Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
CERPEN: Broken Trip
21 Desember 2020 19:47 WIB
Tulisan dari Dwi Sapta Yuniardi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kali ini Kibar benar-benar butuh matahari untuk melupakan hangat peluk Alisa, mantannya. Dia juga berharap embun pagi bisa menyeka luka hati kronis yang kerap membuatnya meringis disepertiga malam terakhir. Tekatnya bulat, dia harus minggat. Foto secangkir kopi berlatar senja pegunungan di feed instagram, sepertinya telah memberi Kibar setitik harapan. Captionnya "Alam menyembuhkan".
ADVERTISEMENT
Ya, mungkin angan-angan Kibar tak beda dengan isi kepala korban selebaran pengobatan alternatif yang dibagikan di pinggir jalan. Klinik Abah Rasyid - Membantu Menyembuhkan Berbagai Macam Penyakit (daftarnya panjang dan seram). Kibar ingin sembuh.
"Apa? Gunung Lawu? Emang blom deal juga ama tuh investor?" tanya Devan tak percaya seraya menggoda.
"Ngawur. Elo kira Gue mau cari pesugihan? Gue mau refreshing." sahut Kibar berapi-api.
Devan terkekeh sengit. Kalau ada tempat terakhir yang harus didatangi Kibar mungkin itu adalah gunung. Kibar gak bisa BAB tanpa WC duduk yang bersih, matahari merupakan momok bagi kulitnya yang putih, ditambah bantal guling jadi sarat mutlak agar dia bisa tidur nyenyak. Namun ungkapan klise bahwa cinta bisa merubah segalanya kadang benar-benar nyata. Mr. Patah Hati dan Mrs. Kasmaran seakan sepakat berkonspirasi untuk membuat orang melakukan hal-hal diluar dugaan.
ADVERTISEMENT
"Denger ya Bar, gunung lawu itu udah terkenal mistis, Elo kalo mau bunuh diri jangan disana, nambah angker aja nanti tuh gunung"
"Hey. Hey! Coba mulut itu dikasih filter ya." umpat Kibar kesal.
Memang Kibar tergolong orang yang realistis dan selalu mengandalkan logika. Jadi bunuh diri karena patah hati bukanlah sebuah opsi. Tapi dia sangat nostalgic, sehingga butuh usaha keras untuk benar-benar melupakan peluk, cium, dan senyum mantan. Kalau anak milenieal nyebutnya susah move on.
Kibar menutup video call sore itu karena sudah tak tahan dengan celoteh dan saran karibnya yang sarat dengan demotivasi. Gara-gara omongan Devan dalam hampir satu jam obrolan, beberapa kali Kibar sempat berfikir untuk membatalkan rencana "terapi alam" yang sudah dicanangkan dengan matang. Sebaliknya, meski Devan terus menggoda Kibar, dia mulai sadar bahwa "marksman" andalannya saat mabar game mobile legend, benar-benar serius mencari item penawar buat hati yang memar. Alisa sukses membuat Kibar ambyar. Sadboy.
ADVERTISEMENT
Kali ini logika gagal menang, melainkan perasaan. Tambahan icon emoji dua jempol dan lambang dollar dibelakang nama Kibar, telah melegitimasi keikutsertaannya dalam sebuah open trip pendakian gunung. Terkonfirmasi dan Lunas.
Group whatsappnya bertajuk "Lawu 15-16 Juni 2019", berisi 10 partisipan termasuk Admin. Kibar ada di No. 5 dalam daftar peserta open trip yang dikelola oleh sosok bernama Bono, anak gunung jadul yang sekarang lebih suka mantai ketimbang muncak. Tapi untuk bisnis, dimana ada uang disitu dia jalan. Kibar mendapat rekomendasi dari Wawan, anak buahnya yang hobi ketinggian. Sebenarnya bukan sosok Bono yang mengusik perhatian Kibar, tapi daftar pesertanya. Nomer empat tertulis "temannya Carlo" dan Carlo sendiri adalah perserta nomer tiga. Sadboy kadang memang bawaannya curiga-an dan kecurigaan itu sering berakhir di muara keruh yang penuh lumpur "jangan-jangan.".
ADVERTISEMENT
Kibar benar-benar tak ingin ada “Couple” dalam trip itu. Dia khawatir, alih-alih sembuh, lukanya nanti malah tambah melepuh. Rasanya gak bakal kuat melihat cowok mengulurkan tangan membantu ceweknya melewati tanjakan, sementara itu dia sedang ngos-ngosan dalam proses penyembuhan. Dengan mudah hal itu akan men-trigger Kibar menekan tombol rewind, memutar kenangan adegan menggandeng tangan Alisa di pantai Tanjung Kelayang. Dalam sebuah cuplikan slowmotion, terapinya terancam gagal. Tapi masih ada waktu satu minggu untuk saling kenal, 7 x 24 jam untuk memutuskan lanjut atau batal.
***
"Yakin Bos mau lanjut?" tanya Wawan dengan tatapan ragu.
"Sepertinya kita ambil aja Wan, mereka Investor gede, sayang kalo dilewatkan. Memang berat mempertahankan idealisme. Tapi ya sudahlah mungkin ini jalannya"
ADVERTISEMENT
"Maksud saya Gunung Lawu Bos." ujar Wawan sambil tersenyum.
Kibar terkekeh lalu menunjukan ponselnya pada Wawan.
"Wah jadi ikut tripnya bang Bono!"
"Iya sesuai rekomendasimu." jawab Kibar antusias. Matanya berbinar meski sadar masih ada kemungkinan bakal batal. Carlo dan "temannya Carlo" ternyata bersertifikat "Couple".
