The Gentleman Muslim

Dwi Sapta Yuniardi
tulisan tanpa papan... facebook: yuniardi27 instagram: yuniardi27
Konten dari Pengguna
2 Februari 2017 14:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwi Sapta Yuniardi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pilkada DKI makin dekat, situasi sosial politik semakin hangat, kalau tidak dibilang panas. Kubu-kubu berseteru baik secara offline dan online. Saling lapor, lapor balik, saling cela, saling hina, unfriend, unfollow, left group kini menjadi fenomena umum menjelang Pilkada. Ditambah lagi berita fitnah atau hoax yang semakin menjadi-jadi menenggelamkan kita pada keraguan, ketidakjelasan, yang berujung kebencian.
ADVERTISEMENT
Demokrasi yang harusnya jadi pesta untuk merayakan keberagaman dalam menentukan pilihan, belakangan ini malah menjadi momok menakutkan karena berubah menjadi pesta saling hujat, pesta hoax, pesta fitnah, pestanya para pengadu domba. Jujur saja sebagai orang awam, rakyat biasa, saya sangat khawatir dengan situasi sekarang ini. Banyak pertanyaan-pertanyaan bertalu dibenak saya. Bagaimana Jika AHOK menang? Bagaimana Jika pengadilan memutusnya tidak bersalah? Apa yang terjadi jika Habib Rizieq di vonis bersalah penistaan Pancasila? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut cukup mengerikan untuk sekedar dibayangkan oleh orang-orang yang benar-benar cinta NKRI dengan segala kebhinekaannya.
Dalam sekenario terburuk, sebagai seorang muslim, saya tidak bisa membayangkan berhadapan dengan saudara muslim lainnya seperti yang terjadi beberapa negara di timur-tengah. Tidak bisa membayangkan ada slogan SAVE JAKARTA! pada kerumuan demonstran di kedubes-kedubes Indonesia di berbagai belahan dunia. Karena bukan tidak mungkin pilgub Jakarta ini bisa menjadi terompet tanda dimulainya perang saudara di Indonesia. Lihat bagaimana Megawati merapatkan bateng-bantengnya, lihat bagaimana Habib Rizieq meneriakan revolusi didepan pengikutnya, lihat Panglima TNI yang siap mempertahankan NKRI. Jika semua pihak tidak bisa menahan diri, BOOM!! We’re Back to Square One!!
ADVERTISEMENT
Tentunya kita tidak menginginkan terjadinya perang saudara di Indonesia. Saya sendiri pernah berandai-andai kasus ahok ini selesai ketika dia minta maaf, mungkin permasalahannya tidak berkembang seperti sekarang. Saya membayangkan umat Islam legowo lalu memaafkan Ahok. Tidak ada aksi-aksi membela Al-Quran ataupun membela Islam yang membuang-buang energi hanya untuk mengadili satu orang benama Ahok. Apakah kita sebagai umat islam takut dengan pernyataan seorang ahok mengenai Al-Maidah? Apakah kita khawatir warga muslim khususnya di Jakarta lebih percaya ahok ketimbang ulama mengenai larangan memilih pemimpin non-muslim? Jika kita takut atau khawatir, dengan sendirinya kita merasa apa yang di ajarkan para habib ataupun para ulama selama ini belum bisa meyakinkan umat. Jika kalian muslim dan punya keyakinan wajib memilih pemimpin muslim, go ahead, just do it, jangan pilih Ahok, as simple as that. Bagi yang berkeyakinan dan berpegang teguh pada Alquran seharusnya tidak ada akan terpengaruh oleh pernyataan Ahok di Pulau Seribu.
ADVERTISEMENT
Seandainya pun ada muslim lain yang berkeyakinan lain dalam hal memilih gubernur, kitapun harus menghormati. Toh Islam memang tidak uniform, Islam itu juga bhineka tunggal Ika. Ada sekitar 73 golongan Islam. Jadi kita gak bisa memaksakan kehendak, mengkafir-kafirkan orang. Bisa saja anda di sebut kafir oleh golongan lain hanya karena anda mendengarkan musik atau sholawat dengan nada jawa. Sekarang yang jadi pertanyaan adalah aksi-aksi bela-membela kemaren membela siapa, kelompok apa, islam yang mana? Apa ini hanya unjuk kekuatan semata-mata untuk kekuasaan?.
Alangkah bijak kalau mau fairplay, biarkan Ahok bertanding dan pilih sesuai keyakinan masing-masing. Umat Islam harus cerdas, tidak mudah terprovokasi. Yang paling penting pada akhirnya umat muslim harus bisa jadi gentleman, jika Ahok menang dalam pilgub artinya dia memang punya kualitas untuk dipilih. Kita harus menerima dengan lapang dada lalu melakukan perbaikan dari dalam. Karena kemenangan islam yang sebenarnya adalah kemenagan secara kualitas bukan kuantias. Mari kita gunakan energi besar yang dimiliki umat islam di Indonesia untuk membangun pemimpin-pemimpin muslim yang berkualitas yang pada akhirnya kita tidak perlu takut lagi bersaing secara sehat dengan umat lain yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT