Reklamasi Pantai Tapaktuan, Apa Dampaknya?

Dwi Prawira Kusuma
Mahasiswa Departemen Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Konten dari Pengguna
27 Februari 2022 21:58 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwi Prawira Kusuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan terakhir ini kabar mengenai reklamasi pantai kembali mencuat, baik kabar tentang Reklamasi Teluk Jakarta maupun Reklamasi Teluk Benoa di Bali. Setiap kali muncul kabar tentang reklamasi, respons masyarakat hampir seragam menolak dan cenderung negatif. Sebenarnya apa itu reklamasi? Bagaimana dampak reklamasi bagi lingkungan dan penduduk sekitar?
ADVERTISEMENT
Reklamasi sendiri adalah suatu metode yang digunakan untuk menciptakan lahan di kawasan perairan, umumnya di daerah pesisir pantai. Reklamasi ini dilakukan dengan menimbun pasir atau tanah ke pesisir pantai sehingga dapat menciptakan lahan baru yang berada di atas permukaan air laut sehingga tidak terendam air (Imawan, 2021).
Reklamasi sendiri bukanlah hal yang baru di Indonesia. Di Indonesia sudah terdapat 197 situs reklamasi yang selesai dibangun, tersebar dari Aceh hingga Papua. Sekarang muncul pertanyaan baru, jika reklamasi ternyata sudah sebanyak itu di Indonesia, jadi sebenarnya reklamasi itu bagus atau buruk?
Reklamasi memiliki banyak tujuan untuk dilakukan, baik digunakan sebagai kepentingan masyarakat umum hingga kepentingan bisnis korporat. Pada umumnya reklamasi dilakukan dengan mempertimbangkan segala macam aspek yang ada di lokasi, termasuk aspek lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat. Seharusnya, dengan adanya pertimbangan tersebut, reklamasi tidak akan memberikan dampak negatif terhadap masyarakat yang tinggal di dekat situs reklamasi.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana realisasi pertimbangan tersebut? Bagaimana sebenarnya dampak nyata dari adanya reklamasi terhadap lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, di sini kita akan mengambil contoh salah satu kasus reklamasi yang ada di Sumatra, lebih tepatnya di Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan.
Di Kecamatan Tapaktuan, yang merupakan ibu kota dari Kabupaten Aceh Selatan, telah dilakukan reklamasi sejak tahun 2002 hingga sekarang. Total sudah terdapat beberapa situs reklamasi yang dibangun untuk nantinya digunakan sebagai daerah pemukiman penduduk, perkantoran, pertokoan, pelabuhan umum, taman kota, dan sarana sosial lainnya. Pemerintah daerah setempat memutuskan untuk melakukan reklamasi karena Kecamatan Tapaktuan ini dikelilingi oleh pegunungan yang akan sulit untuk melakukan perluasan lahan ke arah daratan.
Citra satelit Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan yang dikelilingi oleh pegunungan sehingga menyulitkan perluasan lahan ke arah daratan (sumber: Google Earth)
Salah satu situs reklamasi yang terkenal di Kecamatan Tapaktuan adalah situs reklamasi RTH Pantai Taman Pala Indah dan Masjid Terapung An-Nur. Tanah reklamasi seluas 4,13 hektar tersebut terletak tidak jauh dari Pelabuhan Tapaktuan.
Citra satelit situs reklamasi RTH Pantai Taman Pala Indah dan Masjid Terapung An-Nur sebelum reklamasi (kiri, foto diambil 7 Maret 2014) dan setelah reklamasi (kanan, foto diambil 1 Januari 2021) (sumber: Google Earth)
Kembali ke pertanyaan sebelumnya, apa dampak dari adanya reklamasi pantai tersebut terhadap lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar? Telah dilakukan penelitian oleh mahasiswa Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh yang menunjukkan bahwasanya reklamasi pantai memang benar memiliki dampak terhadap perubahan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Tapaktuan (Husna, Alibasyah, & Indra, 2012).
ADVERTISEMENT
Dalam penelitian tersebut, disebutkan bahwasanya terjadi pengurangan biota laut di area sekitar situs reklamasi yang mengharuskan masyarakat untuk mencari ikan lebih jauh ke lautan. Beberapa biota laut tersebut antara lain adalah kepiting dan ikan karang, termasuk terumbu karang itu sendiri. Untuk kepiting dan ikan di sekitar area pesisir sebelum adanya reklamasi nelayan umumnya bisa menangkap lebih dari 7,5 kg akan tetapi setelah adanya reklamasi menurun hingga kurang dari 2,5 kg. Sementara terumbu karang yang awalnya luasnya mencapai lebih dari 2 hektar, kini berkurang hingga menjadi kurang dari 1 hektar.