Sungguh Wawan ingin sekali menemani sang Bos naik gunung, entah itu bentuk perhatian atau karena hobi yang tersalurkan. Tapi sayang, tawarannya di tolak halus oleh Founder sekaligus CEO Startup yang urusan percintaanya sedang tidak mulus. Kibar berdalih agar Wawan fokus pada persiapan final meeting dengan calon Investor bulan depan. Wawan sendiri tak tahu kalau Bosnya ingin pergi menyendiri. Cuma Devan yang mafhum, Enterpreneur jebolan ITB itu berniat mendaki untuk terapi patah hati. Di suatu tempat, Pemilik akun IG yang memposting gambar kopi dan senja, inspirasi Kibar, juga tak pernah tau bahwa dia telah mengilhami seseorang diluar sana.
ADVERTISEMENT
Hari itu Kibar berniat menambah porsi treadmill di Gym guna menyiapkan fisiknya. Dia pulang lebih awal. Suatu kelangkaan yang patut dirayakan oleh bawahannya. Maka setelah pesanan kopi dan gorengan datang, mereka pun hilang ditelan game online, youtube, ataupun instagram. Kalau Wawan sih ikutan pulang. Kibar sengaja tidak memasang CCTV di ruang kantor perusahaan yang dia pimpin, karena baginya yang utama adalah output yang dapat dipertanggungjawabkan. Dia percaya manusia tidak bisa disamakan dengan robot. SOP dalam manajemen perusahaannya bukanlah bahasa pemrograman yang kaku. Bagi Kibar ada value yang lebih penting dibanding sekedar True or False. Itu adalah Honesty. Kamu bisa salah dan bisa benar, tapi wajib jujur. Meskipun tidak mudah, nilai inilah yang ingin dia tanamkan dan kembangkan dari setiap diri karyawannya. Hubungan Kibar dan Alisa pun harus berakhir karena hilangnya nilai yang terletak diantara Benar dan Salah ini. Kejujuran.
ADVERTISEMENT
"Van elo punya sleeping bag gak?" tanya Kibar diujung telpon. Butiran keringat menetes membasahi kertas yang berisi daftar peralatan yang wajib dibawa untuk pendakiannya nanti.
"Ada nih. Bed Cover. Tebel loh, bisa jadi guling juga." canda Devan diakhiri tawa tengil yang membahana.
"Gue serius Van!"
"Kalo serius beli dong bro. Masa minjem", lagi-lagi Devan tertawa sengak. "Dan elo salah orang bego. Gue ini anak kopi mana punya sleeping bag, elu kira gue mau tidur di cafe? numpang Wifi? Gue gak se-fakir itulah brohh!" lanjut cowok berbintang gemini yang katanya pencinta kopi. Tepatnya sih es kopi susu. Cuma varian ini yang masuk ditenggorokan Devan setelah sekian lama terkontaminasi kopi saset. Untuk dia apapun Cafenya, minumannya tetap es kopi susu.
ADVERTISEMENT
Kibar cuma bisa nyengir males. Sejengkel apapun dia pada Devan, Devan tetaplah Devan, putra Betawi asli keturunan Haji Murod yang kontrakannya bererot, sahabat hingga nanti pipi kempot. "Ya udah tar gue beli", Kibar menutup telponnya pasrah.
Setibanya di rumah, Kibar kembali melanjutkan berkemas sambil nonton tutorial packing tas gunung a.k.a keril disebuah channel youtube: Dengkul Tua Adventures. Kali ini sudah tak ada keraguan di hatinya, dia telah memutuskan memeluk agama baru itu. "Alam menyembuhkan." Bahkan Kibar sudah tidak peduli lagi pada hasil investigasi akun IG milik Carlo. Caption postingan terakhir peserta No.3 ini berbunyi:
"Nanti saat matahari terbit di Hargo Dumilah, akan kugenggam erat tanganmu duhai yang terindah."
Fotonya bukan kopi dan senja, tapi siluet Cowok sedang menggenggam mesra tangan Cewek dihadapannya. Background sunrise Gunung Bromo membuat foto itu tampak sempurna untuk para pemabuk cinta. Saat itu, entah mabuk apa, Kibar langsung membuka laman akun yang ditag di foto tadi. Farah Panjaitan. Kibar sedang beruntung. Tidak diprivate.
ADVERTISEMENT
Update terakhir dari akun IG itu berhasil membuat Kibar menyimpulkan bahwa Farah Panjaitan adalah peserta no.4, si "temannya Carlo". Kalian pasti sudah bisa menebak bunyi captionnya. Ya benar.
"Lawu, I'm in Love."
Foto: Secangkir kopi berlatar senja metropolitan.
Location: Starbuck TB. Simatupang.
Tag: Carlo.Ve
Ok. Fix! peserta No.3 dan No.4 adalah pendaki sejoli. Tapi sekali lagi Kibar sudah tidak peduli. "Lawu, here I come." begitu bunyi twit terakhirnya.
***
Rabu, 12 Juni 2019. Dua hari menjelang keberangkatan, WAG besutan Bono itu mulai ramai. Pagi-pagi sekali, Peserta No. 6, Nando, aktif mengajukan pertanyaan-pertanyaan klasik pendaki pemula yang ikut open trip.
"Bang Bono, nanti ngawal kita terus kan selama pendakian? Soalnya saya belum pengalaman takut nanti ditinggal rombongan." Mungkin ada yang bertanya, pendaki pemula kok langsung Gunung Lawu? Jawab: bisa jadi Nando ini juga korban feed Instagram atau quote viral dari sebuah film pendakian. Tapi jangan buru-buru dihakimi, Nando pasti punya alasan yang harus kita hormati.
ADVERTISEMENT
Bono memberi penjelasan yang cukup menenangkan buat Nando. Dia memastikan akan menempatkan satu orang didepan sebagai Guide dan satu orang Sweeper kalau-kalau ada yang tercecer di belakang. Pengalamannya pada trip trakhir Gunung Semeru, ada peserta yang cedera otot paha sehingga perlu ditandu turun ke bawah.
"Bang Bono saya pakai sepatu Nike gapapa kan bang?"
"Bukan masalah merek, yang penting nyaman dihati."
