Marzuki, Nakhoda Eretan Kali Ciliwung

Konten dari Pengguna
7 November 2017 14:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari dwi herlambang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tangan keriput itu memegang seutas tambang demi menyebrangkan para penumpang dengan bantuan perahu kayu yang sering disebut 'eretan'. Di Kali Ciliwung yang menjadi pembatas antara Kampung Pulo dan Bukit Duri ini telah menjadi saksi betapa hebatnya Pak Marzuki menghidupi 14 anaknya.
ADVERTISEMENT
Marzuki, seorang laki-laki paruh baya yang sudah mengabdikan dirinya menjadi 'nahkoda' eretan sejak 1960. Bertahun-tahun menjalani profesi yang tidak mudah. Bagaimana tidak? Ia harus melawan derasnya arus Sungai Ciliwung dengan lebar kurang lebih 10 meter setiap harinya di atas kapal kayu berukuran 4x1.5 meter yang sudah mulai melapuk
Beratapkan terpal berwarna merah pudar, seakan menjadi pelindung teriknya matahari bagi sang nahkoda eretan di Sungai Ciliwung siang itu. Marzuki yang sudah mulai memutih rambutnya, mendulang rezeki sejak pukul 6 pagi hingga 6 sore. Tidak terhitung berapa banyak penumpang yang ia telah sebrangi dari Bukit Duri ke Kampung Pulo maupun sebaliknya.
Baginya, rezeki yang didapatnya cukup untuk menyambung kehidupan. Ia adalah bapak dari 14 anak, kakek dari 34 cucu dan buyut bagi 3 orang cicit. Tidak ada kata menyerah dalam diri Marzuki dalam bekerja. Penghasilan yang ia dapatkan dari nahkoda eretan adalah 300 ribu dalam setiap harinya.
ADVERTISEMENT
"Sehari bisa dapat 200 sampai 300 ribu. Untuk tarif anak-anak 2 ribu kalau dewasa 3 ribu," kata Marzuki, penarik eretan di kawasan Bukit Duri, Jakarta selatan, Selasa (7/11).
Menurutnya, pengalaman yang paling ia suka jika banyak yang menggunakan jasanya untuk menyebrang. Hal itu karena ia akan mendapatkan banyak rezeki untuk dibawa pulang. Namun, resiko tertinggi baginya adalah jika aliran Kali Ciliwung sedang deras. Ia harus ekstra bekerja keras untuk mengendalikan eretannya agar tidak terbawa arus.
Saat di jumpai Kumparan (kumparan.com) di atas eretannya (kapal kayu), Marzuki menceritakan awal mula ia membuat perahu kayu tersebut.
"Waktu itu saya buat tahun 60-an lah. Saya buat sendiri ngumpulin kayu-kayu dan akhirnya jadi seperti ini," katanya.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Marzuki melihat peluang karena banyak warga Kampung Pulo yang menyebrang ke Bukit Duri untuk berbelanja ke Pasar. Menurut pengakuannya, dahulu di pinggiran Kali Ciliwung terdapat pasar tradisional.
"Banyak yang mau nyebrang juga kan (ke Pasar Bukit Duri). Dulu kan Bukit Duri itu pasar ada di situ makanya banyak ibu-ibu yang nyebrang ke pasar bolak-balik. Dan kalau mau muter kan jauh," katanya sambil menunjuk ke arah yang dulunya Pasar Bukit Duri.
Setelah bekerja, Marzuki mengikat eretannya di tepi Kali Ciliwung agar tidak hanyut terbawa aliran Kali Ciliwung. Menurutnya, saat ia meninggalkan eretannya ada saja anak-anak yang iseng melempar batu ke eretannya. Hal itu membuat atap dari eretan Marzuki bolong.
ADVERTISEMENT
"Ada aja anak-anak yang iseng lemparin batu atau buat sampah kaya karung gitu. Lihat aja tuh atapnya ada yang bolong," ujarnya.
Marzuki adalah satu dari sekian banyak orang yang rumahnya terkena proyek normalisasi Kali Ciliwung pada tahun 2016 silam. Rumahnya yang berukuran 12 meter persegi habis di robohkan dan hanya menyisakan tiga meter saja.
"Dibongkar abis 12 meter sisa tiga meter saja. Saya bangun lagi dikit-dikit dari hasil narik eretan ini," katanya sambil mengenang kejadian pembongkaran Kampung Pulo.
Marzuki tidak serta pindah ke rumah susun. Menurutnya, jika ia pindah, ia akan sulit mencari pekerjaan. Marzuki memilih bertahan dan kembali membangun rumahnya yang hanya tersisa tiga meter saja.
Sebelum terkena normalisasi Kali Ciliwung, Marzuki dalam seharinya bisa mendapatkan keuntungan hingga 900 ribu rupiah dari hasil menarik eretan. Namun, dengan adanya normalisasi Kali Ciliwung yang membuat banyak warga harus pindah menuju rumah susun membuat pendapatannya menurun.
"Dulu mah rame (sebelum pembongkaran) bisa dapet 500 sampai 900 ribu sehari. Sekarang udah sepi soalnya kan banyak yang pindah," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Terima kasih Pak Marzuki sudah mau mengantarkan warga Kampung Pulo dan Bukit Duri dalam menyebrangi derasnya Kali Ciliwung. Pekerjaanmu sangat berarti bagi kelangsungan hidup masyarakat banyak.
1510037888438_gkno5g1510037899658_2ce2yg1510037907748_lr0xdd1510037953721_pkhdw9