Meskipun begitu, perubahan yang berbeda terjadi pada biota darat seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan darat lainnya yang malah mengalami peningkatan jumlah setelah dilakukannya reklamasi. Jumlah kupu-kupu dan burung kutilang mengalami peningkatan. Penduduk sekitar melaporkan bahwa sebelum adanya reklamasi, dalam sehari penduduk mendapati hanya ada 1-3 ekor burung yang terlihat. Sementara setelah adanya reklamasi, dalam sehari ada lebih dari 5 burung yang terlihat.
ADVERTISEMENT
Selain hewan, terjadi perubahan terhadap jumlah vegetasi di darat di area sekitar reklamasi. Sebelum adanya reklamasi, jumlah pohon kelapa disebutkan banyak, sekitar lebih dari 10 pohon, akan tetapi setelah adanya reklamasi menurun hingga hanya berkisar antara 1-5 pohon saja. Sementara tumbuhan lainnya seperti rumput dan tanaman liar yang awalnya sedikit sebelum reklamasi dengan luasan kurang dari 400 m persegi, kini bertambah banyak setelah adanya reklamasi hingga mencapai 2 hektar-an.
Sosial dan ekonomi masyarakat sekitar juga turut berubah dampak dari adanya reklamasi. Beberapa aspek seperti jaminan rasa aman, kesempatan kerja, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat informasi, hingga kunjungan masyarakat luar daerah meningkat banyak dibandingkan sebelum adanya reklamasi. Kondisi peningkatan tingkat kesehatan masyarakat ini menunjukkan bahwasanya reklamasi tidak memiliki dampak negatif terhadap kualitas air. Selain itu profesi masyarakat juga banyak yang bergeser menjadi nelayan setelah dilakukannya reklamasi.
ADVERTISEMENT
Pendapatan masyarakat mengalami kenaikan yang signifikan dari sebelum ke sesudah reklamasi. Sebelum reklamasi, pendapatan rata-rata masyarakat berkisar antara Rp 1,4 juta per bulan, akan tetapi setelah adanya reklamasi, pendapatan meningkat menjadi Rp 2,1 juta atau meningkat hampir 50%.
Reklamasi ini juga menjadi salah satu ikon dari Kecamatan Tapaktuan yang kini berubah menjadi daerah pariwisata. Dengan adanya reklamasi artifisial yang dipadu dengan keindahan alam natural dari pegunungan dan pantai di sekitar, membuat banyak wisatawan yang tertarik untuk datang ke Kecamatan Tapaktuan. Secara statistik, kunjungan wisatawan luar daerah ke Kecamatan Tapaktuan meningkat lebih dari 20% dibandingkan sebelum adanya reklamasi pantai.
Terdapat beberapa faktor lainnya yang bersifat teknis seperti sedimentasi yang masih perlu untuk dilakukan studi lebih lanjut sehingga tidak dicantumkan dalam artikel ini (Anugrah, 2015).
ADVERTISEMENT
Setelah membicarakan panjang lebar studi kasus reklamasi di Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, kembali ke pertanyaan semula, lantas apakah reklamasi itu baik atau buruk? Reklamasi memiliki dampak yang berbagai macam kepada lingkungan dan masyarakat. Akan ada sisi positif dan sisi negatif dari adanya reklamasi. Hanya saja bagaimana pertimbangan dan perhitungan agar sisi positif tersebut jauh lebih banyak dibandingkan sisi negatifnya.
Daftar Pustaka
Anugrah, P. T. (2015). Dampak Lingkungan Akibat Reklamasi Pantai di Kecamatan Tapaktuan Aceh Selatan. Malang: Universitas Brawijaya.
Husna, N., Alibasyah, R., & Indra. (2012). Dampak Ekologi, Sosial dan Ekonomi Masyarakat Akibat Reklamasi Pantai Tapaktuan Aceh Selatan. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan, 1(2), 171-178.
Imawan, R. (2021). Penerapan Perizinan Reklamasi Wilayah Pesisir Pantai Berdasarkan peraturan presiden Nomor 122 Tahun 2012 (Studi Kasus di Desa Sejati, Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang). Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, 27(1), 150-167.
ADVERTISEMENT