"Eh dikaki." balas Bono diikuti emoji lidah melet biar gak garing-garing banget.
Disela-sela makan siang, Kibar sempat bertanya tentang jenis dan merek Sleeping Bag (SB) yang bagus dan nyaman. Peserta No.1, Pamungkas (semesta memang kadang terbalik), berseloroh bahwa pendaki Jomblo membutuhkan SB yang tebal dan hangat karena hatinya sudah lama dilanda Hipotermia. Beku. Awokawokawok.
ADVERTISEMENT
"Nah kalo Bang Carlo beda nih, gak pake SB juga kuat, kan diangetin sama nomer empat" ketik Pamungkas yang membuat seisi Group WA itu mengirim balasan emoji ngakak.
Meskipun ikutan ngakak, ada bulir-bulir pedih menjalar di rongga dada Kibar. Lebih nyeri dari asam lambung, lebih pedih dari maag akut. Dia ingat Alisa. Dia kusut. Tapi kesampingkan kekusutan Kibar. Apa kalian gak lebih penasaran bagaimana Pamungkas tau bahwa Bang Carlo bakal mendaki bareng ceweknya, si nomer empat? Siapa kira-kira yang lebih dulu kerasukan setan kepo Gunung Lawu? Kibar atau Pamungkas? Cuma Mark Zuckerberg yang tau.
Mendung bulan Juni masih bergelayut di ruang kamar Kibar. Malamnya, ba'da Isya, muncul Peserta No.2, Halim. Foto profil WA nya sebuah kolase 3x3 puncak-puncak gunung yang sudah pernah digapainya. Ada tanda centang di pojok foto-foto dalam kolase itu. Semeru, Kerinci, Rinjani, Latimojong, Binaya, Raung, Argopuro, Merbabu, Slamet. Dari 9 gunung tersebut, lima diantaranya masuk Seven Summits Indonesia. Jadi tinggal puncak Bukit Raya dan Carstensz Pyramid untuk melengkapi gelar mentereng Seven Summiter Indonesia. Tapi tidak tau kapan akan diselesaikannya, katanya dia takut pacet (sejenis lintah) dan alergi salju. Apapun alasan Halim, dia nampak seperti pendaki berpengalaman. Lawu akan menjadi gunung ke 10 dalam CV pendakiannya. Entah seperti apa nanti bentuk kolase PP WA dia.
ADVERTISEMENT
"Malam semua, salam kenal, salam lestari, mohon bimbingannya manteman." sapa Halim dengan emoji senyum.
Rendah hati atau sekedar basa-basi beda tipis. Satu-persatu, peserta open trip Lawu membalas pesan Halim, termasuk Kibar yang cuaca kamarnya berangsur cerah, tidak jadi hujan lokal karena Devan baru saja video call sekedar mengecek persiapannya. Kibar senang dapat dukungan moral dari cucu juragan kontrakan Se-Condet Raya itu. Bayangan Alisa di sudut kamar sudah memudar. Semangatnya kembali terbakar.
Malam itu Halim berusaha mengakrabkan diri dengan peserta lain. Bahkan Kibar ditawari pinjaman SB karena dia bilang punya stok banyak. Mungkin Halim pengusaha rental alat outdoor. Kibar menolak baik-baik, berdalih dia baru saja pesan di salah satu marketplace bertema hijau. Nando si bocah milenial, tanpa babibu, langsung mencoba pinjam sesuatu dari Halim.
ADVERTISEMENT
"Bang Halim saia leh pinjam sepatu gunungnya gk? lo ad nomer 40."
"Oh ada kok. Sehari 40 ribu aja"
Ternyata benar, Halim punya usaha rental. Mau tak mau Nando menjadi customer baru DH (Daniel Halim) Outdoor. Sepatu futsal grade ori merek Nike miliknya jebol saat jogging sore tadi.
Bicara soal persiapan fisik, Nando berada di urutan nomer wahid. Dalam dua minggu terakhir, setiap hari dia melahap Velodromes Rawamangun sebanyak 7 Lap. Lari. Menyusul dibelakang Nando, ada Kibar yang memang hobi nge-gym semenjak kartu namanya ada embel-embel CEO Starup. Gaya hidup plus hidup sehat. Sementara posisi paling buncit diduduki oleh Pamungkas dengan 3000 langkah per hari dan baru mulai tadi pagi sambari mencari kutu air. Paling tidak, sekarang namanya sesuai posisi. Sementara itu Carlo sibuk tawaf dari Mall ke Mall menemani si nomer empat mencari perlengkapan dan alat-alat mendaki. Selain membakar kalori, menemani cewek belanja itu juga membakar emosi. Tapi Carlo belum sampai pada tahap ini. Dia baru jadian satu bulan yang lalu. Semua masih semanis madu. Jangankan keliling Mall, keliling tanah abang pun dia mau. Bagaimana dengan No.7, 8, dan 9? Sudahlah gak usah diceritain nanti kepanjangan. Ini kan Cerpen.
ADVERTISEMENT
Obrolan WAG malam itu akhirnya ditutup oleh woro-woro Bang Bono bahwa besok, Kamis 13 Juni 2019, akan meeting atau kopdar untuk membahas persiapan trip dan ada sesi tanya jawab.
Waktu: After Office Hour.
Tempat: Standard lah ya. Warung Upnormal. Karena Seven Eleven sudah bubar
Anyway, jawaban para peserta pun standard. "Siap!"
***
Tempat nongkrong sejuta umat itu nyaris dipenuhi muda-mudi milenial yang rata-rata sibuk dengan handphonenya masing-masing. Terkecuali sekelompok om-om makelar proyek dengan dana taktis tipis nampak bersemangat membicarakan fee proyek di Kementrian Sosial. Kibar terlihat canggung duduk bersama Nando di pojok kanan ruangan yang bernuasa hitam-hitam. Momen awkward itu dipersembahkan oleh seorang CEO yang biasanya nongkrong minimal di Startbuck dan seorang bocah milenial berlogat bekasi kental yang sok akrab. Kibar lebih banyak diam sambil melihat foto-foto gunung di akun IG yuniardi27.
