Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Mukidi dan Cita-Cita
16 Januari 2017 11:28 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
Tulisan dari Dwi Sapta Yuniardi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Gantungkan cita-cita mu setinggi langit”
Mungkin pribahasa ini pantas bertanggungjawab atas jawaban Mukidi kecil dan banyak anak lainya saat ditanya mengenai cita-cita. Presiden!
ADVERTISEMENT
Padahal realitanya, hampir TIDAK ADA seorang presiden pun, yang jika ditanya apakah pernah membayangkan berada diposisinya sekarang, kemudian menjawab “itu cita-cita saya”. Memimpikan saja tidak pernah. Mereka akan selalu menyangkalnya, entah itu untuk mendramatisir pencapaiannya ataupun menunjukan kalau mereka adalah orang yang beruntung.
Dan saat beranjak dewasa, Mukidi mulai sadar bahwa cita-cita itu tak melulu harus setinggi langit. Dia beranggapan kalau ketinggian malah cuma jadi khayalan dan mimpi. Sementara kebanyakan mimpi itu jauh dari kenyataan.
Mukidi meyakini, pengetahuan akan jati diri sendiri akan sangat penting dalam menyiapkan landasan yang kokoh dan kuat untuk memuluskan pesawat yang sarat cita dan harapan, agar bisa lepas landas dan terbang setinggi mungkin bukan setinggi – tingginya.
ADVERTISEMENT
“Kenali potensimu, kelemahanmu, serta lihatlah kesempatan dan ancaman di sekitarmu.” ujar Mukidi memberi wejangan pada seorang karyawannya.
Bukan hanya untuk analisa bisnis, SWOT juga bisa diterapkan untuk menetukan arah cita-citamu. Cita-cita yang Feasible, Achievable, dan Executable. Setidaknya ini yang dilakukan Mukidi selepas lulus jadi Sarjana Tata Boga. Dia sudah tau apa yang dia suka, apa yang mampu dia lakukan, tantangan apa yang akan dia hadapi dan dimana dia harus berbenah, dimana dia harus berada. Semuanya dia rangkum dalam sebuah rencana terukur karena dia bukan tipikal orang yang sekonyong-konyong nyebur mengikuti arus kemudian nyangkut lalu keblusuk dimana-mana. Mimpi masa kecilnya untuk jadi presiden pun dikubur hidup-hidup. Dia memilih jadi juragan Baso.
ADVERTISEMENT
Baso adalah obsesinya. Membuka cabang di seantero nusantara adalah cita-citanya (yang sesuai realita). Jutaan detik riset dan coba-coba dilahapnya dengan antusiasme tingkat dewa untuk menciptakan sebuah mahakarya. Baso Mas Mukidi “Cabang Barcelona”.
Mukidi sangat menikmati film 5 cm. Bukan karena Mahameru yang indah tapi karena pesan moral dalam film itu sesuai dengan prinsip hidupnya. Dia yakin dan percaya bahwa sesuatu yang dikerjakan sepenuh hati, fokus dan tidak putus asa, pada akhirnya akan membawa kita pada pencapainya yang kita inginkan bukan yang kita mimpikan. Mungkin saat anda membaca tulisan ini, Mukidi sedang meresmikan gerai Baso nya yang ke 33 di Papua.
Namun dibalik semua itu ada satu hal lagi yang selalu dipegang teguh oleh Mukidi dalam perjalanannya meraih cita-cita. Dia tak pernah lupa bisikan terakhir mendiang bapaknya, Mukodam, sebelum meninggalkan dunia.
ADVERTISEMENT
“Ngger, apapun yang terjadi, meski semesta memalingkan wajahnya darimu, tetaplah jadi orang baik”