Rencana Pendidikan yang Tak Terduga

Dwi Oktaviani
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta Program Studi Penerbitan (Jurnalistik)
Konten dari Pengguna
7 Juli 2021 12:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwi Oktaviani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika kelulusan SMK tiba, di situlah teman-teman sebayaku telah menyiapkan rencana untuk melangkah ke jenjang selanjutnya, ada yang ingin langsung bekerja ada juga yang ingin langsung melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Aku mempunyai rencana untuk langsung melanjutkan ke perguruan tinggi, karena menurut keluargaku minimal pendidikan sampai tamat perguruan tinggi dan aku sepakat dengan hal itu. Ibuku tidak menuntut harus diterima di perguruan tinggi negeri, menurutnya perguruan tinggi swasta atau negeri sama saja.
Setiap orang mempunyai rencana untuk melangkah ke jenjang selanjutnya. Foto: Unsplash.com/Scott Webb
Dengan hasil Ujian Nasional yang kurang memuaskan aku tidak ingin mencoba ujian masuk ke perguruan tinggi negeri, entah mengapa aku sangat tidak percaya diri dan yakin tidak akan lolos. Jadi, aku hanya fokus mencari rekomendasi perguruan tinggi swasta terbaik.
Ketika di rumahku sedang berkumpul seluruh keluarga besar, seorang saudaraku bertanya, "Kamu kelas berapa sekarang?" lalu saya menjawab, "Aku sudah lulus Pakde, sekarang lagi mencari perguruan tinggi swasta".
ADVERTISEMENT
Mendengar hal itu Pakde kaget, mengapa aku tidak mencoba ikut ujian SBMPTN agar masuk ke perguruan tinggi negeri. Lalu aku bilang bahwa aku tidak percaya diri untuk mengikuti ujian tersebut, karena dalam diriku yakin tidak akan lolos.
Singkat cerita inti percakapan kami adalah Pakde menyarankan untuk berusaha terlebih dahulu untuk masuk ke perguruan tinggi negeri, diterima atau tidaknya belakangan, yang terpenting adalah aku sudah berusaha dan mau mencoba.
Nasihat Pakde mulai menggoyahkan pikiranku. Benar, setidaknya aku harus mencoba dan usaha terlebih dahulu, menurutku diterima atau tidak itu hanya bonus.
Kebetulan salah seorang saudaraku berkuliah di Politeknik Negeri Jakarta dengan jurusan Teknik Grafika & Penerbitan program studi Penerbitan (Jurnalistik). Aku mulai menghubunginya dan bertanya perihal kampus dan jurusan tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu saya juga mencari tahu di internet dan media sosial. Satu yang membuat saya tertarik ialah ketika melihat mata kuliah program studi penerbitan, di sana tertera mata kuliah fotografi, menulis berita, desain layout, penyuntingan berita, dan sebagainya.
"Sepertinya kalau kuliah dengan program studi ini asik," ucap batinku.
Rasa semangatku mulai meninggi, aku mulai mencari tahu jadwal ujian yang akan dibuka untuk masuk ke perguruan tinggi tersebut. Tersisa satu ujian lagi, yaitu ujian mandiri yang diselenggarakan oleh Politeknik Negeri Jakarta.
Ternyata masih ada kesempatan untukku.
Aku mulai membicarakan hal itu kepada Ibu dan langsung disetujuinya. Karena aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan terakhir ini, aku belajar semaksimal mungkin.
Illustrasi sedang berdoa. Foto: Unsplash.com/Igor Rodrigues
Di hari ketika aku mulai ujian, peserta ujian diminta untuk berbaris terlebih dahulu. Dalam diam aku berdoa kepada Tuhan "Aku ikhlas kalau tidak berhasil pada ujian ini karena aku yakin Tuhan pasti punya rencana lain yang terbaik. Namun, apabila aku berhasil aku sangat bersyukur karena hal itu membuat orang tua saya senang".
ADVERTISEMENT
Tiba di hari ketika pengumuman hasil ujian mandiri, aku membuka file yang berisi nama-nama yang berhasil lulus. Ketika aku melihat pada tabel program studi jurnalistik, aku melihat namaku pada urutan ke-13.
Aku bergeming, tidak percaya akan hal itu. Aku tidak menyangka bahwa aku bisa lulus dalam ujian ini. Berawal dari rasa tidak percaya diri untuk masuk ke perguruan tinggi negeri, berkat usaha dan doa aku berhasil lulus dalam ujian tersebut dan bisa melanjutkan pendidikan di Politeknik Negeri Jakarta.
Hal itu membuatku belajar satu hal bahwa tidak ada salahnya untuk mencoba sesuatu, karena berhasil atau gagal kita akan dapat pelajaran atas keduanya. Jangan takut gagal, takutlah karena belum pernah mencoba.
ADVERTISEMENT
Dwi Oktaviani
Politeknik Negeri Jakarta