ADVERTISEMENT
"Set dah lom pada dateng juga neh Bang, udah mo magrib." seru Nando memecah keheningan.
"Mungkin masih pada otw." jawab Kibar seperlunya.
"Abang udah naik gunung mana aja?" tanya Nando, kembali membuyarkan fokus Kibar saat memandangi foto sabana hijau yang indah.
"Belum pernah sama sekali bro. Elo?"
"Wah sama kita bang." balas Nando girang. Mungkin ada perasaan lega mengetahui bahwa dia bukan satu-satunya nubi dalam trip itu.
"Gunung Lawu keren banget tau bang!"
Kibar meletakan handphonenya. Sepertinya dia sudah menemukan topik pembicaraan yang bisa menjembatani Planet Mars dan Bekasi. GUNUNG. Kenapa gak dari tadi?
Pelan-pelan gunung es mencair. Nando dengan antusias menunjukan video pendakian Gunung Lawu dari channel youtube Dengkul Tua Adventures. Kibar tak sempat nonton yang satu ini karena lebih tertarik pada tutorial packing keril. Dengan semangat dia menyimak penjelasan Nando tentang video itu. Sudah jelas paling tidak Nando telah menontonnya 10 kali.
ADVERTISEMENT
"Neh bang sunrisenya gokil abis" tunjuk Nando setelah sebelumnya menggeser slider playhead di video itu.
"Wow. Amazing. Gue pasti bisa lupain Alisa"
"Alisa, siapa tuh bang?" tanya Nando polos.
"Eh gak. Bukan...bukan... sudah lanjut lagi videonya."
Nando makin berapi-api menjelaskan setiap bagian dari video itu. Mulai dari basecamp sampai puncak dan setiap pos dijabarkan dengan detail. Karena speaker HPnya rusak dan mau berbagi earphone masih gak enak, jadilah Nando yang mengisi narasi di video itu dengan logat bekasi. Laip.
"Ini Gupak Menjangan Boskyu. Sabana di Gunung Lawu. Ajib kan?"
"Oh iya ini tadi gw liat fotonya di IG yuniardi27. Keren"
"Gak sabar besok ya bang."
"Iya Ndo" timpal Kibar pertanda dia sudah nyaman dengan lawan bicaranya. Gunung mempersatukan Indonesia. Bukan Dinar Candy ya!
ADVERTISEMENT
Ditengah obroral seru mereka, datanglah sosok Bono. Penampakannya kebanting jika dibanding foto-foto pendaki keren yang berseliweran di social media. Perutnya sudah membuncit, rambut mulai menipis, tapi uban masih hitungan jari. Jelang 40. Kalo dilihat tidak akan menyangka dia sudah menyelesaikan Seven Summit Indonesia. Mungkin dia masuk golongan orang yang mudanya keren dan tuanya biasa aja. Benturan kehidupan.
"Sori telat neh bro" sapa Bono sambil ngajak hi-five Kibar dan Nando.
Kibar menyambut momen tos-tosan itu sedikit kaku. Beda dengan Nando yang berlagak seperti sudah kenal Bono puluhan tahun. Sok akrab atau memang easy going, cuma Enur yang tahu.
"Yang lain mana?
"Au ni Bang blom ada yang nongol" jawab Nando cempreng dan lantang.
ADVERTISEMENT
Bono membuka obrolan sambil membakar rokok kreteknya. Nando yang sejak tadi mulutnya asem, gak mau ketinggalan ngebul. Tak disangka bocah milenial asal planet bekasi ini punya respect pada Kibar yang sejak awal memang tidak merokok. Tapi hormat itu luntur lantaran asap itu menular. Setelah kedatangan Bono, tema pembicaraan pindah cukup jauh, dari Gunun Lawu ke Gunung Rinjani. Bono menceritakan pengalamannya membawa rombongan bule Australi ke puncak tertinggi di Lombok. Dia mengagumi ketahanan dan kekuatan fisik orang-orang bule saat mendaki gunung.
"Jalannya cepet banget, gue keteter ngikutinnya. Mana gak ada break buat sebatang lagi. Itu kan oksigen gua" kenang Bono ditutup kepulan asap.
Sampai jam 8 malam, belum ada tanda-tanda kemunculan peserta lain. Hingga 7 menit kemudian tiga buah HP yang tergeletak di meja membunyikan notifikasi hampir bersamaan. Maaf ralat, faktanya hanya dua HP yang bunyi. Baru ingat speaker HP Nando rusak.
ADVERTISEMENT
"Carlo sama Pamungkas gak bisa hadir bro" kata Bono yang duluan menyambar HP.
"Hmm lagu lama. Trus Guruh, Reza sama Andy gimana bang?" tanya Nando tengil.
Bono lantas menjelaskan bahwa peserta No.7, 8 dan 9 mengundurkan diri. Tiga sekawan yang juga teman sekantor itu sudah japri dan bilang tidak mendapatkan izin cuti. Ini hal yang wajar dalam sebuah open trip, bahkan dalam trip satu genk kadang ada aja yang batalin dadakan atau menghilang tiba-tiba secara Ghoib. Senyap. Jadi inilah alasan kenapa tujuh, delapan, dan Sembilan tidak diceritakan di depan. Gak ikut juga mereka. Nando kecewa. "Yahh nambah dikit aja neh yang ikut."
"Kita hormati saja, waktu orang kan tidak berjalan linear dengan waktu kita. Kadang ada yang bisa, ada yang enggak. Ada yang punya keperluan mendadak, anak sakit, izin kantor, istri atau pacar gak keluar, dompet tiba-tiba kosong, semua serba mungkin bro. Tapi santui aja, bersama Bono, SATU TETAP JALAN" jawab Bono panjang, sok bijak, dan sambil jualan.
