Upaya Merawat Tradisi di Masa Pandemi

Dwiky Arsa
Seonggok pria berkumis kelahiran kota Reog. Sedang menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hobi memotret, menulis, dan bermusik.
Konten dari Pengguna
5 Juni 2020 14:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwiky Arsa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tradisi mbarak: Remaja musala Nur Yahya, Dusun Jambean, Kabupaten Ponorogo. (Dokumen pribadi)
Setelah berpuasa selama satu bulan penuh, hari raya Idulfitri adalah waktu yang selalu ditunggu-tunggu bagi umat muslim di seluruh dunia. Namun, momen lebaran kali ini mungkin akan terasa sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Akibat adanya pandemi Covid-19, segala bentuk kegiatan yang biasanya selalu ada saat lebaran akan ditiadakan guna mencegah penyebaran virus yang sudah semakin meluas hingga ke berbagai daerah.
Kegiatan tersebut misalnya, larangan untuk mudik dan bahkan di beberapa daerah yang termasuk zona merah terdampak Covid-19 pun tidak dianjurkan untuk mengadakan salat Idulfitri berjamaah, baik itu di masjid maupun di tempat-tempat terbuka seperti lapangan, alun-alun kota, dan di tempat terbuka lainnya.
Pada tahun-tahun sebelumnya, lebaran di dusun saya selalu dihiasi dengan berbagai macam kegiatan dan tradisi. Dimulai ketika malam takbiran dengan mengajak masyarakat untuk melaksanakan takbir keliling membawa obor dari bambu sambil berjalan kaki keliling dusun, kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan zakat fitrah yang diadakan di musala.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya, masyarakat berbodong-bondong pergi ke masjid untuk melaksanakan salat sunah Idulfitri berjamaah. Setelah selesai melaksanakan salat Idulfitri di masjid, masyarakat mengadakan tasyakuran dengan melaksanakan doa bersama dan diakhiri dengan makan bersama. Tradisi ini dinamakan ambengan.

Tradisi Ambengan

Nasi ambeng. (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Nasi_ambeng.jpg)
Ambeng merupakan hidangan khas masyarakat Jawa yang di dalamnya berisi nasi putih atau nasi kuning yang diletakkan di atas nampan lebar dan dilengkapi dengan berbagai macam lauk pauk, seperti ayam goreng, perkedel, telur, tempe orek, tahu goreng, bihun, urap, dll. Cara memakannya langsung dengan menggunakan tangan tanpa sendok atau garpu secara beramai-ramai mengelilingi wadah nampan.

Tradisi Sungkeman

Kegiatan selanjutnya adalah melaksanakan silaturahmi bersama. Namun, sebelum itu biasanya tiap keluarga terlebih dahulu melaksanakan sungkeman dengan anggota keluarga di masing-masing rumah.
ADVERTISEMENT
Tradisi sungkeman ini tak lengkap dan kurang afdol rasanya jika dilakukan tanpa upacara sungkem, kami biasanya melakukan upacara sungkem dengan cara berlutut di hadapan kedua orang tua atau orang yang lebih tua dari kita sambil mencium tangan dan menyampaikan permohonan maaf dalam bahasa Jawa krama:
“Ngaturaken sugeng riyadin lan nyuwun pangapuro dumatheng sedoyo kalepatan kulo.”
[Menyampaikan selamat lebaran dan mohon maaf atas seluruh kesalahan saya.]

