Konten dari Pengguna

Pengaruh Modernisasi dalam Budaya Minang: Memudarnya Penerapan "Kato Nan Ampek"

Dwi Rahmi
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
30 Mei 2024 7:02 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwi Rahmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Istano Basa Pagaruyuang dari Minangkabau. (Foto: Freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Istano Basa Pagaruyuang dari Minangkabau. (Foto: Freepik.com)
ADVERTISEMENT
Di indonesia terdapat lebih dari 1.300 suku bangsa, setiap suku memiliki tradisi, bahasa, dan budaya yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Suku Minangkabau yang berasal dari Pulau Sumatera, yakni di wilayah Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Suku Minangkabau memiliki banyak keunikan, salah satunya adalah adanya tradisi merantau yang biasanya dilakukan oleh laki-laki Minang. Hal ini dikarenakan laki-laki minang tidak dapat mewarisi harta pusaka sehingga dianjurkan untuk merantau agar memperoleh kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak akan pulang kampung sebelum mendapatkan kehidupan ekonomi yang baik. Masyarakat Minang meyakini bahwa pengangguran merupakan hal yang memalukan bagi keluarganya.
Selama di perantauan masyarakat Minangkabau memiliki modal yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Selain bekerja keras, orang Minang juga memiliki nilai kesopanan yang telah ditanamkan pada dirinya. Menurut adat Minangkabau, jika seseorang tidak menerapkan sopan santun dan etika dalam kehidupannya, maka ia disebut sebagai orang tidak beradab. Penggunaan sopan santun dalam Minangkabau terkenal halus dan tinggi yang mempunyai nilai luhur dalam menjaga pergaulan adat minang. Hal ini sesuai dengan pepatah minang yang mengatakan “Anak urang kampuang ilalang, nak lalu ka kampuang baso, malu jo sopan kalau lah ilang, abihlah raso jo pareso”. Artinya jagalah kesopanan dan rasa malu dalam situasi apapun, karena termasuk ke dalam sifat terpuji yang disukai Allah, juga manusia.
ADVERTISEMENT
Nilai kesopanan merupakan nilai yang sangat penting di dalam kebudayaan Minangkabau. Hal ini sejalan dengan etika berkomunikasi. Setiap orang harus paham terhadap tata cara berkomunikasi dan bertutur kata dengan baik dan benar sehingga maksud atau tujuan dapat disampaikan dengan tepat. Budaya Minangkabau mengatur nilai-nilai etika berkomunikasi dalam filosofi “Kato Nan Ampek”. Kato nan Ampek merupakan norma penting yang menjelaskan tentang etika berbahasa dan bertutur kata. Hal ini menjadi pedoman bagi masyarakat Minangkabau dalam berbicara atau berkomunikasi di kehidupan sehari-hari sesuai dengan standar kesantunan dan kesopanan yang ada. Penerapan Kato nan Ampek memperlihatkan bahwa adanya rasa hormat terhadap sesama manusia sehingga menjadi salah satu ciri khas dari masyarakat Minangkabau.
Kato nan Ampek mengatur masyarakat Minangkabau untuk dapat memposisikan diri dan menyesuaikan dengan lawan berbicaranya saat berkomunikasi. Kato nan Ampek dibedakan atas empat (ampek) cara bertutur kata, yakni:
ADVERTISEMENT
Kato manurun merupakan cara bertutur kata yang digunakan saat berbicara dengan orang yang umurnya lebih muda dari kita, seperti berbicara kepada anak kecil atau adik. Kato manurun biasanya memakai tutur kata yang halus dan penuh kasih sayang sehingga mudah dimengerti dan nyaman didengar oleh lawan bicara yang lebih muda.
Tata krama bertutur kata yang digunakan ketika berkomunikasi dengan teman sebaya. Hal ini bisa dibilang sebagai bahasa sehari-hari ketika berkumpul dengan teman-teman. Kato mandata cenderung lebih santai, kegembiraan dan fleksibel. Hal ini diharapkan dapat mempererat hubungan persahabatan tanpa menyakiti perasaan seseorang karena tak terlepas dari rasa saling menghargai dan memperhatikan sopan santun dalam pengucapannya.
Hal ini umumnya digunakan ketika berbicara kepada orang yang lebih tua, seperti orang tua, guru, kakek dan nenek. Dalam penerapannya diwajibkan untuk menggunakan bahasa yang sopan dan memperlihatkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua.
ADVERTISEMENT
Kata Malereang digunakan untuk berbicara kepada sosok orang yang dihormati, seperti ulama, tokoh adat atau pemimpin adat. Tak hanya itu kato malereang juga digunakan kepada keluarga tidak memiliki hubungan sedarah, seperti mertua, menantu dan ipar. Penyampaian komunikasi dalam kato malereang diutarakan melalui petatah-petitih, seperti kata perumpamaan, kiasan ataupun sindiran. Hal ini dilakukan agar lawan berbicara tidak tersinggung dengan perkataan yang disampaikan.
