Katarsis: Melepaskan yang Terpendam

Dwi Ramadhani
Mahasiswi Psikologi di Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
25 November 2021 20:53 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwi Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kita sering kali melewati masa-masa yang menyulitkan dan tak jarang menguji emosional. Ada beberapa masa di mana kita menolak untuk merasakan emosi tertentu dan memilih untuk memendamnya atau justru melakukan pelarian lain untuk mengalihkan perasaan emosi tertentu. Ada juga masa di mana orang-orang sekitar kita melarang kita untuk merasakan emosi-emosi tertentu.
ADVERTISEMENT
Pada kenyataannya, emosi adalah reaksi kita terhadap kejadian-kejadian tertentu yang dihasilkan oleh hormon-hormon di otak yang tidak bisa dikontrol. Emosi merupakan gambaran dari perasaan, pikiran, dan atau gerakan fisik yang dianggap sebagai makna yang terasosiasi dan tersimbolkan sebagai gerakan mental individu yang bersifat otomatis, berkembang, dan berubah secara sadar. Emosi merupakan proses yang sementara dan selalu berubah secara berkesinambungan.
Sewajarnya, seluruh emosi yang kita rasakan harus bisa diterima dan disalurkan dengan baik agar tidak terjadi penyakit dalam diri. Jika emosi-emosi negatif selalu dipendam dan tidak disalurkan dengan baik, akan membuat kita cenderung menjadi orang yang emosional, sensitif, stress, dan lebih parahnya lagi merasa diri sendiri tidak berharga. Selain itu juga dapat menyebabkan keluhan fisik, seperti gangguan tidur, gangguan pencernaan, sering pusing, mudah lelah, dada berdebar, dan lain lain. Cara terbaik untuk menanggapi emosi negatif adalah bukan dengan melawannya, melainkan justru berusaha menerima dan melepaskan emosi negatif tersebut dengan baik.
sumber : pixabay.com
Memahami Katarsis
ADVERTISEMENT
Berasal dari bahasa Yunani, katarsis berarti pemurnian atau pembersihan. Katarsis adalah pelepasan emosi yang terpendam yang memiliki kaitan terhadap kejadian traumatis dengan memunculkan emosi tersebut ke alam sadar. Meskipun kita sering lari dan menghindar dari emosi yang yang kita rasakan, alam bawah sadar kita masih merekam semua emosi tersebut dengan baik. Kita bisa saja berbohong kepada orang lain dan mengatakan bahwa kita tidak sedang bersedih, tetapi saat sedang sendirian, ternyata kita meluapkan emosi tersebut dan menangis.
Ada berbagai macam faktor yang menyebabkan seseorang terhambat untuk mengakui dan mengungkapkan emosi negatif yang dirasakannya. Baik dari egonya sendiri, maupun tuntutan situasi dari lingkungan sekitarnya. Sama halnya saat kita melepaskan emosi positif dengan tertawa, emosi negatif juga perlu untuk dilepaskan.
ADVERTISEMENT
Bentuk Katarsis
Dalam prosesnya, katarsis membantu kita berhadapan dengan emosi dan pola pikir. Proses katarsis adalah sebuah usaha untuk melepaskan emosi negatif sehingga membantu kita untuk berpikir lebih luwes dalam menghadapi suatu masalah. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk katarsis adalah:
1. Mendengarkan Musik
Ada dua cara berbeda yang dilakukan kebanyakan orang saat mendengarkan musik sebagai bentuk katarsis. Ada yang memilih mendengarkan musik sedih dan relate dengan perasaannya untuk membebaskan kesedihan yang dirasakan. Ada beberapa orang yang sulit untuk menangis dan memilih mendengarkan lagu sedih sebagai alternatif untuk membantu mengerluarkan air matanya. Selain itu, mendengarkan musik sedih juga menimbulkan efek yang menenangkan.
Ada juga yang melakukan hal kebalikannya. Beberapa orang memilih mendengarkan musik up beat yang menggebu untuk melepaskan emosi negatifnya dengan cara berteriak dan menjerit mengikuti lirik lagu tersebut. Kedua cara tersebut bisa menjadi cara untuk melepaskan beban emosi negatif yang dirasakan.
ADVERTISEMENT
2. Menulis
Menuangkan segala emosi yang kita rasakan dalam bentuk tulisan juga sangat membantu untuk melepaskan emosi tersebut. Menulis juga bermanfaat sebagai sebuah pengakuan terhadap emosi tersebut sehingga menumbuhkan kemampuan untuk menjauhkan diri dari stress yang berulang serta perasaan yang belum terselesaikan.
3. Seni
Opsi lain untuk melepaskan emosi sebagai bentuk katarsis adalah melukis, membuat kerajinan tangan, dan hal lainnya yang berkaitan dengan seni. Warna-warna yang tertuang dalam lukisan memiliki bias terhadap perasaan emosi yang sedang kita rasakan. Contohnya ketika kita melukis dalam keadaan sedih, bisa jadi lukisan yang dihasilkan akan bernuansa muram. Warna-warna yang dipilih bisa jadi dipenuhi dengan warna yang sendu. Melepaskan emosi dengan cara mengalirkan emosi dengan seni akan sangat membantu membebaskan diri dari emosi negatif.
ADVERTISEMENT
4. Menonton Film
Menonton film sebagi bentuk katarsis bekerja sama halnya dengan mendengarkan musik. Genre film yang dipilih sesuai dengan emosi yang sedang dirasakan bisa jadi sarana untuk melepaskan segala emosi. Contohnya, menonton drama yang bergenre angst bisa menjadi penyaluran yang tepat untuk membuat kita menangis.
5. Berolahraga
Melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga dapat membantu menyalurkan emosi negatif yang kita rasakan. Olahraga yang dilakukan bisa jadi seperti jogging, bersepeda, renang, dan lain lain. Selain itu, olahraga juga dapat mengurangi stress karena menyebabkan menurunnya hormone stress dan meningkatnya feel good hormone.
Beberapa kegiatan di atas merupakan bentuk katarsis. Masih banyak hal positif lainnya yang bisa dilakukan sebagai sarana untuk membebaskan emosi negatif. Katarsis hanya akan berhasil dilakukan jika kita memahami sepenuhnya emosi yang dirasakan. Semua emosi harus dirasakan dan jangan takut untuk mengakui emosi tertentu. Tidak ada emosi yang salah untuk dirasakan. Dengan melepaskan emosi negatif, kita dapat membersihkan pikiran sehingga bisa berpikir dengan jernih.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Santoso, A. (2021). Mengontrol Emosi Menjadi Seni. Global Aksara Pers.
Pijar Psikologi. (2020). Yang Belum Usai. PT. Alex Media Komputindo.
Powell, E. (2007). Catharsis in psychology and beyond: A historic overview. The Primal Psychotherapy.
VandenBos, G. R. (2007). APA dictionary of psychology. American Psychological Association.
Liila, T. (2017). Why We Listen to Sad Music: Effects on Emotion and Cognition. Freie Universitat Berlin.
Baikie, K., & Wilhelm, K. (2005). Emotional and physical health benefits of expressive writing. Advances in Psychiatric Treatment. 11(5), 338-346.
Andalasari, R., & BL, A. B. (2018). Kebiasaan olahraga berpengaruh terhadap tingkat stress mahasiswa poltekkes kemenkes jakarta III. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kesehatan, 5(2), 179-191.
ADVERTISEMENT