Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pentingnya Modifikasi Evaporator Pada Industri Gula dan Jus
13 Mei 2024 11:01 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari dwitari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Evaporasi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam proses pemekatan suatu bahan pangan dalam bentuk larutan. Prinsip evaporasi dilakukan dengan cara adanya pemanasan pada sampel dan penguapan sehingga kandungan air pada bahan pangan dapat berkurang karena adanya penguapan air oleh pemanasan. Proses evaporasi sering dilakukan pada olahan jus dan pabrik gula. Hal ini berguna untuk memperbaiki kualitas produk dan sebagai bentuk proses pengolahan bahan pangan. Salah satu produk yang melakukan proses evaporasi adalah pemekatan nira dan sirup. Beberapa industri yang memproduksi sirup dan jus gula melakukan inovasi terhadap proses evaporasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan kualitas produk. Dalam konteks tersebut, terdapat 3 penelitian yang memberikan penawaran terhadap wawasan mengenai pengoptimalan proses dan inovasi dalam industri sirup dan gula terhadap produk – produk terkait.
ADVERTISEMENT
1. Optimalisasi Proses Produksi Sirup Kurma (Julai et al, 2023) :
Proses optimalisasi sirup kurma Barhi (Phoenix dactylifera L.) dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi dan penguapan yang berbeda. Adanya penggunaan kedua metode tersebut berdampak terhadap sifat fisikokimia, fungsional dan gizi sirup yang dihasilkan dari kurma Barhi. Perbedaan metode ekstraksi yang digunakan oleh peneliti dan secara konvensional terletak pada penggunaan enzim. Jika metode ekstraksi sari kurma konvensional dilakukan tanpa menggunakan enzim dan hanya dengan cara memanaskan sari kurma pada suhu 95oC selama 15 menit, dan dilanjutkan dengan pengepresan serta penyaringan seperti metode konvensional pembuatan sirup pada umumnya. Sedangkan metode ekstraksi yang digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan enzim hidrolitik komersial yakni campuran pektinase dan campuran selulase. Selain itu, peneliti juga melakukan proses penguapan sari kurma dengan pemanasan terbuka dan penguapan vakum. Penguapan panas terbuka dilaukan dengan memansakan sari kurma pada suhu 95oC selama 3 jam dengan pengadukan konstan. Penguapan vakum dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50oC dengan tekanan vakum 16 kPa selama 25 menit. Hasil yang diperoleh dari kedua metode tersebut akan dilihat pada beberapa parameter seperti nilai pH, aktivitas air (aw), warna, sifat reologi, sifat antioksidan, komposisi kimia, aktivitas penghambatan pada enzim pencernaan karbohidrat dan sifat termal. Namun, pada artikel kali ini lebih difokuskan terhadap sifat reologi dan sifat termal untuk mengetahui kondisi fisik sirup kurma karena adanya proses penguapan dengan bantuan enzim.
ADVERTISEMENT
Cara untuk mengetahui sifat reologi sirup kurma dapat ditentukan dengan menggunakan rheometer yang nantinya akan diketahui perilaku aliran dan indeks konsistensi yang ditentukan dengan menyesuaikan kurva aliran model pada persamaan τ = Kγn dimana τ sebagai tegangan geser (Pa), γ adalah laju geser (s-1), K adalah indeks konsistensi dan n adalah indeks perilaku aliran. Hasil yang diperolah adalah semua sirup kurma merupakan cairan pseudoplastik non-Newtonian. Hal ini akan berdampak pada nilai viskositas sirup kurma. Viskositas menjadi hal penting dalam produksi dan aplikasi sirup dalam makanan. Sirup yang sangat kental akan sulit dituan dan dicampurkan kedalam makanan sedangkan sirup dengan viskositas yang terlalu rendah akan berakibat terlalu encer ketika dituang di bagian atas permukaan makanan. Viskositas sirup kurma yang dibuat tanpa bantuan enzim memiliki nilai viskositas 10 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang menggunakan enzim saat ekstraksi. Nilai viskositas sirup kurma yang mengginakan enzim pectinex memiliki tekstur seperti madu (351 – 1750 mPa/s) dan dengan enzi viscozyme seperti nektar (51 – 350 mPa/s).