ADVERTISEMENT
"Jadi tinggal berenam ya pesertanya." timpal Kibar tanpa ada rasa kecewa. Memang sebenarnya dia lebih suka kalo yang ikut sedikit, berharap bisa menikmati alam dengan tenang agar Alisa lebih mudah dilupakan.
Akhirnya kopdar hari itu cuma dihadiri tiga orang. Sebagai pendaki senior Bono banyak memberikan wejangan-wejangan pada Kibar dan Nando. Terutama masalah sampah. Dia sedih melihat kondisi Gunung gunung di Indonesia. Banyak sekali pendaki yang tidak peduli, yang utama bagi mereka hanyalah selfi.
Pamungkas sempat menyapa mereka bertiga lewat video call. Itu kali pertama Kibar, Nando dan Bono melihat the real Pamungkas. Selama ini PP WA nya gambar ikan cupang. Ternyata dia gondrong, sangar, tapi gak begitu menyeramkan. Pamungkas juga menyempatkan bergosip tentang alasan Carlo gak bisa dateng kopdar. Dari live IG Farah Panjaitan, dia melihat Carlo sedang "ngintilin" si nomer empat memilih-milih jaket gunung di sebuah Official Store. Brand jaketnya kalau ditranslate mbah google ke dalam bahasa akan berbunyi "Wajah Utara". Dan kalau jaket ini tersedia di rental Daniel Halim Outdoor, bisa dipastikan itu barang kawe. Nah, saya jadi ingat Halim. Dia juga sebenarnya datang, tapi setelah semua orang pulang. HPnya kehabisan batrei jadi tidak bisa berkabar. Setelah numpang ngecas dan menghabiskan es jeruk segelas, Halim mengirim pesan permohonan maaf di WAG Lawu. Cuma Bono yang membalas sambil posting final itinerary. Besok pagi mereka akan berkumpul di Citos lalu berangkat menuju Basecamp Ceto, Karanganyar, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
***
Jumat, 14 Juni 2019. Mall Cilandak Townsquare masih tutup. TKP yang sering dijadikan lokasi mepo (meeting point) itu nampak sepi. Hanya ada lima buah taxi berbaris diujung lobi. Beberapa supir terlihat tidur dibelakang kemudi. Ibu kota memang lebih kejam dari ibu tiri. Bono menunggu para peserta sambil melakukan ritual pagi. Asap dan kopi.
Hari itu mereka sepakat untuk kumpul jam 05.30 dan akan siap meluncur ke Karanganyar maksimal jam 06.00 WIB. Berdasarkan itinerary terakhir, target mereka sampai di Basecamp Ceto sebelum Maghrib lalu istrirahat dan bermalam di sana. Besoknya, saat matahari terbit mereka akan memulai pendakian menuju Hargo Dumilah, puncak Gunung Lawu yang berada di ketinggian 3,265 meter diatas permukaan laut. Bono selalu berusaha untuk start pendakian di pagi hari guna meminimalisir resiko. Dia percaya tubuh manusia masih fresh dan bugar pada pagi hari sehingga pendakian akan lebih maksimal. Kalau tidak terpaksa sekali, dia akan menyarankan rombongan untuk menghindari trekking malam. Suhu yang lebih dingin, kabut, padangan terbatas, ditambah kondisi fisik yang sudah lelah akan memperbesar resiko hal-hal yang tidak diinginkan. Baginya keselamatan pendaki adalah yang utama.
ADVERTISEMENT
Jam menunjukan pukul 05.15, satu per satu para peserta bermunculan. Di awali Nando turun dari ojeg menggembol tas merah yang mirip tas sekolah. Sandal jepit swallow warna biru keluaran sebuah minimart, menandakan belum adanya serah terima sepatu sewaan dari DH Outdoor.
"Pagi abangkyu, tos dulu ah" sapa Nando bersemangat.
Tak lama berselang datanglah Pamungkas. Berbaju flanel kotak-kotak warna coklat standar anak gunung, celana jeans ketat, berewok rapat serta rambut gondrong yang diikat. Jalannya gagah dan tegap. Tak akan ada yang menyangka kalau Pamungkas se-macho ini. Video call tempo hari ternyata menipu. Bos budi daya cupang ini layak disejajarkan dengan Ramon Y Tungka. Dia mengenalkan diri dengan timbre suara yang tebal sambil menyodorkan tangan pada Bono dan Nando. Seperti orang mau adu panco. "Pamungkas."
ADVERTISEMENT
Ketiga orang ini lantas bertukar kata dan cerita dibalut aroma kopi starling dan asap tembakau. Sampai sebuah taxi berhenti tepat di depan lobi mencuri perhatian mereka. Dari pintu kanan belakang turun cowok tampan berpostur tinggi dengan perawakan mirip anggota ABRI. Itu adalah Carlo. Dia langsung mengarah ke bagasi yang telah terbuka lalu menurukan satu tas keril besar berukuran 70 lt dan sabuah tas daypack 32 lt. Dengan cekatan Carlo menggendong kedua tas itu. Yang besar di punggung, yang kecil di dada, menjadikannya pendaki idaman kaum hawa. Tak berhenti disitu, dia bergegas membukakan pintu untuk dia yang terindah. Si nomer empat.
Jika cerita ini sebuah film, adegan Farah turun dari taxi akan membelah reaksi penonton jadi dua kubu. Yang pertama adalah mereka yang terpukau oleh kecantikan Farah dengan rambut anggun tergerai indah ditiup angin pagi. Make-up yang nyaris sempurna mirip artis korea, legging hitam dan kaki jenjang, menjadikannya pendaki idaman bagi kaum adam. Kubu kedua adalah mereka yang lebih peka pada gaya. Farah turun berjaket "Wajah Utara" warna kuning dipadu dengan scraf ungu kotak-kotak melingkar dilehernya. Dia berjalan gemulai ke arah Bono dan yang lain, ditopang oleh dua tracking pole yang setelan tingginya yang tidak sama. Fiuhh. Perwakilan kubu kedua dengan nyinyir akan berkata "Puncak masih jauh kelesss". Kalian dikubu mana? Carlo dikubu sang pemuja, dua langkah di belakang Farah. Bagaimanapun cewek di depannya itu tetap yang terindah.
