Konten dari Pengguna

Hustle Culture: Dinamika Sosial dan Implikasinya Terhadap Kesehatan

DWI SETYASARI
Seorang mahasiswa semester 3 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Brawijaya
9 Desember 2024 15:08 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DWI SETYASARI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: Freepik.com
ADVERTISEMENT
Hustle culture atau budaya bekerja keras tanpa henti, menjadi fenomena yang saat ini banyak dibahas dan menjadi perbincangan yang popular di kalangan generasi muda dan professional. Dimana banyak beranggapan bahwa kesuksesan ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang dihabiskan dalam bekerja dan produktif. Generasi muda saat ini yang sering disebut Gen Z yang telah memasuki usia untuk bekerja dan berkarir. Generasi ini menganggap bahwa dengan bekerja keras sehingga mencapai suatu prestasi yang luar biasa yaitu dengan mengorbankan waktu pribadi dan kesehatan. Bagi mereka memiliki jenjang karir yang baik akan memberikan kehidupan yang baik dan akan memberikan kepuasan tersendiri akan pencapaian yang telah diperoleh. Oleh hal itu, Hustle culture memiliki dampak yang lebih dari yang dipikirkan, terutama dalam konteks kesehatan. Untuk memahami lebih dalam mengenai hal ini, maka pentingnya melihat fenomena dariHustle culture melalui lensa sosiologi kesehatan, yang mempelajari bagaimana faktor sosiologi kesehatan, yang mempelajari bagaimana faktor sosial berperan dalam mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hustle culture kerap dianggap suatu hal yang positif, hal ini disebabkan para pekerja terlihat bekerja dengan keras serta suatu perusahan atau lembaga berjalan lebih baik. Banyak para pekerja yang bekerja untuk mencapai suatu tujuan dalam meraih kesuksesan, akan tetapi hal yang terjadi tidak seperti yang terjadi. Karena kenyataannya, budaya ini menyimpan berbagai potensi dampak negatif bagi kesehatan, baik mental maupun fisik. Hal ini tidak terlalu dianggap penting oleh banyak orang karena menganggap tidak terlalu berpengaruh, lebih mementingkan kebutuhan media sosial mereka. Saat ini semua individu yang selalu terhubung melalui media sosial, banyak individu yang bekerja keras tanpa henti seringkali dipuji dan bahkan ingin dipuji oleh individu lain dan akan dianggap seorang yang teladan dalam mencapai kesuksesan. Namun, di balik pencapaian tersebut, ada ketegangan yang tersembunyi: kelelahan fisik dan mental, stres, kecemasan, hingga gangguan kesehatan yang lebih serius.
ADVERTISEMENT
Sosiologi kesehatan, yang berfokus pada pengaruh sosial terhadap kesehatan, memberikan pandangan yang lebih luas mengenai fenomena ini dalam masyarakat. Dalam konteks fenomena dari Hustle culture, memberikan suatu suatu sudut pandang mengenai bagaimana budaya kerja yang jika berlebihan akan memberikan pengaruh bagi kesejahteraan individu dalam berbagai aspek. Dalam dunia kerja yang paling umum adalah tingginya dan paling nyata dampaknya yaitu stres, yang timbul sebagai akibat dari tekanan untuk selalu produktif dan harus mencapai target tinggi dalam pekerjaan yang dilakukan. Sehingga akibatnya timbulnya stres berkepanjangan, jika tidak dikelola dengan baik, akan berkembang menjadi ganguankesehatan mental seperti dalam bentuk kecemasan, depresi, atau bahkan burnout.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari para ahli yang menganggap bahwa jika bekerja terlalu keras akan memberikan dampak yang membahayakan kesehatan mental generasi mudah bahkan dapat menurunkan kualitas dari diri selama melakukan pekerjaan dan bahkan hasil yang kurang maksimal. Burnout, atau kelelahan fisik dan mental akibat kerja yang berlebihan, adalah salah satu fenomena yang sering kali terjadi pada mereka yang terperangkap dalam hustle culture. Ketika individu tidak memberikan waktu untuk diri mereka sendiri, baik untuk beristirahat, tidur yang cukup, atau menikmati waktu bersama keluarga dan teman-teman, mereka lebih rentan mengalami kelelahan. Gejala dari burnout sendiri dapat meliputi kelelahan yang terus-menerus, hilangnya motivasi, perasaaan tidak mampu dan penurunan produktivitas. Dan pada tingkat yang lebih serius, burnout dapat memberikan dampak yang mempengaruhi kualitas hidup dan akan mendukung gangguan fisik berupa masalah jantung atau gangguan tidur.
