, apoteker sering mengawali penjelasan mereka dengan frasa seperti, "Kami ingin memastikan Anda merasa nyaman dan percaya diri dalam mengonsumsi obat ini." Pendekatan ini tidak hanya membangun kepercayaan tetapi juga mendorong pasien untuk mengajukan pertanyaan dan berbagi kekhawatiran mereka tanpa ragu-ragu.
ADVERTISEMENT
Komunikasi non-verbal terbukti sama pentingnya dalam membangun hubungan baik dan membina kepercayaan. Bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan kontak mata sangat berdampak. Apoteker yang mempertahankan postur tubuh terbuka sedikit condong ke depan selama percakapan, dan melakukan kontak mata yang konsisten dianggap mudah didekati dan penuh perhatian. Isyarat non-verbal ini menandakan kesiapan mereka untuk mendengarkan dan memenuhi kebutuhan pasien.
Komunikasi Antar-Profesional
Sebaliknya, contoh di mana profesional kesehatan tampak terburu-buru atau terganggu, misalnya, dengan melirik jam tangan mereka atau terlibat dengan dokumen saat berbicara menciptakan rasa terpisah. Perilaku seperti itu secara tidak sengaja menghalangi komunikasi terbuka dan, dalam beberapa kasus, membuat pasien ragu-ragu untuk menyuarakan kekhawatiran mereka. Pengamatan ini menyoroti perlunya kesadaran dalam interaksi non-verbal, karena dapat sangat memengaruhi persepsi pasien tentang kualitas perawatan.
ADVERTISEMENT
Interaksi antara apoteker dan profesional kesehatan lainnya, seperti dokter dan perawat, mengungkapkan pentingnya komunikasi antarprofesional dalam memastikan pemberian layanan kesehatan yang mulus. Di Rumah Sakit Universitas Airlangga, saya mengamati bahwa kolaborasi yang efektif bergantung pada kejelasan, ketepatan waktu, dan saling menghormati dalam pertukaran di antara anggota tim.
Namun, tantangan dalam komunikasi antarprofesi juga terlihat. Dalam situasi di mana hierarki diamati secara kaku, apoteker terkadang ragu untuk menantang atau mempertanyakan keputusan yang dibuat oleh dokter senior. Hal ini kadang-kadang menyebabkan keterlambatan dalam mengatasi potensi masalah terkait pengobatan. Pengalaman ini menggarisbawahi pentingnya membina lingkungan di mana semua profesional kesehatan merasa diberdayakan untuk menyuarakan keahlian dan keprihatinan mereka untuk perbaikan perawatan pasien.
While the overall standard of communication at Rumah Sakit Universitas Airlangga was commendable, my observations revealed areas for improvement. One significant challenge was managing communication in high-stress situations, such as during peak hours at the pharmacy. Under such circumstances, the pressure to serve a large number of patients often resulted in rushed interactions, where non-verbal cues of empathy and attentiveness were inadvertently overlooked.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan dengan Masyarakat Umum
Interaksi profesional kesehatan dengan masyarakat umum menghadirkan tantangan unik, terutama dalam menjembatani kesenjangan pengetahuan dan mengatasi kesalahpahaman tentang obat-obatan dan perawatan. Selama pengamatan saya, saya mencatat bahwa apoteker sering memainkan peran penting dalam menghilangkan mitos dan memberikan informasi yang akurat tentang obat bebas dan tindakan kesehatan pencegahan.
Misalnya, ketika anggota keluarga pasien menyatakan keprihatinan tentang efek samping antibiotik yang diresepkan, apoteker dengan sabar menjelaskan manfaat dan risikonya, menggunakan analogi yang relevan untuk meningkatkan pemahaman. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi kecemasan keluarga tetapi juga memberdayakan mereka untuk mendukung kepatuhan pengobatan pasien. Interaksi semacam itu menyoroti peran ganda apoteker sebagai pendidik dan advokat literasi kesehatan dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pengamatan dan Wawasan Kritis
Salah satu kesadaran paling mendalam dari pengamatan saya adalah potensi terapeutik komunikasi dalam perawatan kesehatan. Lebih dari sekadar menyampaikan informasi, komunikasi yang efektif memiliki kekuatan untuk mengurangi kecemasan, membangun kepercayaan, dan memotivasi pasien menuju perilaku kesehatan yang lebih baik. Dalam konteks farmasi, di mana pasien sering mencari bimbingan dan kepastian tentang obat-obatan mereka, kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dapat secara signifikan meningkatkan kepuasan dan hasil pasien.
Misalnya, kemampuan apoteker untuk dengan sabar mengatasi ketakutan pasien tentang penggunaan obat jangka panjang tidak hanya memastikan kepatuhan tetapi juga memberdayakan pasien untuk mengambil peran aktif dalam mengelola kondisi mereka. Interaksi semacam itu menunjukkan bagaimana komunikasi berfungsi sebagai jembatan antara keahlian teknis dan perawatan yang penuh kasih.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, pengalaman saya di Rumah Sakit Universitas Airlangga memperkuat peran penting komunikasi dalam perawatan kesehatan, terutama dalam praktik farmasi. Komunikasi verbal dan non-verbal, interaksi antarprofesional, dan pertukaran dengan masyarakat umum masing-masing memainkan peran unik dalam membentuk kualitas perawatan. Sementara lembaga menunjukkan fondasi yang kuat dalam komunikasi yang efektif, peluang untuk perbaikan tetap ada, terutama dalam mengelola situasi stres tinggi dan mengatasi hambatan bahasa.
Sebagai profesional kesehatan, kita harus terus mengasah keterampilan komunikasi kita, menyadari bahwa keterampilan itu sama pentingnya dengan keahlian teknis kita. Dengan menumbuhkan kejelasan, empati, dan kolaborasi dalam interaksi kita, kita tidak hanya dapat meningkatkan hasil kesehatan tetapi juga menjunjung tinggi martabat dan kepercayaan mereka yang kita layani.
ADVERTISEMENT