ADVERTISEMENT
Parameter kedua dapat dilihat dari sifat termal pada sirup kurma yang memperlihatkan tidak adanya perbedaan signifikan terhadap nilai Tg (transisi kaca) dan Tm (titik leleh). Nilai Tg pada sirup sangat bergantung pada komposisi gula dan kadar air. Peningkatan kadar air akan menyebabkan nilai Tg menjadi lebih rendah dan nilai Tg paling tinggi terdapat pada sampel sirup kurma yang diekstraksi tanpa enzim dan penguapan terbuka dikarenakan kadar air yang tinggi. Nilai Tm dari semua sampel sirup kurma berada pada angka 127oC dan 134oC. Oleh karena itu adanya peran enzim dan penguapan vakum dapat memperbaiki kualitas dari sirup kurma yang dilihat dari nilai viskositas dan sifat termal sirup kurma Barhi.
2. Peningkatan Efisiensi Energi dalam Industri Gula (Lourentius dan Aning Ayucitra, 2023)
Pada tahun 2019, konsumsi gula di Indonesia mencapai 3.152.230 ton. Angka produksi pada tahun 2019 lebih besar dibandingkan produksi sebelumnya yaitu 2.450.000 ton. Hal tersebut berdampak pada semakin meningkatnya impor gula dari Thailand dan India dikarenakan Indonesia mengalami kekurangan produksi gula. Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan produksi gula tersebut karena rendahnya nilai efisiensi produksi gula baik dalam skala umkm maupun industri pabrik bear sehingga perlu adanya optimasi efisiensi energi pada alat yang digunakan yaitu evaporator. Proses produksi gula meliputih 6 tahap yaitu penggilingan, pemurnian, penguapan, pemasakan, penyaringan dan pengemasan. Proses penguapan menjadi proses paling penting untuk menentukan keberhasilan dari produk gula yang dihasilkan. Proses pemekatan gula dilakukan mulai dari gula dipekatkan dari kadar konsentrasi 11% hingga menjadi 64%. Dalam proses pemekatan tersebut dibutuhkan energi yang besar terhadap kebutuhan uap evaporator sehingga evaporator dalam penelitian ini dirancang dengan menggunakan evaporator multi-effect untuk meningkatkan nilai ekonomi uap.
Perbedaan evaporator efek tunggal (gambar 3) dengan evaporator multi-effect (gambar 3) terdapat pada jumlah evaporator yang digunakan. Penghitungan konsep koefisien perpindahan panas secara keseluruhan digunakan untuk menghitung laju perpindahan panas di dalam evaporator, seperti pada persamaan laju perpindahan panas berikut.
ADVERTISEMENT
q=UA∆T=UA(Ts-T)
Keterangan :
q = laju perpindahan panas (W); U = koefisien pindah panas (W/m2.K); A = Area perpindahan panas evaporator (m2); Ts = temperatur uap kondensasi (K) dan T = temperatur titik didih larutan (K). Nilai koefisien pindah panas secara keseluruhan dapat dihitung melalui persamaan : 1/U=1/hio+1/h0 (hio = koefisien perpindahan panas konvektif uap kondensasi dan h0 = koefisien perpindahan panas konvektif larutan jus yang dihitung berdasarkan titik didih larutan. Kedua persamaan tersebut digunakan ketika jenis evaporator tunggal sedangkan evaporator efek ganda (multi-effect) diimplikasikan bahwa dari setiap kilogram air yang diuapkan terdapat dua faktor yaitu jumlah uap yang dikonsumsi berbanding terbalik dengan jumlah efek yang digunakan dan jumlah air pendingin yang digunakan dalam kondensor berbanding terbalik dengan jumlah efek. Oleh karena otu, termperatur uap yang dihasilkan pada efek tertentu harus lebih tinggi daripada temperatur titik didih larutan pada efek berikutnya dan dapat dinyataan dalam pertidaksamaan berikut.
ADVERTISEMENT
T1> T2>..........> Tn begitu juga dengan P1> P2>.........> Pn
Perhitungan dalam sistem evaporator berganda (multi-effect) membutuhan nilai area pindah panas di setiap efek (An), massa (kg) uap per jam yang disuplai (S) dan jumlah uap yang keluar dari setiap efek (Sn)
Hasil yang didapatkan pada penggunaan evaporator multi-effect adalah laju aliran massa 125.000 kg/jam dengan konsentrasi larutan gula 11% dan temperatur umpan 100oC maka diperoleh kondisi optimum dengan menggunakan evaporator quadruple efek dengan biaya produksi tahunan minimum sebesar Rp.22.090.361.779,00 di PT.XYZ. Kondisi optimum tersebut diperoleh dari total luas evaporator sebesar 2.443,81 m2 dengan nilai ekonomi uap = 3,98 dan kebutuhan uap = 26,028,2 kg/Jam. Hasil tersebut menyatakan bahwa bertambahnya jumlah efek (dari 4 menjadi 7) akan meningkatkan total biaya produksi larutan gula tahunan seiring dengan bertambahnya luas area perpindahan panas evaporator dari 1.931 m2 menjadi 4.433 m2 sedangkan untuk peningkatan konsentrasi umpan dari 7% menjadi 11% akan menurunkan total biaya produksi larutan gula tahunan. Oleh karena itu, penggunaan evaporator multi-effect sangat berdampak pada optimasi produksi gula dan kebutuhan uap evaporator yang digunakan oleh suatu pabrik gula.