ADVERTISEMENT
"Hai gaess. Udah pada nungguin ya?" Farah menyapa ramah semua yang sudah hadir. Sementara Carlo terlalu pendiam untuk bisa segera membaur. Jabat tangan dan senyum rasanya sudah lebih dari cukup sebagai sarat perkenalan. Dia lebih banyak berdiri dibelakang Farah, yang langsung ceriwis menceritakan pengalamannya naik Gunung Tangkuban Perahu. Carlo agak risih dengan Nando yang sedari tadi tak berkedip memandangi pujaan hatinya. Tapi wajarlah, Farah memang indah.
Ditengah kegusaran Carlo, yang berikutnya datang adalah Kibar. Buat kalian yang penasaran sejak awal cerita, ini saatnya kita sedikit berkenalan dengan dia. Sosoknya merepresentasikan cowok keren steriotip: sporty, energetik, dan karismatik. Kibar memenuhi sarat sebagai pemuda yang gak biasa aja. Dan benar kata Devan, sepertinya memang Kibar jarang kena paparan sinar matahari langsung. Wajahnya putih dan bersih, dipastikan akan jadi udang rebus saat nanti di atas gunung.
ADVERTISEMENT
"Halo semua sori agak telat ya" sapa Kibar berwibawa sambil menyalami satu per satu perserta dalam rombongan itu.
"Santai bro, masih setengah enam." balas Bono singkat sebelum mengangkat HPnya yang bordering kencang.
"Petualangan memanggilmu..." begitu bunyi ringtone Bono. Sebuah lagu karya Fiersa Besari. Tut.
"Halo. Iya kenapa Lim?"
"Oh gitu. Ya udah gak apa-apa. Lain kali pasti bisa"
"Iya santuy aja, gak apa-apa."
"Oke..oke. Nanti gue sampein ke temen-temen."
"Daghh." Bono menutup telponnya.
Dari semua peserta, Nando yang paling cepat bertanya. Dia punya firasat tidak enak. Telapak kakinya terasa hangat.
"Siapa Bang?"
"Halim." jawab Bono santai
"Halim kenapa Bang?"
"Dia cancel. Bokapnya masuk rumah sakit."
"Astapilajim!" teriak Nando nampak syok berat. Semua orang disitu kaget.
ADVERTISEMENT
"Elo kenal ama bokapnya Halim?" tanya Bono.
"Enggak Bang" jawab Nando lemas.
"Kenapa elo seheboh itu?"
Hening sejenak.
"Sepatu" ujar nando lebih lemas sambil menunjuk ke bawah.
Semua orang memandang sandal jepit biru yang dipakai Nando dan seketika tawa membahana pecah di Jumat pagi yang cerah. Awal yang buruk buat customer baru DH Outdoor. Awal yang baik buat terapi Kibar. Sejak cintanya kandas, ini pertama kalinya dia bisa tertawa lepas. Pamungkas ngakak paling keras. Urat senyum Carlo yang kaku pun ikut kontraksi ketika Farah bersandar mesra disisi. Nando cuma bisa pasrah, namun Bono berusaha membuatnya tidak panik.
"Udah tenang, Gue banyak kenalan di Basecamp, nanti gue pinjemin."
"Beneran Bang"
"Iye"
ADVERTISEMENT
"Asikk. Tos dulu kite Bang" Nando kembali bersemangat.
"Yuk. Udah siang nih. Kita kemon."
"Brangkattt" pekik Nando kuat-kuat.
Mereka bergerak ke arah minibus warna oranye yang terparkir diujung lobi. Bono menyapa sekuriti setempat yang sepertinya sudah "akrab". Tas dan perlengkapan perserta mulai dimasukan ke bagasi. Supir mobil carteran itu ikut membantu menyusunnya serapi mungkin. Waktu yang dinanti akhirnya tiba. Setelah selesai doa bersama, semua masuk ke dalam mobil. Sebagai pimpinan rombongan, Bono duduk di depan.
"Jalan pir"
"Bismillah" ucap Pak Supir sambil menginjak pedal gasnya pelan.
Mobil menggelinding pelan meninggalkan pelataran lobi Mall. Tepat ketika dua ban depan baru saja mencium aspal jalan TB. Simatupang, Pak Supir memijak rem mendadak, hampir seluruh penumpang oleng ke depan. Aksi pengemudi paruh baya itu dipicu suara keras “Dug Dug” dari belakang. Dia kaget.
ADVERTISEMENT
"Kenapa Pak?" tanya Kibar yang masih syok.
Pak Supir menunjuk ke kaca spion tengah di ruang kokpit. Dia melihat sesuatu di belakang. Tampangnya antara bingung dan takut.
"Itu"
Mirip film horor semua orang menoleh kebelakang. Lantaran baris paling belakang kosong akibat empat orang gagal berangkat, dengan jelas mereka melihat seorang Cewek berdiri dengan nafas terengah-engah dan wajah cemas.
"ALISA!!" seru Kibar, Carlo, dan Pamungkas hampir serempak. Dalam sepersekian detik ketiga cowok itu saling tatap. Tapi Kibarlah yang pertama berkelebat karena rindunya pada Alisa begitu hebat.
"Bentar Bang Bono!"
Dari balik kaca terlihat Kibar menarik tangan Alisa membawanya menjauh dari bagian belakang mobil. Nando si bocah tengil nyeletuk lepas. "Asik drama korea gratis." Tidak ada yang merespon, semua khusuk nonton. Filmnya bisu kaya jaman dulu. Tak terdengar apa yang dibicarakan mantan dua sejoli itu. Tapi gerak dan bahasa tubuh mereka terlihat cinematic.