ADVERTISEMENT
Selain dampak yang berupa masalah mental, Hustle culture juga berdampak sangat besar secara langsung pada kesehatan fisik.Salah satu dampak yang paling besar dampaknya kepada sistem kerja tubuh yaitu kurang nya istirahat sehingga anda tidak dalam kondisi baik atau optimal. Tidur yang tidak sukup yang merupakan kebutuhan dasar dari tubuh, namun dalam budaya yang menganggap kerja keras merupakan hal yang penting dari bukti professional dari suatu individu, menganggap tidur sebagai bentuk pemborosan waktu yang dianggap mengurangi produktivitas seseorang. Padahal, kurang tidur dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan fisik, mulai dari gangguan metabolism, obesitas, hingga masalah kardiovaskular. Sistem imun dari tubuh juga akan mengalami pelemahan akibat dari kurang tidur, menjadi individu lebih rentan terhadap penyakit.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, Hustle culture juga mendorong suatu individu untuk lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar, hal ini dalam melakukan pekerjaannya dan juga selain melakukan pekerjaan generasi muda juga menggunakan ponsel pintar dalam mencari berbagai informasi dan media sosial dalam menaikan nilai dari suatu individu seperti mengikuti kemajuan zaman. Kebiasaan ini dapat berujung pada masalah kesehatan muskuloskeletal, seperti sakit punggung atau nyeri pada leher dan bahu. Pengaruh teknologi yang tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup bisa mempengaruhi kualitas hidup dan kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Meskipun hustle culture memiliki dampak negatif yang jelas terhadap kesehatan, bukan berarti individu harus menghindari kerja keras sepenuhnya. Sebaliknya, penting untuk menemukankeseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Ada banyak cara yang bisa dilakukan agar tidak terjebak dalam budaya gila kerja ini:
ADVERTISEMENT
1. Ubah mindset tentang kerja.
Tidak dapat disangkal bahwa mayoritas orang memberikan perhatian penuh pada pekerjaan mereka. Pada kenyataannya, kita memiliki banyak tanggung jawab di luar kesibukan pekerjaan kita.
2. Selesaikan pekerjaan tepat waktu.
Jangan bekerja terlalu keras, selesaikan tugasmu tepat waktu.Manfaatkan waktu luang untuk bersantai, menikmati hidup, atau menjalankan hobi.
3. Berhenti membandingkan diri.
Bersyukurlah atas semua pencapaian Anda. Berhentilah membandingkan dirimu dengan orang lain karena itu hanya membuatmu merasa rendah diri.
4. Bersantai.
Waktu liburan memiliki arti yang sangat penting. Manfaatkan waktu liburan untuk menghindari bekerja. Jangan pernah bekerja selama waktu liburan.
5. Utamakan kesehatan diri.
Ingatlah betapa pentingnya menjaga kesehatan pribadi.Upayakan keseimbangan antara kebutuhan dan menjaga kesehatan. Hindari budaya hustle culture dan jangan biarkan pekerjaan menghabiskan seluruh waktu kita tanpa menjaga kesehatan fisik kita.
ADVERTISEMENT
Penting juga untuk membangun hubungan sosial yang sehat.Dalam hustle culture, sering kali individu terlalu fokus pada pekerjaan dan mengabaikan interaksi sosial. Padahal, memiliki dukungan sosial yang kuat dapat membantu mengurangi rasa kesepian dan stres, serta meningkatkan kualitas hidup.Menciptakan waktu untuk berkumpul dengan teman-teman atau keluarga dapat membantu mengurangi ketegangan yang timbul akibat pekerjaan yang berlebihan.
Dalam melihat dampak hustle culture terhadap kesehatan, kita harus menyadari bahwa kesuksesan bukanlah satu-satunya tujuan hidup. Kesehatan fisik dan mental yang terjaga jauh lebih penting dan akan mendukung pencapaian yang lebih baik dalam jangka panjang. Hustle culture memang dapat mendorong individu untuk lebih berusaha keras, namun keseimbangandalam hidup dan perhatian terhadap kesehatan harus tetap menjadi prioritas utama. Dengan cara ini, kita dapat mencapai kesuksesan tanpa harus mengorbankan kebahagiaan dan kesehatan kita.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Iskandar, R.,Rachmawati, N. (2022). Perspektif “Hustle Culture” Dalam Menelaah Motivasi Dan ProduktivitasPekerja. 2(2). Jurnal Publikasi Ekonomi dan Akuntansi.
Kundu, M. K. (2023). Serbasalah dengan hustle culture;Apakahmerupakan sebuah produktivitas? Bagaimana CorrelasiAntara Jam Kerja Dan produktivitas?. 3(3). SENMABIS: Seminar Nasional Manajemen dan Bisnis.
Metris, D., Sulaeman, M., Wakhidah, E.N. (2024).Hustle Culture: Mencermati Tren Perilaku Yang MendorongKesuksesan Tanpa Henti. AL KALAM : JurnalKomunikasi, Bisnis dan Manajemen. 11(1).
Ramadhanti, G. A., Jannatania, J., Adiyanto, D. I., Vashty, S. Q. (2022).Pengalaman Komunikasi Pekerja Startup PadaPraktik Hustle Culture. Linimasa : Jurnal Ilmu Komunikasi. 5(2).