Di sisi lain, seiring dengan adanya perkembangan zaman dan teknologi menjadi penyebab nilai kesopanan kian memudar. Penerapan Kato nan Ampek oleh masyarakat Minang sering terlupakan. Hal ini tentu dapat memungkinkan terjadinya pertikaian atau permusuhan dalam lingkungan masyarakat Minangkabau itu sendiri. Seseorang yang tidak menerapkan Kato nan Ampek dalam kehidupannya disebut sebagai “urang yang ndak tahu di nan ampek”. Artinya seseorang yang menunjukkan bahwa dirinya tidak memiliki sopan santun dan etika yang baik dalam berbicara.
ADVERTISEMENT
Peristiwa mulai memudarnya penggunaan Kato nan Ampek banyak dijumpai saat ini, khususnya pada generasi muda Minangkabau. Padahal sudah seharusnya Kato nan Ampek dapat dilestarikan dan diwariskan untuk generasi penerus selanjutnya. Selain itu, generasi muda Minangkabau saat ini tidak paham penerapan Kato nan Ampek itu sendiri, dikarenakan minimnya pengetahuan dan kesadaran terhadap budaya Minangkabau. Adapun pepatah Minang yang menyatakan “Nan tuo dihormati, nan ketek disayangi, samo gadang baok bakawan, ibu jo bapak diutamakan” yang artinya orang tua harus dihormati, yang kecil harus disayangi, sedangkan yang sama besar dijadikan teman, tetapi tidak lupa bahwa ibu dan ayah tetap diutamakan dalam bersopan santun. Pepatah tersebut menunjukkan bahwa pentingnya Kato nan Ampek dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, memudarnya penggunaan Kato nan Ampek sangat bertentangan dengan aturan dan falsafah Minangkabau. Hal tersebut tak terlepas dari berbagai faktor yang berperan sebagai pemicunya yakni:
Dahulu adat dan budaya Minangkabau sangat kuat dan telah diajarkan sedari dini oleh keluarga. Namun, saat ini di dalam keluarga sudah mulai memudarnya norma kesopanan sehingga tidak terlalu berpatokan dengan adat minang. Dalam keluarga seringkali kita lihat bahwa anak kecil memanggil kakaknya hanya dengan sebutan nama. Tentunya hal tersebut memperlihatkan sikap yang tidak hormat dan keangkuhan.
Mata pelajaran Budaya Alam Minangkabau (BAM) bertujuan untuk memperkenalkan nilai-nilai alam budaya Minangkabau dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran BAM ini biasanya diberikan kepada siswa Sekolah Dasar demi menanamkan pendidikan karakter sedari dini. Akan tetapi sejak kurikulum 2013 hadir, pelajaran BAM tidak lagi diberikan kepada siswa. Padahal hal ini berperan penting bagi anak agar memiliki pengetahuan terhadap budaya Minangkabau sendiri.
ADVERTISEMENT
Penggunaan kata kasar sebagai lelucon sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan generasi muda saat ini. Mereka tidak lagi memperhatikan perasaan dan etika ketika berbicara dengan orang lain. Terkadang terjadinya kesalahpahaman terhadap ucapan yang tidak sopan sehingga dapat memicu perkelahian.
Saat ini penggunaan gadget yang berlebihan mengalihkan kehidupan di dunia nyata. Salah satu contohnya penggunaan media sosial. Di media sosial orang-orang bebas berekspresi dan menyalurkan pandangan mereka sehingga mereka dengan mudahnya mengirimkan kata-kata kasar atau umpatan kepada orang lain. Hal ini bisa menjadi contoh yang buruk bagi generasi muda saat ini melihat mudahnya mengakses media sosial. Oleh karena itu, perlahan-lahan nilai kesopanan semakin memudar di dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari berbagai faktor tersebut, Kato nan Ampek sudah semestinya senantiasa digunakan saat berkomunikasi kapanpun dan dimanapun, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada dasarnya manusia akan senang bila dihargai dan dihormati. Adat dan budaya Minangkabau telah mengajarkan kita untuk mengutamakan sopan santun dengan bertutur kata yang baik. Sebab kata yang diucapkan merupakan cerminan diri seseorang. Oleh karena itu, dengan memahami dan mempelajari Kato nan Ampek ini akan menanamkan karakter yang baik bagi setiap individu. Kita sebagai mahasiswa yang hidup di dalam perkembangan zaman berperan penting dalam memperbaiki kualitas bangsa dan melestarikan budaya yang telah diwariskan oleh generasi terdahulu.