ADVERTISEMENT
"Kamu kemana aja yank?" tanya Kibar sambil memegang kedua bahu Alisa. Cewek semampai itu menangis tersedu-sedu. Dia bahkan tidak berani menantap mata Kibar namun berhasil menguatkan hati untuk balik bertanya. Berat dan lirih.
"Kamu mau kemana?"
Kibar menarik tangannya dari bahu Alisa lalu melangkah ke samping Cewek yang telah membuatnya broken heart. Posisi mereka sekarang bersebelahan dan lawan arah.
"Memang kamu masih peduli aku mau pergi kemana?
Sedetik setelah Kibar menyelesaikan kalimat tanya itu, dia merasakan sesuatu yang berat dilehernya.
"Jadi ini Cowok yang ninggalin kamu malam itu.", Pamungkas tiba-tiba sudah masuk dalam scene film bisu itu. Berdiri tegak bak superhero. Dia baru saja memukul jatuh Kibar. K.O! Alisa yang terkejut menutup mulutnya dengan telapak tangan hampir berteriak.
ADVERTISEMENT
"Gak usah ikut campur loe!" Kibar bangkit langsung menyerang Pamungkas. Pukulan hook telak mendarat di wajah Pamungkas. Pria gondrong itu tersungkur. K.O! Butuh waktu buat dia untuk kembali berdiri sempurna. Ternyata Pamungkas tak se-macho yang kita duga. Tapi tetap dia laki-laki heroik. Kali ini Alisa benar-benar berteriak sebelum kedua Cowok itu kembali baku hantam.
"Cukupppp! Dia Cowok aku Kas!"
Loh kok ada Kasino masuk scene juga. Hahaha. Gak lah. Itu panggilan Alisa pada Pamungkas sejak pertemuan mereka malam itu. Udah ah lanjut ya.
"Cowok macam apa yang ninggalin ceweknya jam tiga pagi" sahut Pamungkas.
"Hey, jangan sok tau ya. Alisa yang ninggalin gue. Dua bulan menghilang gak ada kabar." sanggah Kibar kesal. Alisa mendekati Pamungkas.
ADVERTISEMENT
"Bener Kas, Kibar gak salah. Bukan dia yang ninggalin aku."
"Terus malam itu?" tanya Pamungkas yang mulai bingung sambil merasakan perih dan pusing sisa pukulan Kibar.
"Itu Gue" Carlo muncul ditengah-tengah mereka dan berdiri layaknya gentleman. Semua mata tertuju padanya.
Sepertinya sutradara film bisu itu sudah gak sabar ingin segera tamat. Penontonnya pun tinggal bertiga. Nando, Farah dan Pak Supir. Bono sendiri, meskipun pembawaanya selalu “ngemong”, dia bukanlah pribadi yang suka ikut campur masalah orang. Cowok penggemar campur sari itu sudah tertidur saat Kibar jatuh di ronde pertama.
Pamungkas yang kembali emosi merangsek ke arah Carlo melepaskan tinjunya. Bak aktor laga Bolywood, dengan mudah Carlo menghindar sambil melempar serangan balik yang mematikan. Pamungkas terkapar. K.O.
ADVERTISEMENT
"Gak usah ikut campur ya." seru Carlo kalem. Diapun lantas menceritakan kejadian malam itu.
Carlo bertemu Alisa disebuah Club malam. Alisa mabuk berat dan bercerita padanya telah bertengkar hebat dengan seseorang. Ketika itu Carlo masih sendiri dan belum jalan bareng Farah. Entah momen atau setan apa yang mendekatkan mereka berdua dalam satu meja. Carlo lupa. Mungkin dia juga terlalu mabuk. Singkat cerita keduanya memutuskan untuk bermalam di sebuah hotel dekat Club tersebut. Alisa merasa terlalu mabuk untuk pulang. Carlo mengamin saat diminta Alisa untuk menemaninya. Mereka checkin kira-kira pukul satu dini hari. Yang selanjutnya terjadi adalah murni hukum alam. Alisa yang mabuk dan rapuh jatuh dipelukan Carlo.
"Gue minta maaf, semua diluar kesadaran. Waktu gue bangun Alisa udah gak ada. Gue udah berusaha mencari Alisa buat minta maaf tapi gak ketemu." sesal Carlo
ADVERTISEMENT
Mendadak semua menjadi hening. Namun tiba-tiba pemeran terakhir film bisu layar kaca mobil itu muncul.
"Plakk!" Farah menampar keras Carlo lalu berlari kearah antrian taxi depan lobi.
"Jalan pak"
Supir taxi itu terbangun dari mimpi. Dia dapat rejeki. Carlo berusaha mengejar sambil mengetuk-ngetuk jendela si burung biru. Tapi taxi itu terus berlalu.
"Farah berhenti Far. Aku bisa jelasin"
Yang terindah terlanjur murka. Hargo Dumilah kini tinggal cerita. Carlo bergegas mengambil kedua tasnya dari mobil rombongan. Dia mengejar Farah. Rejeki lagi buat supir taxi. Bono masih tertidur pulas. Ngorok. Nando cuma bisa melongo dan film berlanjut.
Alisa menyambung cerita Carlo berusaha jujur pada Kibar. Malam itu, Pamungkas menemukan Alisa sepulang lelang ikan cupang di pasar Jatinegara. Kondisi Alisa waktu itu sungguh memprihatinkan, membuat pahlawan kita merasa iba. Seorang wanita, mabuk, jalan sendiri, jam 3 pagi. Untung dia bertemu Pamungkas bukan predator buas. Pamungkas membawa Alisa singgah dirumahnya, menunggu Alisa cukup sadar untuk menunjukan alamat tinggalnya. Kira-kira jam sebelas siang, Cowok nyaris macho itu mengantar Alisa pulang. Sorenya Alisa balik ke Bandung untuk menghindar dari Kibar karena merasa sangat bersalah dan tak pantas lagi untuk kembali.