Tradisi Mbarak

Mbarak: berjalan kaki untuk bersilaturahmi ke rumah-rumah tetangga. (Dokumen pribadi)
Setelah melaksanakan upacara sungkeman, seluruh pemuda yang ada di dusun saya berkumpul di musala untuk mengadakan silaturahmi keliling dusun. Tradisi ini dinamakan dengan mbarak.
Tradisi mbarak ini selalu dilaksanakan pada setiap kali lebaran oleh kalangan masyarakat adat Jawa, terutama di Jawa Timur, dan khususnya di dusun saya, Dusun Jambean, Desa Cekok, Kecamatan Babadan, Kabupaten Ponorogo.
ADVERTISEMENT
Mbarak merupakan kegiatan bersilaturahmi dari rumah ke rumah yang diikuti oleh seluruh masyarakat, terutama para pemuda di lingkungan musala atau masjid yang biasa disebut dengan sinoman. Tak hanya para pemuda, mbarak juga dilaksanakan oleh tiap keluarga yang hendak bersilaturahmi.
Karena pemuda yang ada di dusun saya cukup banyak, maka rombongan mbarak yang diikuti oleh seluruh pemuda, baik putra maupun putri ini harus dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu 2 kelompok putra dan 2 kelompok putri yang tiap kelompoknya biasanya terdapat 10 sampai 15 orang.
Keunikan dari tradisi mbarak ini adalah saat rombongan sinoman berkeliling dari rumah ke rumah, bersilaturahmi secara tertib, berbaris berjabat tangan untuk memohon maaf kepada tuan rumah, juga dengan sesama rombongan mbarak yang secara tidak sengaja bertemu atau bersimpangan di jalan, dan yang tak ketinggalan adalah mencicipi berbagai jajanan yang telah disediakan oleh tuan rumah yang didatangi untuk silaturahmi.
ADVERTISEMENT
Bagi kami yang tinggal di dusun, kegiatan di hari pertama lebaran dengan melaksakan mbarak ini merupakan suatu keharusan yang tak bisa ditinggalkan karena momen ini terbukti dapat kembali mengeratkan tali silaturahmi antar sesama penduduk dusun, dari yang awalnya belum sempat bertemu karena ada yang harus bekerja di luar kota atau luar negeri dan merantau untuk berkuliah, akhirnya bisa dipertemukan kembali dengan seluruh tetangga, teman sebaya, sesepuh dusun, dan hampir seluruh warga yang ada di dusun.

Merawat Tradisi

Akhirnya kini telah tiba, saat di mana perayaan Idulfitri di tahun 2020 ini harus dirayakan dengan cara yang sedikit berbeda. Tak seperti perayaan di tahun-tahun sebelumnya sebagaimana yang telah saya ceritakan di atas.
ADVERTISEMENT
Lebaran di tengah masa pandemi ini membuat kami, para warga dusun Jambean, berusaha untuk selalu mematuhi anjuran yang telah diberikan oleh pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah. Di sisi lain, kami pun tetap ingin menjaga dan merawat tradisi-tradisi yang sudah kami jalani sebelumnya.
Perayaan malam takbiran tetap berlangsung di musala tanpa mengadakan takbir keliling, kemudian pelaksanaan pengumpulan dan pembagian zakat fitrah tetap diadakan sebagaimana mestinya dengan mematuhi aturan dan anjuran dari pemerintah daerah.
Kegiatan salat Idulfitri di masjid pun ditiadakan. Namun, masyarakat tetap melaksanakannya di rumah bersama anggota keluarga masing-masing. Begitu pula dengan tradisi ambengan atau makan bersama sebagai bentuk rasa syukur kami dalam menyambut hari lebaran. Tradisi ambengan tetap diadakan setelah pelaksanaan salat Idulfitri di rumah masing-masing.
ADVERTISEMENT
Tradisi mbarak atau silaturahmi berkeliling dusun pun tetap digelar, tetapi kami memutuskan untuk sedikit mempersingkat waktu dan hanya bersilaturahmi ke rumah-rumah yang terdekat saja, serta tentunya dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku, yaitu dengan berusaha menjaga jarak (physical distancing), membawa hand sanitizer, dan selalu menggunakan masker.
Mematuhi anjuran pemerintah dan protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker saat bersilaturahmi. (Dokumen pribadi)
Begitulah cara kami sebagai masyarakat yang tinggal di dusun untuk tetap merawat seluruh tradisi yang kami miliki. Meski keadaan kurang begitu memungkinkan, kami berusaha semaksimal mungkin untuk tetap menjalin silaturahmi antar warga dusun, menumbuhkan rasa cinta kasih dengan sesama, menjaga ukhuwah islamiyah dengan tetap mematuhi anjuran dari pemerintah.
Semoga seluruh iktikad baik kami, warga dusun Jambean dalam menjaga, merawat, dan mempertahankan tradisi di tengah masa pandemi ini selalu mendapat rida dari Allah SWT.
ADVERTISEMENT
Aamiin.