ADVERTISEMENT
3. Penemuan Baru dalam Proses Penguapan Jus Gula (Chantasiriwan, 2020)
Proses Evaporasi menjadi hal yang penting dalam suatu industri gula. Salah satunya adalah produksi jus gula. Jenis evaporator yang digunakan dalam penelitian ini adalah evaporator efek ganda yang digunakan dalam proses penguapan. Evaporator efek ganda digunakan untuk meningkatkan konsentrasi jus dari 15% menjadi 70%. Hal ini dapat terjadi karena dihilangkannya kandungan air pada gula pada tahap penguapan. Evaporator efek ganda yang digunakan pada skala pabrik dapat dilihat pada gambar 5.
Berdasarkan gambar tersebut, komponen evaporator efek ganda yang digunakan adalah 4 efek evaporator (E1, E2, E3, dan E4), 2 alat penukar panas pemanas nira (H1 dan H2), flash tank (FC, F1, F2, dan F3) dan tahap pan (P). Kemudian proses evaporasi tersebut dimodifikasi oleh Chantasiriwan seperti pada gambar 6.
Modifikasi proses evaporasi terdapat dalam tahap panci. Pada proses evaporasi konvensional, uap yang terkondensasi dari efek pertama penguap digunakan untuk tahap panci dan menimbulkan kendala saat teanan uap yang diekstraksi (P0) tida boleh turun dibawah nilai minimum yang sesuai dengan laju aliran massa jus yang ditentukan. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan cara memodifikasi penggunaan uap yang diekstraksi tidak terjadi kondensasi maka uap yang diekstrajs dari proses pada tekanan tertentu (Pa) dialirkan ke tahap panci. Dengan melakukan hal tersebut, persyaratan mengenai tekanan minimum dari uap yang diekstraksi tidak lagi berlaku. Pada gambar 3 menunjukkan bahwa uap yang diekstraksi disuplai ke tahap panci dan model matematika untuk proses yang dimodifikasi tetap sama dengan proses konvensional seperti pada persamaan berikut. Laju aliran massa uap yang diekstraksi diperukan untuk tahap panci dan ditentukan berdasaran kebutuhan proses tersebut
ADVERTISEMENT
ma=(2m_(f,4) (1-x_4/91)h_vl (p4))/(h_vl (pa))
Hasil yang didapatkan dari proses penguapan yang dimodifikasi dengan konvensional memiliki nilai ma yang sama jika pa = 150 kPa. Namun perbedaannya terdapat pada penggunakan tekanan ekstraksi yang lebih rendah daripada proses penguapan konvensional sehingga menghasilkan kinerja proses penguapan yang lebih baik jika dibandingkan dengan proses konvensional.
Kesimpulan
Berdasarkan tiga penelitian tersebut memberikan dampak kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman kita dalam bidang evaporasi dan inovasi dalam industri gula. Tujuan utamanya terdapat pada pengaruh metode produksi, pengoptimalan proses, dan modifikasi teknologi dalam industri gula, yang terdapat pada penelitian ini untuk memberikan arahan baru bagi industri pangan dalam upaya meningkatkan efisiensi produksi dan kualitas produk pangan yang dihasilkan khususnya industri gula.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Chantasiriwan, Somchart. 2020. Modification of Conventional Sugar Juice Evaporation Process for Increasing Energy Efficient and Decreasing Sucrose Inversion Loss. Article Processes. 8 : 765.
Julai, Kanokporn., Pimnapanut Sridonpai., Chitraporn Ngampeerapong., Karaked Tongdonpo., Uthaiwan Suttisansanee., Wantanee Kriengsinyos., Nattira On – Nom., Nattapol Tangsuphoom. 2023. Effects of Extraction and Evaporation Methods on Physico-Chemical, Functional, and Nutritional Properties of Syrup from Barhi Dates (Phoenix dactylifera L.). Article Foods. 12 : 1268.
Lourentius, Suratno dan Aning Ayucitra. 2023. Optimization of Heat Transfer Area and Steam Requirement in Multiple Effects Evaporator for Concentration of Juice in Sugar Factory. Equilibrium Journal of Chemical Engineering. 7(2) : 123 – 136.