ADVERTISEMENT
"Thank you ya bro. Gue minta maaf." Kibar mengulurkan tangannya membantu Pamungkas yang sedang berusaha berdiri lagi.
"It's Okey. Gue cabut dulu ya." Pamungkas meringis kesakitan memegangi hidungnya. Alam memang harus seimbang. Ada sembuh, ada sakit. Kibar berangsur pulih dari patah hati, Pamunggas harus menanggung nyeri patah hidung. Carlo sepertinya layak ikut MMA. Berjalan pelan dan ke arah mobil, Pamungkas mengambil rangselnya. Nando melongok melalui jendela.
"Kemana Bang?"
"Pulang." jawab Pamungkas datar.
"Pulang?? Blom juga berangkat Bang." logat bekasi kental itu keluar lagi.
Pamungkas berlalu begitu saja. Hidungnya sudah mau copot. Dia pergi naik taxi antrian berikutnya. Ya Tuhan, rejeki supir-supir taxi pagi itu memang sedang lancar. Nando melongo lagi. Filmnya memasuki ending cerita. Kali ini membuatnya teringat akan seseorang nun jauh disana.
ADVERTISEMENT
Kibar memeluk Alisa erat-erat seakan tak ingin dilepaskan. Seandainya bulan Januari, hujan pasti akan membuat scene itu lebih menyayat-nyayat. Sayangnya, waktu itu Juni. Jakarta lagi panas-panasnya.
"Kamu gak jadi naik gunung?" tanya Alisa lirih
"Enggak ah. Disini jauh lebih indah" bisik Kibar lembut.
Keduanya tersenyum dan berbunga-bunga. Untung saja tawon seputaran Cilandak belum ada yang bangun.
"Kamu gak marah?"
Kibar menjawab dengan gelengan kepala. Dia sudah memaafkan Alisa diujung pengakuannya. Kejujuran lebih utama dari sekedar benar dan salah. Semua orang bisa benar dan bisa salah. Tapi tidak semua orang bisa jujur saat salah atau benar dengan jujur. Kibar menghargai itu.
Sebuah mobil mendekat ke arah mereka. Dari balik kaca muncul Devan yang sedari tadi ternyata juga menonton filmnya dari kejauhan.
ADVERTISEMENT
"Cie...Cie.. balikan."
"Ayo gue anter pulang. Gak jadi bunuh diri kan?” goda Devan.
Mereka pun pulang naik mobil Devan. Alisa bercerita bahwa Devan lah yang memberitahu tentang rencana Kibar naik Gunung Lawu. Devan sangat mengkhawatirkan Kibar sehingga meminta Alisa untuk datang kembali ke Jakarta.
Akhirnya tetes air mata Nando menutup film bisu layar kaca mobil itu. Rencana naik gunungnya terancam gagal total.
"Bang, bangun bang!" suara Nando memutus dengkur Bono.
"Ngrkkkk... Ehh udah kelar film Koreanya Ndo?" tanya Bono lesu.
"Bubar Bang."
"Loh pada kemana yang lain?"
"Bubar Bang."
"Bubar?? pada pulang?"
"Pulang Bang."
"Ya udah ayo berangkat."
"Brangkat Bang?"
"Iya, udah siang nih."
"Serius Bang?"
"Ya masa bercanda. Jadi naik gunung gak?"
ADVERTISEMENT
"Bedua doang?"
"Kata elo pada bubar. Ya udah ayo berangkat. Kan moto trip gue itu SATU TETAP JALAN" tegas Bono bangga.
"Iya udah bang. Jalan"
"Hah lama, ayo pir jalan tar kemaleman sampe Basecampnya."
"Oke Bos. Bismillahirrahmanirrahim" Pak supir tancap gas.
Di perjalanan Nando mendongengkan cerita film bisu yang tidak sempat ditonton Bono. Sepertinya Nando memang berbakat membuat narasi untuk video yang tidak ada suaranya. Mungkin ini hikmah rusaknya speaker HP. Bono kembali tertidur saat cerita masuk pada adegan Farah menampar Carlo. Tapi Nando tetap melanjutkan cerita itu karena ternyata Pak Supir suka dengan narasinya. “Terus-terus Mas…” Mereka kadang terpingkal saat membahas Pamungkas.
Roda terus berputar menuju Karanganyar. Sesekali Nando mencubit tangannya sendiri. Dia masih gak percaya keinginannya naik gunung bakal segera terwujud. Bayangan Gunung Lawu dan pecel Mbok Iyem menyelimuti otaknya yang banjir Dopamin. Pesan dari Kibar di WAG Lawu membuat jantungnya membesar. “Tas dan perlengkapan gue masih dimobil, pake aja semua yang elo perlu. Sepatu gue juga nomer 40.”
ADVERTISEMENT
Memasuki kota Solo, Bono terbangun karena mimpinya terusik sebuah pertanyaan.
"Ndo elo naik gunung mau ngapain sih?"
Nando gak menjawab. Dia hanya menjulurkan lipatan kertas pada pimpinan rombongan (udah bukan rombongan sih, pesertanya tinggal satu). Bono bingung.
"Baca neh?" tanya Bono.
"Iya Bang. Baca."
TERUNTUK ENUR. KAMU TAK PERNAH AKU SESALI. DISINI ADA MATAHARI YANG BISA MENGGANTI HANGAT PELUKMU. EMBUN PAGI AKAN MENGHAPUS SEMUA RINDUKU PADAMU. SALAM GOODBYE DARI 3,265 MDPL
MANTAN TERINDAHMU
NANANG WIDODO.
"Hmm. SadBoy" Bono geregetan menoyor kepala Si bocah tengil itu.
"Alam menyembuhkan Bang" tutup Nando sambil nyengir.
Musikkkkk....
Penulis: teddykencot IG: @yuniardi27 Wattpad: @teddykencot